medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sangsi dengan tudingan yang menyebut soal adanya pinjaman uang Rp5 miliar dari pengusaha Probosutedjo. Tudingan itu dinilai tak berdasar.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, tidak ada sekalipun soal peminjaman uang tersebut. Apalagi, terkait kasus suap kepada pegawai Mahkamah Agung (MA) itu sudah berkekuatan hukum tetap.
"Putusan atau kasus tersebut sudah berkekuatan hukum tetap. Itu kasus lama, sekitar tahun 2006," kata Febri di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, 4 September 2017.
Febri menjelaskan, dalam putusan itu, sejumlah pihak yang diajukan KPK ke pengadilan telah divonis bersalah. Bahkan, uang suap tersebut sudah dinyatakan pengadilan dirampas untuk negara.
Baca: KPK Dituding Pinjam Uang Probosutedjo untuk Menjebak Pegawai MA
Ia menambahkan, sepatutnya semua pihak menghormati putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Apalagi, dalam perjalanannya, kasus itu juga memeriksa ratusan saksi dan sudah terbukti di pengadilan.
Menurut Febri, tudingan itu malah terkesan janggal. "Kami juga bingung dengan tudingan yang tidak jelas tersebut," paparnya.
Tudingan tersebut bermula dari keterangan Indra Sahnun Lubis, pengacara Probosutedjo. Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan pansus hak angket KPK, Indra menyebut, penyidik lembaga antirasuah meminjam uang sejumlah Rp5 miliar dari Probo.
Menurut Indra, saat itu penyidik KPK mendatangi rumah adik mantan Presiden Soeharto itu. Dari keterangannya, uang Rp5 miliar tersebut untuk menjebak Probo.
"Jadi, uangnya itu ditaruh di meja. Itu dilakukan di rumahnya pada siang hari. Mereka sembunyi-sembunyi. Ada di balik kursi dan meja. Ketika orang MA datang, langsung orang KPK mengambil uang untuk tangkap tangan," beber Indra.
Terkait keterangan Indra tersebut, Febri mengimbau agar pihak-pihak berwenang, dalam hal ini pansus angket, untuk bisa lebih berhati-hati menerima informasi. Hal ini agar informasi yang diterima tidak parsial.
"Akan sangat aneh jika yang didengar hanya keterangan dari salah satu pihak. Lebih baik kita hormati proses hukum tersebut. Proses hukum sudah menjatuhi vonis bersalah, jadi lebih itu dihormati," tandas Febri.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/VNn6ED1N" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sangsi dengan tudingan yang menyebut soal adanya pinjaman uang Rp5 miliar dari pengusaha Probosutedjo. Tudingan itu dinilai tak berdasar.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, tidak ada sekalipun soal peminjaman uang tersebut. Apalagi, terkait kasus suap kepada pegawai Mahkamah Agung (MA) itu sudah berkekuatan hukum tetap.
"Putusan atau kasus tersebut sudah berkekuatan hukum tetap. Itu kasus lama, sekitar tahun 2006," kata Febri di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, 4 September 2017.
Febri menjelaskan, dalam putusan itu, sejumlah pihak yang diajukan KPK ke pengadilan telah divonis bersalah. Bahkan, uang suap tersebut sudah dinyatakan pengadilan dirampas untuk negara.
Baca: KPK Dituding Pinjam Uang Probosutedjo untuk Menjebak Pegawai MA
Ia menambahkan, sepatutnya semua pihak menghormati putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Apalagi, dalam perjalanannya, kasus itu juga memeriksa ratusan saksi dan sudah terbukti di pengadilan.
Menurut Febri, tudingan itu malah terkesan janggal. "Kami juga bingung dengan tudingan yang tidak jelas tersebut," paparnya.
Tudingan tersebut bermula dari keterangan Indra Sahnun Lubis, pengacara Probosutedjo. Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan pansus hak angket KPK, Indra menyebut, penyidik lembaga antirasuah meminjam uang sejumlah Rp5 miliar dari Probo.
Menurut Indra, saat itu penyidik KPK mendatangi rumah adik mantan Presiden Soeharto itu. Dari keterangannya, uang Rp5 miliar tersebut untuk menjebak Probo.
"Jadi, uangnya itu ditaruh di meja. Itu dilakukan di rumahnya pada siang hari. Mereka sembunyi-sembunyi. Ada di balik kursi dan meja. Ketika orang MA datang, langsung orang KPK mengambil uang untuk tangkap tangan," beber Indra.
Terkait keterangan Indra tersebut, Febri mengimbau agar pihak-pihak berwenang, dalam hal ini pansus angket, untuk bisa lebih berhati-hati menerima informasi. Hal ini agar informasi yang diterima tidak parsial.
"Akan sangat aneh jika yang didengar hanya keterangan dari salah satu pihak. Lebih baik kita hormati proses hukum tersebut. Proses hukum sudah menjatuhi vonis bersalah, jadi lebih itu dihormati," tandas Febri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)