Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan penetapan tersangka Sekertaris Mahkamah Agung (MA) 2011-2016 Nurhadi sesuai bukti-bukti yang ada. KPK pun percaya diri jika Nurhadi berniat mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka itu.
"Kita bukannya soal takut dan tidak takut, tapi kita melihat KPK masih punya kewenangan menetapkan tersangka pada seorang," ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, dalam konfrensi pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 16 Desember 2019.
Ia menegaskan, hingga saat ini KPK masih dapat beraksi menetapkan tersangka kepada pihak-pihak yang melakukan tindakan rasuah. Hal tersebut sesuai dengan pasal 69 D, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002, tentang KPK, dapat melakukan pencegahan rasuah sebelum adanya Dewan Pengawas.
"Sedangkan delik-delik yang disangkakan itu kan adalah delik-delik yang ada dalam UU Tipikor yang juga tidak diganti, sebenarnya sama saja," tuturnya.
Lebih lanjut, KPK mempersilakan jika Nurhadi ingin mengajukan gugatan praperadilan. Namun, Laode menegaskan penetapan tersangka terhadap Nurhadi, sesuai prosedur.
"Penyidik KPK tak mungkin gegabah untuk menetapkan seorang menjadi tersangka, apabila alat buktinya belum cukup," imbuhnya.
KPK menetapkan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) 2011-2016 Nurhadi sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di MA pada 2011-2016. Penetapan tersangka Nurhadi merupakan hasil pengembangan operasi tangkap tangan (OTT) panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dan pihak swasta Doddy Aryanto Supeno.
Selain Nurhadi, KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka, yakni menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT), Hiendra Soenjoto. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, bedasarkan fakta penyidikan dan persidangan KPK menemukan bukti permulaan yang cukup kuat dalam perkara 2015-2016.
Sebagai pihak penerima, Nurhadi dan Resky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Hiendra, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan penetapan tersangka Sekertaris Mahkamah Agung (MA) 2011-2016 Nurhadi sesuai bukti-bukti yang ada. KPK pun percaya diri jika Nurhadi berniat mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka itu.
"Kita bukannya soal takut dan tidak takut, tapi kita melihat KPK masih punya kewenangan menetapkan tersangka pada seorang," ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, dalam konfrensi pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 16 Desember 2019.
Ia menegaskan, hingga saat ini KPK masih dapat beraksi menetapkan tersangka kepada pihak-pihak yang melakukan tindakan rasuah. Hal tersebut sesuai dengan pasal 69 D, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002, tentang KPK, dapat melakukan pencegahan rasuah sebelum adanya Dewan Pengawas.
"Sedangkan delik-delik yang disangkakan itu kan adalah delik-delik yang ada dalam UU Tipikor yang juga tidak diganti, sebenarnya sama saja," tuturnya.
Lebih lanjut, KPK mempersilakan jika Nurhadi ingin mengajukan gugatan praperadilan. Namun, Laode menegaskan penetapan tersangka terhadap Nurhadi, sesuai prosedur.
"Penyidik KPK tak mungkin gegabah untuk menetapkan seorang menjadi tersangka, apabila alat buktinya belum cukup," imbuhnya.
KPK menetapkan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) 2011-2016
Nurhadi sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di MA pada 2011-2016. Penetapan tersangka Nurhadi merupakan hasil pengembangan operasi tangkap tangan (OTT) panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dan pihak swasta Doddy Aryanto Supeno.
Selain Nurhadi, KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka, yakni menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT), Hiendra Soenjoto. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, bedasarkan fakta penyidikan dan persidangan KPK menemukan bukti permulaan yang cukup kuat dalam perkara 2015-2016.
Sebagai pihak penerima, Nurhadi dan Resky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Hiendra, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(DMR)