Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan seluruh pihak terkait untuk mengembalikan uang rasuah pembangunan kampus IPDN tahap II Rokan Hilir, Provinsi Riau pada 2011. Beberapa perusahaan disebut menikmati uang dari kasus tersebut.
"Kami juga berharap pihak-pihak lain yang turut diuntungkan dan diperkaya sebagaimana putusan pengadilan dalam perkara korupsi ini kooperatif mengembalikan kepada kas negara melalui KPK," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Rabu, 2 Maret 2022.
Salah satu perusahaan yang diminta mengembalikan uang korupsi dalam kasus ini, yakni PT Hutama Karya (Persero) Tbk. Perusahaan badan usaha milik negara itu (BUMN) memiliki kewajiban untuk mengembalikan uang Rp40,8 miliar dalam kasus itu.
PT Hutama Karya (Persero) Tbk sudah berjanji akan kooperatif. KPK juga sudah menjelaskan cara pengembalian uangnya kepada perwakilan perusahaan pelat merah itu.
"KPK mengapresiasi kehadiran pihak PT HK (Hutama Karya) dimaksud sebagai wujud upaya optimalisasi asset recovery dan pemulihan kerugian keuangan negara akibat korupsi," ujar Ali.
Kasus ini menjerat mantan Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Setjen Kementerian Dalam Negeri, Dudy Jocom. Dia divonis hukuman empat tahun penjara. Dia juga diwajibkan membayar denda Rp100 juta subsider satu bulan kurungan.
Baca: KPK Panggil Dirut Hutama Karya Terkait Korupsi Pembangunan Kampus IPDN
Hakim menilai Dudy terbukti menerima suap Rp4,2 miliar dalam proyek pembangunan kampus IPDN Sumatra Barat. Dia bersama bekas General Manager Divisi Gedung PT Hutama Karya, Budi Rachmat Kurniawan, dinilai menyebabkan negara merugi Rp34 miliar.
Selain itu, hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti Rp4,2 miliar. Jika tidak dibayar dalam satu bulan setelah keputusan berkekuatan hukum tetap, harta Dudy disita untuk dilelang. Jika harta tidak cukup, dia akan dipidana penjara satu tahun.
Dudy dinilai turut serta mengatur pelaksanaan pelelangan, penerimaan pekerjaan, dan pembayaran proyek itu. Dia dinilai melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Jakarta:
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan seluruh pihak terkait untuk mengembalikan
uang rasuah pembangunan
kampus IPDN tahap II Rokan Hilir, Provinsi Riau pada 2011. Beberapa perusahaan disebut menikmati uang dari kasus tersebut.
"Kami juga berharap pihak-pihak lain yang turut diuntungkan dan diperkaya sebagaimana putusan pengadilan dalam perkara korupsi ini kooperatif mengembalikan kepada kas negara melalui KPK," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Rabu, 2 Maret 2022.
Salah satu perusahaan yang diminta mengembalikan uang korupsi dalam kasus ini, yakni PT Hutama Karya (Persero) Tbk. Perusahaan badan usaha milik negara itu (BUMN) memiliki kewajiban untuk mengembalikan uang Rp40,8 miliar dalam kasus itu.
PT Hutama Karya (Persero) Tbk sudah berjanji akan kooperatif. KPK juga sudah menjelaskan cara pengembalian uangnya kepada perwakilan perusahaan pelat merah itu.
"KPK mengapresiasi kehadiran pihak PT HK (Hutama Karya) dimaksud sebagai wujud upaya optimalisasi asset recovery dan pemulihan kerugian keuangan negara akibat korupsi," ujar Ali.
Kasus ini menjerat mantan Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Setjen Kementerian Dalam Negeri, Dudy Jocom. Dia divonis hukuman empat tahun penjara. Dia juga diwajibkan membayar denda Rp100 juta subsider satu bulan kurungan.
Baca:
KPK Panggil Dirut Hutama Karya Terkait Korupsi Pembangunan Kampus IPDN
Hakim menilai Dudy terbukti menerima suap Rp4,2 miliar dalam proyek pembangunan kampus IPDN Sumatra Barat. Dia bersama bekas General Manager Divisi Gedung PT Hutama Karya, Budi Rachmat Kurniawan, dinilai menyebabkan negara merugi Rp34 miliar.
Selain itu, hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti Rp4,2 miliar. Jika tidak dibayar dalam satu bulan setelah keputusan berkekuatan hukum tetap, harta Dudy disita untuk dilelang. Jika harta tidak cukup, dia akan dipidana penjara satu tahun.
Dudy dinilai turut serta mengatur pelaksanaan pelelangan, penerimaan pekerjaan, dan pembayaran proyek itu. Dia dinilai melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)