Jakarta: Ada perubahan mekanisme hukuman mati di Indonesia setelah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana disahhkan. Pasal 100 UU Nomor 1 Tahun 2023 mengatur penjatuhan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun yang dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup, jika selama masa percobaan terpidana dianggap melakukan sikap dan perbuatan terpuji.
Wakil koordinator Bidang Advokasi KontraS Tioria Pretty menilai perubahan tersebut sebagai langkah maju. Dia memberikan dua catatan terhadap praktik peradilan pidana yang menangani perkara dengan ancaman hukuman mati yang selama ini berjalan.
"Integritas dan independensi hakim yang memutus perkara harus sepenuhnya memahami situasi perkara secara utuh, dan lepas dari tekanan termasuk opini publik," ujar Pretty dalam keterangan tertulis, Jumat, 19 Mei 2023.
Pretty mengatakan hukuman pidana mati bersifat irreversible, sehingga hakim seyogianya lebih sensitif untuk melihat adanya aspek-aspek lain dari yang ditampilkan di dalam persidangan. Hal ini untuk mencegah terjadinya unfair trial, seperti kemungkinan adanya penyiksaan (intimidasi) sebelum persidangan.
"Selain itu, perlu ada tolok ukur yang lebih objektif sebelum dapat menentukan apakah pelaku tindak pidana dapat dijatuhi dengan pidana mati,” tegas dia.
Pretty menambahkan penjatuhan pidana mati perlu didasarkan pada pertimbangan dari pelbagai aspek. Hakim juga perlu menilai bagaimana kondisi dari keluarga terdakwa dan faktor-faktor yang mungkin meringankannya.
Dia mendorong Mahkamah Agung segera membuat suatu pedoman pemidanaan sebagai rambu-rambu bagi majelis hakim sebelum menjatuhkan pidana mati. Sehingga dapat membawa rasa keadilan dan konsistensi penerapan hukuman mati di Tanah Air.
Dia menambahkan perubahan ini perlahan-lahan mengikis penggunaan pidana mati dalam sistem hukum Indonesia yang masih didukung sebagian besar masyarakat Indonesia
“Masih banyak (masyarakat Indonesia) yang mendukung penggunaan pidana mati, sehingga terobosan seperti ini juga perlu dibarengi dengan upaya edukasi dan sosialisasi. Meskipun beberapa hal harus terus dipantau ke depannya seperti timbulnya lapak-lapak suap baru dalam mendapat keterangan berkelakuan baik," ujar Pretty.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta: Ada perubahan mekanisme
hukuman mati di Indonesia setelah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana disahhkan. Pasal 100 UU Nomor 1 Tahun 2023 mengatur penjatuhan
pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun yang dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup, jika selama masa percobaan terpidana dianggap melakukan sikap dan perbuatan terpuji.
Wakil koordinator Bidang Advokasi KontraS Tioria Pretty menilai perubahan tersebut sebagai langkah maju. Dia memberikan dua catatan terhadap praktik peradilan pidana yang menangani perkara dengan ancaman hukuman mati yang selama ini berjalan.
"Integritas dan independensi hakim yang memutus perkara harus sepenuhnya memahami situasi perkara secara utuh, dan lepas dari tekanan termasuk opini publik," ujar Pretty dalam keterangan tertulis, Jumat, 19 Mei 2023.
Pretty mengatakan hukuman pidana mati bersifat
irreversible, sehingga hakim seyogianya lebih sensitif untuk melihat adanya aspek-aspek lain dari yang ditampilkan di dalam persidangan. Hal ini untuk mencegah terjadinya
unfair trial, seperti kemungkinan adanya penyiksaan (intimidasi) sebelum persidangan.
"Selain itu, perlu ada tolok ukur yang lebih objektif sebelum dapat menentukan apakah pelaku tindak pidana dapat dijatuhi dengan pidana mati,” tegas dia.
Pretty menambahkan penjatuhan pidana mati perlu didasarkan pada pertimbangan dari pelbagai aspek. Hakim juga perlu menilai bagaimana kondisi dari keluarga terdakwa dan faktor-faktor yang mungkin meringankannya.
Dia mendorong
Mahkamah Agung segera membuat suatu pedoman pemidanaan sebagai rambu-rambu bagi majelis hakim sebelum menjatuhkan pidana mati. Sehingga dapat membawa rasa keadilan dan konsistensi penerapan hukuman mati di Tanah Air.
Dia menambahkan perubahan ini perlahan-lahan mengikis penggunaan pidana mati dalam sistem hukum Indonesia yang masih didukung sebagian besar masyarakat Indonesia
“Masih banyak (masyarakat Indonesia) yang mendukung penggunaan pidana mati, sehingga terobosan seperti ini juga perlu dibarengi dengan upaya edukasi dan sosialisasi. Meskipun beberapa hal harus terus dipantau ke depannya seperti timbulnya lapak-lapak suap baru dalam mendapat keterangan berkelakuan baik," ujar Pretty.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)