Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) setuju bila Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) segera disahkan. Tujuannya supaya proses hukum bagi korban perempuan lebih disederhanakan.
"Ini terkait hukum acara. Kita tak mau perempuan dibawa ke polisi, mengalami kekerasan saat proses lidik sidik hingga selesai proses pengadilan," kata Sekretaris KPPPA Pribudiarta Nur Sitepu dalam konferensi pers di kantor KPPPA, Senin, 19 Agustus 2019.
Ia membandingkan dengan kasus kekerasan anak yang membutuhkan dua alat bukti dalam proses hukum yaitu visum dan pengakuan anak. Sementara, perempuan harus membuktikan sembilan hal.
"Kita ingin disederhanakan supaya tak sulit cari alat bukti dan tidak diperiksa berulang untuk membuktikan dia mengalami kekerasan," tambah dia.
Pribudiarta juga melihat kekerasan pada perempuan cenderung disembunyikan. Ditambah lagi pemahaman terkait kekerasan juga masih kurang. Di satu sisi, perempuan masih dianggap sebagai masyarakat kelas dua dalam konstruksi keluarga yang partriaki.
"Kekerasan paling sederhana, misalnya istri dimarahi suami karena masakannya tak enak. Istri tak mau suaminya dilaporkan polisi. Buat mereka yang penting bapak (suami) jangan mukul," ia mencontohkan.
RUU PKS rencananya akan disahkan bersamaan dengan RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Keduanya ditargetkan rampung tahun ini.
Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) setuju bila Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) segera disahkan. Tujuannya supaya proses hukum bagi korban perempuan lebih disederhanakan.
"Ini terkait hukum acara. Kita tak mau perempuan dibawa ke polisi, mengalami kekerasan saat proses lidik sidik hingga selesai proses pengadilan," kata Sekretaris KPPPA Pribudiarta Nur Sitepu dalam konferensi pers di kantor KPPPA, Senin, 19 Agustus 2019.
Ia membandingkan dengan kasus kekerasan anak yang membutuhkan dua alat bukti dalam proses hukum yaitu visum dan pengakuan anak. Sementara, perempuan harus membuktikan sembilan hal.
"Kita ingin disederhanakan supaya tak sulit cari alat bukti dan tidak diperiksa berulang untuk membuktikan dia mengalami kekerasan," tambah dia.
Pribudiarta juga melihat kekerasan pada perempuan cenderung disembunyikan. Ditambah lagi pemahaman terkait kekerasan juga masih kurang. Di satu sisi, perempuan masih dianggap sebagai masyarakat kelas dua dalam konstruksi keluarga yang partriaki.
"Kekerasan paling sederhana, misalnya istri dimarahi suami karena masakannya tak enak. Istri tak mau suaminya dilaporkan polisi. Buat mereka yang penting bapak (suami) jangan mukul," ia mencontohkan.
RUU PKS rencananya akan disahkan bersamaan dengan RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Keduanya ditargetkan rampung tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SCI)