medcom.id, Jakarta: Tim gabungan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Polda Metro Jaya mengamankan tiga orang terkait penipuan dengan modus mengaku sebagai anggota KPK. Satu orang telah menjadi tersangka dalam kasus tersebut.
"Diamankan tiga orang atas nama HRS, R, dan IBM. Namun, dari tiga orang itu yang berstatus tersangka adalah HRS yang dua statusnya masih saksi," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Krishna Murti dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (22/7/2016).
Menurut dia, kasus ini bermula dari pengaduan yang masuk ke KPK dari korban yang merasa diperas oleh pelaku. Pelaku tahu bila R, IBM, dan I sempat diperiksa KPK.
HRS kemudian mengancam dapat dijadikan tersangka pada korban. "Rabu, 20 juli ada orang (HRS) mengaku pegawai KPK, kepala bagian analis yang diduga melakukan penipuan dan pemerasan," jelas dia.
Kepada korban, pelaku bahkan mengaku dekat dengan pimpinan KPK. Ketua KPK Agus Rahardjo Cs bahkan disebut datang ke rumah pelaku saat Lebaran.
Pelaku mengaku dekat dengan penyidik dan pejabat struktural KPK. Pelaku pun menunjukkan surat perintah penyidikan terhadap anggota DPRD Sumatera Utara yang siap ditandatangani pimpinan KPK.
Korban pun dipaksa memberikan sejumlah uang. "Dalam perjanjian diminta serahkan Rp2,5 miliar, namun korban melaporkan ke KPK" jelas dia.
Sebagai uang muka, korban kemudian memberikan Rp50 juta kepada HRS melalui dua cara. Rp25 juta diberikan secara transfer dan sisanya secara tunai.
KPK dan Polda kemudian melakukan operasi tanggap tangan kepada pelaku pada Kamis 21 Juli pukul 21.00 WIB. HRS, R, dan IBM ditangkap di Pesona Khayangan, Depok.
Kediaman pelaku pun digeledah kemudian tim menyita beberapa barang bukti. Hasilnya, ditemukan uang Rp 25 juta, laptop, scanner, air soft gun, cap palsu KPK, handphone, dokumen, kartu anggota PWI, dan koran pemberantasan korupsi.
"Uang Rp 25 juta itu transaksi pancingan antara korban dan pelaku," jelas Krishna.
Kasus ini selanjutnya akan ditangani Polda Metro Jaya karena masuk dalam pidana umum. Sementara, tersangka dijerat pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen, 372 KUHP tentang penipuan dan penggelapan, serta 368 KUHP terkait pemerasan.
medcom.id, Jakarta: Tim gabungan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Polda Metro Jaya mengamankan tiga orang terkait penipuan dengan modus mengaku sebagai anggota KPK. Satu orang telah menjadi tersangka dalam kasus tersebut.
"Diamankan tiga orang atas nama HRS, R, dan IBM. Namun, dari tiga orang itu yang berstatus tersangka adalah HRS yang dua statusnya masih saksi," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Krishna Murti dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (22/7/2016).
Menurut dia, kasus ini bermula dari pengaduan yang masuk ke KPK dari korban yang merasa diperas oleh pelaku. Pelaku tahu bila R, IBM, dan I sempat diperiksa KPK.
HRS kemudian mengancam dapat dijadikan tersangka pada korban. "Rabu, 20 juli ada orang (HRS) mengaku pegawai KPK, kepala bagian analis yang diduga melakukan penipuan dan pemerasan," jelas dia.
Kepada korban, pelaku bahkan mengaku dekat dengan pimpinan KPK. Ketua KPK Agus Rahardjo Cs bahkan disebut datang ke rumah pelaku saat Lebaran.
Pelaku mengaku dekat dengan penyidik dan pejabat struktural KPK. Pelaku pun menunjukkan surat perintah penyidikan terhadap anggota DPRD Sumatera Utara yang siap ditandatangani pimpinan KPK.
Korban pun dipaksa memberikan sejumlah uang. "Dalam perjanjian diminta serahkan Rp2,5 miliar, namun korban melaporkan ke KPK" jelas dia.
Sebagai uang muka, korban kemudian memberikan Rp50 juta kepada HRS melalui dua cara. Rp25 juta diberikan secara transfer dan sisanya secara tunai.
KPK dan Polda kemudian melakukan operasi tanggap tangan kepada pelaku pada Kamis 21 Juli pukul 21.00 WIB. HRS, R, dan IBM ditangkap di Pesona Khayangan, Depok.
Kediaman pelaku pun digeledah kemudian tim menyita beberapa barang bukti. Hasilnya, ditemukan uang Rp 25 juta, laptop, scanner, air soft gun, cap palsu KPK, handphone, dokumen, kartu anggota PWI, dan koran pemberantasan korupsi.
"Uang Rp 25 juta itu transaksi pancingan antara korban dan pelaku," jelas Krishna.
Kasus ini selanjutnya akan ditangani Polda Metro Jaya karena masuk dalam pidana umum. Sementara, tersangka dijerat pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen, 372 KUHP tentang penipuan dan penggelapan, serta 368 KUHP terkait pemerasan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(Des)