medcom.id, Jakarta: Putusan vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara kepada Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama dinilai bermasalah. Setidaknya ada enam poin yang dianggap tidak wajar.
Pertama, sejak Ahok menjadi tersangka kasus penodaan agama hingga duduk di kursi terdakwa. Jaksa penuntut umum tidak menjebloskan Ahok ke dalam tahanan. Keputusan Ahok tidak ditahan lantaran gubernur DKI non aktif ini dinilai tidak akan melarikan diri, tidak menghilangkan barang bukti dan kooperatif.
Kini Ahok ditahan di Mako Brimob Kelapa Dua atas perintah majelis hakim. Sesaat sebelum sidang vonis ditutup, Ahok sudah menyatakan pengajuan banding. "Dengan demikian tidak ada alasan dan urgensi untuk melakukan penahanan terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)," kata Ketua DPP PDIP Bidang Hukum Trimedya Pandjaitan di kawasan Majapahit, Jakarta Pusat, Rabu 10 Mei 2017.
Kedua, perkara ini dinilai sangat kental dengan muatan politis. Trimedya mencium perkara Ahok sebagai pertarungan politik yang dibungkus dengan wadah hukum.
"Besarnya tekanan massa anti Ahok, massifnya gerakan-gerakan yang menyudutkan Ahok, yang diwarnai dengan isu-isu yang tidak lagi sehat, merupakan suatu bukti bahwa perkara Ahok, lebih dominan dengan perkara politik dibandingkan problematika yuridisnya," ujar Trimedya.
Ketiga, Majelis Hakim meyakini Ahok terbukti melanggar pasal 156a KUHP, sedangkan pasal tersebut sangat sulit dibuktikan. "Ahok tidak terbukti memiliki niat menista agama, hal tersebut tergambar dari fakta persidangan. Salah satunya keterangan ahli dan saksi fakta. Terungkap tidak ada niat Ahok untuk menistakan agama. Akan tetapi dalam putusan dengan asumsinya majelis menyatakan lain," ucap dia.
Keempat, Trimedya menegaskan bahwa JPU dalam tuntutannya menyatakan dakwaan pertama pasal 156a KUHP, tidak terbukti. JPU hanya dapat membuktikan dakwaan kedua pasal 157 KUHP.
"Akan tetapi majelis hakim menyatakan sebaliknya. Ahok justru terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan pertama pasal 156a KUHP. Yang tidak dituntut oleh JPU. Sungguh suatu hal yang tidak adil dan mengabaikan keadilan serta melanggar prinsip peradilan universal," tuturnya.
Kelima, Trimedya mengungkapkan dalam vonis ini tak ada sama sekali hal-hal yang meringankan Ahok. Padahal, kata Trimedya, Ahok banyak memiliki karya besar dalam pembangunan Jakarta.
"Semua nyata dan sudah menjadi pengetahuan umum sehingga merupakan notoir feiten yang tidak perlu dibuktikan lagi dan sudah terbukti dengan sendirinya," ucap dia.
Keenam, alasan penahanan Ahok dinilai sangat tidak objektif. Terbukti selama Ahok menyandang status tersangka dan terdakwa. "Ahok seorang gubernur aktif. Mau melarikan diri ke mana? Padahal juga sudah dicekal. Ahok sedang dalam proses persidangan yang tidak akan mengulangi perbuatannya," pungkas dia.
medcom.id, Jakarta: Putusan vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara kepada Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama dinilai bermasalah. Setidaknya ada enam poin yang dianggap tidak wajar.
Pertama, sejak Ahok menjadi tersangka kasus penodaan agama hingga duduk di kursi terdakwa. Jaksa penuntut umum tidak menjebloskan Ahok ke dalam tahanan. Keputusan Ahok tidak ditahan lantaran gubernur DKI non aktif ini dinilai tidak akan melarikan diri, tidak menghilangkan barang bukti dan kooperatif.
Kini Ahok ditahan di Mako Brimob Kelapa Dua atas perintah majelis hakim. Sesaat sebelum sidang vonis ditutup, Ahok sudah menyatakan pengajuan banding. "Dengan demikian tidak ada alasan dan urgensi untuk melakukan penahanan terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)," kata Ketua DPP PDIP Bidang Hukum Trimedya Pandjaitan di kawasan Majapahit, Jakarta Pusat, Rabu 10 Mei 2017.
Kedua, perkara ini dinilai sangat kental dengan muatan politis. Trimedya mencium perkara Ahok sebagai pertarungan politik yang dibungkus dengan wadah hukum.
"Besarnya tekanan massa anti Ahok, massifnya gerakan-gerakan yang menyudutkan Ahok, yang diwarnai dengan isu-isu yang tidak lagi sehat, merupakan suatu bukti bahwa perkara Ahok, lebih dominan dengan perkara politik dibandingkan problematika yuridisnya," ujar Trimedya.
Ketiga, Majelis Hakim meyakini Ahok terbukti melanggar pasal 156a KUHP, sedangkan pasal tersebut sangat sulit dibuktikan. "Ahok tidak terbukti memiliki niat menista agama, hal tersebut tergambar dari fakta persidangan. Salah satunya keterangan ahli dan saksi fakta. Terungkap tidak ada niat Ahok untuk menistakan agama. Akan tetapi dalam putusan dengan asumsinya majelis menyatakan lain," ucap dia.
Keempat, Trimedya menegaskan bahwa JPU dalam tuntutannya menyatakan dakwaan pertama pasal 156a KUHP, tidak terbukti. JPU hanya dapat membuktikan dakwaan kedua pasal 157 KUHP.
"Akan tetapi majelis hakim menyatakan sebaliknya. Ahok justru terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan pertama pasal 156a KUHP. Yang tidak dituntut oleh JPU. Sungguh suatu hal yang tidak adil dan mengabaikan keadilan serta melanggar prinsip peradilan universal," tuturnya.
Kelima, Trimedya mengungkapkan dalam vonis ini tak ada sama sekali hal-hal yang meringankan Ahok. Padahal, kata Trimedya, Ahok banyak memiliki karya besar dalam pembangunan Jakarta.
"Semua nyata dan sudah menjadi pengetahuan umum sehingga merupakan notoir feiten yang tidak perlu dibuktikan lagi dan sudah terbukti dengan sendirinya," ucap dia.
Keenam, alasan penahanan Ahok dinilai sangat tidak objektif. Terbukti selama Ahok menyandang status tersangka dan terdakwa. "Ahok seorang gubernur aktif. Mau melarikan diri ke mana? Padahal juga sudah dicekal. Ahok sedang dalam proses persidangan yang tidak akan mengulangi perbuatannya," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(Des)