medcom.id, Jakarta: Sembilan unit kerja eselon 1 (UKE 1) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, ternyata saweran buat menyuap auditor BPK RI. Tujuannya, agar BPK tidak memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian.
Masing-masing unit beri iuran bervariasi, mulai Rp15 juta hingga Rp60 juta. Uang hasil saweran diserahkan Irjen Kemendes PDTT, Sugito, dan anak buahnya Jarot Budi Prabowo ke auditor BPK RI.
Hal ini bermula dari surat Konsep Temuan Pemeriksaan atas Pemeriksaan Laporan Keuangan TA 2016 Kemendes PDTT pada April 2017 bernomor 17/LK-Kemendes /04/2017 yang menyatakan ada temuan dan Kemendes PDTT terancam mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian.
Baca: Suap untuk Menghapus Temuan Rp550 Miliar di Kemendes PDTT
Terdakwa Sugito dan Jarot kemudian sepakat menyetor uang jaminan ke pimpinan tim auditor pemeriksa, Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli. Mereka kemudian mengumpulkan sekretaris dan kepala biro keuangan dari masing-masing UKE 1 dengan sepengetahuan Sekretaris Jenderal Kemendes PDTT Anwar Sanusi.
Kode `atensi` untuk suap ke BPK RI pun disampaikan dalam pertemuan tersebut. "Terdakwa meminta adanya `atensi` dari seluruh UKE 1," kata Jaksa KPK Muhammad Asri Irwan dalam pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu 16 Agustus 2017.
Jarot yang memimpin rapat mengumpulkan uang yang nilainya mencapai Rp200 juta. Uang tersebut kemudian diserahkan ke Ali Sadli sebagai jaminan.
Uang `saweran` disebut berasal dari Direktorat Jenderal Daerah Tertentu), Ditjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Daerah, Ditjen Pengembangan Kawasan Transmigrasi dan Ditjen Pembangunan Kawasan Pedesaan masing-masing Rp15 juta.
Baca: Irjen Kemendes Didakwa Menyuap Auditor BPK
Kemudian Balai Latihan dan Informasi memberi Rp30 juta. Ditjen Penyiapan Kawasan Pembangunan dan Pengembangan Transmigrasi menyetor Rp10 juta.
Sementara itu Sekretaris Jenderal dan Inspektorat Jenderal mengumpulkan uang masing-masing Rp40 juta dan Rp60 juta. Uang diserahkan ke Ali pada 10 Mei 2017.
Setelah rapat Bidang di BPK pada 18 Mei 2017, terungkap ada temuan bermasalah senilai Rp550,46 miliar. Sugito meminta Jarot menyerahkan uang Rp40 juta yang berasal dari Ditjen Pembangunan Daerah Tertinggal sebesar Rp35 juta ditambah Rp5 juta dari kocek pribadi Jarot.
Uang tersebut diserahkan pada 26 Mei 2017. Tim KPK pun mencokok Jarot, Ali dan Rochmadi di kantor BPK. Sementara itu, Sugito ditangkap di Kantor Kemendes PDTT Kalibata, Jakarta Selatan.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/zNAjYonb" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Sembilan unit kerja eselon 1 (UKE 1) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, ternyata saweran buat menyuap auditor BPK RI. Tujuannya, agar BPK tidak memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian.
Masing-masing unit beri iuran bervariasi, mulai Rp15 juta hingga Rp60 juta. Uang hasil saweran diserahkan Irjen Kemendes PDTT, Sugito, dan anak buahnya Jarot Budi Prabowo ke auditor BPK RI.
Hal ini bermula dari surat Konsep Temuan Pemeriksaan atas Pemeriksaan Laporan Keuangan TA 2016 Kemendes PDTT pada April 2017 bernomor 17/LK-Kemendes /04/2017 yang menyatakan ada temuan dan Kemendes PDTT terancam mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian.
Baca:
Suap untuk Menghapus Temuan Rp550 Miliar di Kemendes PDTT
Terdakwa Sugito dan Jarot kemudian sepakat menyetor uang jaminan ke pimpinan tim auditor pemeriksa, Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli. Mereka kemudian mengumpulkan sekretaris dan kepala biro keuangan dari masing-masing UKE 1 dengan sepengetahuan Sekretaris Jenderal Kemendes PDTT Anwar Sanusi.
Kode `atensi` untuk suap ke BPK RI pun disampaikan dalam pertemuan tersebut. "Terdakwa meminta adanya `atensi` dari seluruh UKE 1," kata Jaksa KPK Muhammad Asri Irwan dalam pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu 16 Agustus 2017.
Jarot yang memimpin rapat mengumpulkan uang yang nilainya mencapai Rp200 juta. Uang tersebut kemudian diserahkan ke Ali Sadli sebagai jaminan.
Uang `saweran` disebut berasal dari Direktorat Jenderal Daerah Tertentu), Ditjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Daerah, Ditjen Pengembangan Kawasan Transmigrasi dan Ditjen Pembangunan Kawasan Pedesaan masing-masing Rp15 juta.
Baca:
Irjen Kemendes Didakwa Menyuap Auditor BPK
Kemudian Balai Latihan dan Informasi memberi Rp30 juta. Ditjen Penyiapan Kawasan Pembangunan dan Pengembangan Transmigrasi menyetor Rp10 juta.
Sementara itu Sekretaris Jenderal dan Inspektorat Jenderal mengumpulkan uang masing-masing Rp40 juta dan Rp60 juta. Uang diserahkan ke Ali pada 10 Mei 2017.
Setelah rapat Bidang di BPK pada 18 Mei 2017, terungkap ada temuan bermasalah senilai Rp550,46 miliar. Sugito meminta Jarot menyerahkan uang Rp40 juta yang berasal dari Ditjen Pembangunan Daerah Tertinggal sebesar Rp35 juta ditambah Rp5 juta dari kocek pribadi Jarot.
Uang tersebut diserahkan pada 26 Mei 2017. Tim KPK pun mencokok Jarot, Ali dan Rochmadi di kantor BPK. Sementara itu, Sugito ditangkap di Kantor Kemendes PDTT Kalibata, Jakarta Selatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)