medcom.id, Jakarta: Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigjen Pol Agus Rianto memastikan, penetapan tersangka vaksin palsu berdasarkan fakta hukum. Ia menampik penetapan status ini untuk memojokan sebuah profesi.
"Kebetulan saja yang bersangkutan dokter, kita juga tidak bisa memastikan (benar-benar terlibat). Ini masih dalam proses," kata Agus di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (20/7/2016).
Menurut Agus, meski telah ditetapkan sebagai tersangka, seseorang wajib dianggap tidak bersalah sampai ada keputusan hakim pengadilan yang menyatakan bersalah. Kepolisian, kata Agus, tetap memberikan hak-hak kepada mereka yang berperkara dalam kasus vaksin palsu ini.
"Apabila ada pihak yang merasa tidak sesuai, apabila menganggap ada kriminalisasi, ada prapradilan. Kita kedepankan asas praduga tak bersalah," kata Agus.
Agus menuturkan, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian telah menyampaikan intruksi agar berhati-hati dalam memproses hukum tersangka kasus vaksin palsu. Tak hanya pejabat Mabes Polri dan pimpinan satuan Kepolisian, penyidik Bareskrim Polri yang menangani kasus ini pun telah diingatkan untuk cermat dan teliti.
"Bapak Kapolri dalam kesempatan pertama mengingatkan kepada penyidik agar dalam setiap penanganan perkara agar selalu lebih cermat dan teliti, sehingga proses kedepan bisa mudah untuk dilalui," tuturnya.
Dalam berita sebelumnya, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyebut ada sebuah grand design yang ingin menyudutkan profesi dokter dan rumah sakit di Indonesia terkait pengungkapan vaksin palsu.
PB IDI akan terus mendampingi ketiga dokter yang diduga terlibat dalam kasus vaksin palsu. PB IDI percaya, ketiga dokter itu tidak secara sengaja memberikan vaksin palsu kepada pasiennya.
Jika nanti pada proses peradilan, ketiga dokter dinyatakan bersalah maka pihak PB IDI bakal memberikan sanksi. Namun, sebelum hal itu diputuskan, PB IDI bakal membela ketiga dokter tersebut.
Sanksi yang dapat diberikan pada ketiga dokter bisa masuk dalam masalah disiplin, etik, ataupun hukum. Jika dalam peradilan nanti ketiga dokter itu divonis bersalah, tentu pihak pengadilan dan Bareskrim yang memutuskan sanksi hukum.
Sementara, terkait sanksi disiplin dan etik, akan ada pemberian sanksi oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia (MKEK), dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). Jika ketiga dokter tersebut terbukti bersalah secara dispilin, MKDKI bisa saja memberikan sanksi berupa pencabutan izin praktek.
Sejauh ini, Bareskrim telah menetapkan 23 tersangka dalam kasus vaksin palsu. Dari 23 tersangka, tiga di antaranya merupakan dokter, yakni AR, H, dan I.
medcom.id, Jakarta: Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigjen Pol Agus Rianto memastikan, penetapan tersangka vaksin palsu berdasarkan fakta hukum. Ia menampik penetapan status ini untuk memojokan sebuah profesi.
"Kebetulan saja yang bersangkutan dokter, kita juga tidak bisa memastikan (benar-benar terlibat). Ini masih dalam proses," kata Agus di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (20/7/2016).
Menurut Agus, meski telah ditetapkan sebagai tersangka, seseorang wajib dianggap tidak bersalah sampai ada keputusan hakim pengadilan yang menyatakan bersalah. Kepolisian, kata Agus, tetap memberikan hak-hak kepada mereka yang berperkara dalam kasus vaksin palsu ini.
"Apabila ada pihak yang merasa tidak sesuai, apabila menganggap ada kriminalisasi, ada prapradilan. Kita kedepankan asas praduga tak bersalah," kata Agus.
Agus menuturkan, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian telah menyampaikan intruksi agar berhati-hati dalam memproses hukum tersangka kasus vaksin palsu. Tak hanya pejabat Mabes Polri dan pimpinan satuan Kepolisian, penyidik Bareskrim Polri yang menangani kasus ini pun telah diingatkan untuk cermat dan teliti.
"Bapak Kapolri dalam kesempatan pertama mengingatkan kepada penyidik agar dalam setiap penanganan perkara agar selalu lebih cermat dan teliti, sehingga proses kedepan bisa mudah untuk dilalui," tuturnya.
Dalam berita sebelumnya, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyebut ada sebuah grand design yang ingin menyudutkan profesi dokter dan rumah sakit di Indonesia terkait pengungkapan vaksin palsu.
PB IDI akan terus mendampingi ketiga dokter yang diduga terlibat dalam kasus vaksin palsu. PB IDI percaya, ketiga dokter itu tidak secara sengaja memberikan vaksin palsu kepada pasiennya.
Jika nanti pada proses peradilan, ketiga dokter dinyatakan bersalah maka pihak PB IDI bakal memberikan sanksi. Namun, sebelum hal itu diputuskan, PB IDI bakal membela ketiga dokter tersebut.
Sanksi yang dapat diberikan pada ketiga dokter bisa masuk dalam masalah disiplin, etik, ataupun hukum. Jika dalam peradilan nanti ketiga dokter itu divonis bersalah, tentu pihak pengadilan dan Bareskrim yang memutuskan sanksi hukum.
Sementara, terkait sanksi disiplin dan etik, akan ada pemberian sanksi oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia (MKEK), dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). Jika ketiga dokter tersebut terbukti bersalah secara dispilin, MKDKI bisa saja memberikan sanksi berupa pencabutan izin praktek.
Sejauh ini, Bareskrim telah menetapkan 23 tersangka dalam kasus vaksin palsu. Dari 23 tersangka, tiga di antaranya merupakan dokter, yakni AR, H, dan I.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)