Jakarta: Pakar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran Romli Atmasasmita menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menindaklanjuti arahan Presiden Joko widodo (Jokowi) terkait nasib 75 pegawai KPK yang gagal tes wawancara kebangsaan (TWK). Arahan Jokowi bahkan berlaku bagi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) dan Badan Kepegawaian Negara.
"Yang menindaklanjuti petunjuk Presiden (Jokowi) bukan pimpinan KPK saja tetapi Menpan RB (Tjahjo Kumolo) dan Kepala BKN (Bima Haria Wibisana)," kata Romli kepada wartawan, Selasa, 25 Mei 2021.
Menurut Romli, tindak lanjut itu sejalan dengan tupoksi Kemenpan RB yang memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan pengangkatan, mutasi, dan juga promosi alih status pegawai KPK menjadi ASN. Tidak hanya itu, Romli menilai sikap pimpinan KPK dalam menonaktifkan ke-75 pegawai itu sudah benar.
"Sikap pimpinan KPK sudah benar tidak memberhentikan tetapi hanya memerintahkan serah terima tugas dan tanggung jawab ke-75 pegawai KPK yang gagal TWK kepada atasan mereka karena pemberhentian wewenang Kemenpan RB kecuali ada delegasi dari Menpan RB kepada pimpinan KPK untuk memberhentikan," kata dia.
Baca: Novel: Perjuangan Pemberantasan Korupsi Harus Dilakukan Hingga Akhir
Romli menilai aksi protes ke-75 pegawai KPK tersebut melawan hukum. "Saya tegaskan bahwa protes atas reaksi instruksi alih tugas dan tanggungjawab 75 pegawai KPK kepada atasan merupakan akibat hukum mereka tidak lulus TWK karena bagi yang lulus diberikan reward (R) bukan punishment (P) Jika tidak ada R dan P sama saja dengan tidak ada TWK jika TWK dinafikkan hasilnya sama saja dengan pelanggaran terhadap mandat UU ASN dan PP Alih tugas pegawai KPK menjadi ASN," kata dia.
Romli mengaku prihatin dengan sikap koalisi guru besar dan masyarakat anti korupsi terhadap dukungan ke-75 pegawai KPK tersebut. Apalagi, kata dia, sikap dan tuntutan tersebut tidak menghormati prinsip due process of law dan equality before the law.
"Saya prihatin dan malu atas sikap dan tuntutan tersebut karena juga diamini oleh segelintir guru besar yang merupakan kelompok cendekiawan dan bijaksana," tegas dia.
Jakarta: Pakar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran Romli Atmasasmita menilai
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menindaklanjuti arahan Presiden Joko widodo (Jokowi) terkait nasib 75 pegawai KPK yang gagal
tes wawancara kebangsaan (TWK). Arahan Jokowi bahkan berlaku bagi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) dan Badan Kepegawaian Negara.
"Yang menindaklanjuti petunjuk Presiden (Jokowi) bukan pimpinan KPK saja tetapi Menpan RB (Tjahjo Kumolo) dan Kepala BKN (Bima Haria Wibisana)," kata Romli kepada wartawan, Selasa, 25 Mei 2021.
Menurut Romli, tindak lanjut itu sejalan dengan tupoksi Kemenpan RB yang memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan pengangkatan, mutasi, dan juga promosi alih status pegawai KPK menjadi ASN. Tidak hanya itu, Romli menilai sikap pimpinan KPK dalam menonaktifkan ke-75 pegawai itu sudah benar.
"Sikap pimpinan KPK sudah benar tidak memberhentikan tetapi hanya memerintahkan serah terima tugas dan tanggung jawab ke-75 pegawai KPK yang gagal TWK kepada atasan mereka karena pemberhentian wewenang Kemenpan RB kecuali ada delegasi dari Menpan RB kepada pimpinan KPK untuk memberhentikan," kata dia.
Baca:
Novel: Perjuangan Pemberantasan Korupsi Harus Dilakukan Hingga Akhir
Romli menilai aksi protes ke-75 pegawai KPK tersebut melawan hukum. "Saya tegaskan bahwa protes atas reaksi instruksi alih tugas dan tanggungjawab 75 pegawai KPK kepada atasan merupakan akibat hukum mereka tidak lulus TWK karena bagi yang lulus diberikan
reward (R) bukan
punishment (P) Jika tidak ada R dan P sama saja dengan tidak ada TWK jika TWK dinafikkan hasilnya sama saja dengan pelanggaran terhadap mandat UU ASN dan PP Alih tugas pegawai KPK menjadi
ASN," kata dia.
Romli mengaku prihatin dengan sikap koalisi guru besar dan masyarakat anti korupsi terhadap dukungan ke-75 pegawai KPK tersebut. Apalagi, kata dia, sikap dan tuntutan tersebut tidak menghormati prinsip
due process of law dan
equality before the law.
"Saya prihatin dan malu atas sikap dan tuntutan tersebut karena juga diamini oleh segelintir guru besar yang merupakan kelompok cendekiawan dan bijaksana," tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)