medcom.id, Jakarta: Andro Supriyanto dan Nurdin Priyanto masih ingat betul kejadian pahit yang menimpa mereka pada akhir Juni 2013. Dua pemuda yang berprofesi pengamen itu tiba-tiba disergap dan digelandang polisi karena dituduh membunuh.
Nurdin sebenarnya malas mengingat kejadian pahit itu. Dia mengaku trauma dengan perlakuan yang diterimanya dari polisi.
Saat ditangkap, Nurdin mengaku sedang tertidur di sebuah warnet kawasan Parung, Bogor, Jawa Barat. "Lagi tidur, dijambak, ditarik, dinjek-injek, diseret, dibawa ke mobil, tangan saya diiket," kata Nurdin sambil menahan tangis usai sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa, 9 Agustus 2016.
Berkali-kali Andro dan Nurdin meyakinkan polisi kalau mereka bukan pembunuh. Polisi bergeming. Keduanya tetap digiring ke Polda Metro Jaya.
Dua pengamen Cipulir itu kembali menerima kekerasan serupa saat di ruang penyidik. Bahkan, Nurdin mengaku disetrum agar mengaku membunuh Dicky Maulana.
"Suruh mandi, bersih-bersih. Abis itu masuk lagi, dipukulin lagi. Badan saya disetrum, dipaksa ngaku terus," imbuh dia.
Kisah Andro beda lagi. Polisi mulanya bilang pada Andro kalau ia digiring ke Mapolsek Kebayoran Lama hanya sebagai saksi. Posisi Andro saat dicokok memang tidak jauh dari lokasi pembunuhan.
Tapi, alih-alih hanya jadi saksi, Andro tak kunjung dipulangkan oleh polisi. "Sampai Maghrib di Polsek," kata Andro.
Saat di Polda, Andro bertemu Nurdin. Menurut Andro, mulut Nurdin saat itu dalam kondisi terlakban di ruangan penyidik.
Serupa dengan Nurdin, Andro juga dipaksa mengaku sebagai pembunuh oleh polisi. "Dipukulin juga," kata Andro.
(Baca: Ini Kronologis Salah Tangkap Pengamen Cipulir)
Tak kuat dengan kekerasan yang mereka terima, Andro dan Nurdin terpaksa mengaku sebagai pembunuh Dicky. Keduanya pun masuk bui.
Dua pengamen Cipulir saat menjalani sidang -- MTVN/Arga Sumantri
Mereka terus diproses hukum hingga meja hijau. Sampai akhirnya, pada 1 Oktober 2013, keduanya divonis tujuh tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Namun, banding di tingkat Pengadilan Tinggi memutuskan keduanya tidak bersalah dan harus dibebaskan. Jaksa sempat tak terima dan mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung. Putusan Kasasi Mahkamah Agung justru menguatkan putusan kalau Andro dan Nurdin tidak bersalah.
Terbukti tak bersalah secara hukum, keduanya menggugat balik kepolisian dan kejaksaan. Mereka minta ganti rugi atas perlakuan yang diterimanya. Didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, keduanya berani menggugat para penegak hukum lewat praperadilan.
(Baca: Pengamen Gugat Rp 1 M Polda Metro Jaya & Kejati DKI Jakarta)
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akhirnya mengabulkan sebagian gugatan Andro dan Nurdin. Dari nilai total gugatan ganti rugi Rp1 miliar, hakim tunggal Totok Sapti Indarto mengabulkan hanya Rp72 juta. Tapi, tetap saja, negara harus mengeluarkan duit akibat kecerobohan yang dilakukan polisi dan jaksa.
Dampak Sosial
Duit ganti rugi boleh jadi tak bisa membayar nama baik kedua anak muda itu. Mereka kadung dicap negatif sebagai mantan narapidana dan pembunuh.
"Tetangga pada jauh sekarang," ungkap Nurdin.
Andro dan Nurdin juga mengaku sulit mencari kerja. Sebelum ada peristiwa salah tangkap, biasanya ada tetangga atau kerabat mengajak bekerja serabutan. Tapi sekarang, tak ada satupun yang mau mengajak mereka berdua kerja.
"Akhirnya kita ngamen lagi," kata Andro.
Keluarga Kena Imbas
Ibunda Andro, Marni, juga kena imbas. Cibiran negatif kerap didapati Marni dari lingkungan tempat tinggalnya.
Andro Supriyanto dan ibunya (Marni) serta Nurdin Priyanto -- MTVN/Arga Sumantri
Usiran halus dari warga dan pemilik kontrakan pernah dirasakan Marni. Wanita paruh baya itu pun memilih minggat dari kontrakannya di Kampung Poncol, Cipadu, Bogor, ke daerah Kampung Gaga, Bogor.
"Alasan (ngusir) halusnya mau dibetulin kontrakannya," kata Marni.
Andro dan Nurdin boleh jadi bisa bernafas lega sekarang. Meski dikabulkan sebagian, setidaknya mereka bisa membuktikan kalau mereka tidak bersalah.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan Negara harus membayar ganti rugi buat keduanya atas kasus salah tangkap senilai Rp72 juta. Jumlah itu jauh dari nilai gugatan Andro dan Nurdin yang senilai Rp1 miliar. Andro dan Nurdin mengaku ingin menggunakan duit itu buat modal usaha. Mereka tak ingin lagi berkeliaran mengamen di jalan.
medcom.id, Jakarta: Andro Supriyanto dan Nurdin Priyanto masih ingat betul kejadian pahit yang menimpa mereka pada akhir Juni 2013. Dua pemuda yang berprofesi pengamen itu tiba-tiba disergap dan digelandang polisi karena dituduh membunuh.
Nurdin sebenarnya malas mengingat kejadian pahit itu. Dia mengaku trauma dengan perlakuan yang diterimanya dari polisi.
Saat ditangkap, Nurdin mengaku sedang tertidur di sebuah warnet kawasan Parung, Bogor, Jawa Barat. "Lagi tidur, dijambak, ditarik, dinjek-injek, diseret, dibawa ke mobil, tangan saya diiket," kata Nurdin sambil menahan tangis usai sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa, 9 Agustus 2016.
Berkali-kali Andro dan Nurdin meyakinkan polisi kalau mereka bukan pembunuh. Polisi bergeming. Keduanya tetap digiring ke Polda Metro Jaya.
Dua pengamen Cipulir itu kembali menerima kekerasan serupa saat di ruang penyidik. Bahkan, Nurdin mengaku disetrum agar mengaku membunuh Dicky Maulana.
"Suruh mandi, bersih-bersih. Abis itu masuk lagi, dipukulin lagi. Badan saya disetrum, dipaksa ngaku terus," imbuh dia.
Kisah Andro beda lagi. Polisi mulanya bilang pada Andro kalau ia digiring ke Mapolsek Kebayoran Lama hanya sebagai saksi. Posisi Andro saat dicokok memang tidak jauh dari lokasi pembunuhan.
Tapi, alih-alih hanya jadi saksi, Andro tak kunjung dipulangkan oleh polisi. "Sampai Maghrib di Polsek," kata Andro.
Saat di Polda, Andro bertemu Nurdin. Menurut Andro, mulut Nurdin saat itu dalam kondisi terlakban di ruangan penyidik.
Serupa dengan Nurdin, Andro juga dipaksa mengaku sebagai pembunuh oleh polisi. "Dipukulin juga," kata Andro.
(Baca: Ini Kronologis Salah Tangkap Pengamen Cipulir)
Tak kuat dengan kekerasan yang mereka terima, Andro dan Nurdin terpaksa mengaku sebagai pembunuh Dicky. Keduanya pun masuk bui.
Dua pengamen Cipulir saat menjalani sidang -- MTVN/Arga Sumantri
Mereka terus diproses hukum hingga meja hijau. Sampai akhirnya, pada 1 Oktober 2013, keduanya divonis tujuh tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Namun, banding di tingkat Pengadilan Tinggi memutuskan keduanya tidak bersalah dan harus dibebaskan. Jaksa sempat tak terima dan mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung. Putusan Kasasi Mahkamah Agung justru menguatkan putusan kalau Andro dan Nurdin tidak bersalah.
Terbukti tak bersalah secara hukum, keduanya menggugat balik kepolisian dan kejaksaan. Mereka minta ganti rugi atas perlakuan yang diterimanya. Didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, keduanya berani menggugat para penegak hukum lewat praperadilan.
(Baca: Pengamen Gugat Rp 1 M Polda Metro Jaya & Kejati DKI Jakarta)
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akhirnya mengabulkan sebagian gugatan Andro dan Nurdin. Dari nilai total gugatan ganti rugi Rp1 miliar, hakim tunggal Totok Sapti Indarto mengabulkan hanya Rp72 juta. Tapi, tetap saja, negara harus mengeluarkan duit akibat kecerobohan yang dilakukan polisi dan jaksa.
Dampak Sosial
Duit ganti rugi boleh jadi tak bisa membayar nama baik kedua anak muda itu. Mereka kadung dicap negatif sebagai mantan narapidana dan pembunuh.
"Tetangga pada jauh sekarang," ungkap Nurdin.
Andro dan Nurdin juga mengaku sulit mencari kerja. Sebelum ada peristiwa salah tangkap, biasanya ada tetangga atau kerabat mengajak bekerja serabutan. Tapi sekarang, tak ada satupun yang mau mengajak mereka berdua kerja.
"Akhirnya kita ngamen lagi," kata Andro.
Keluarga Kena Imbas
Ibunda Andro, Marni, juga kena imbas. Cibiran negatif kerap didapati Marni dari lingkungan tempat tinggalnya.
Andro Supriyanto dan ibunya (Marni) serta Nurdin Priyanto -- MTVN/Arga Sumantri
Usiran halus dari warga dan pemilik kontrakan pernah dirasakan Marni. Wanita paruh baya itu pun memilih minggat dari kontrakannya di Kampung Poncol, Cipadu, Bogor, ke daerah Kampung Gaga, Bogor.
"Alasan (ngusir) halusnya mau dibetulin kontrakannya," kata Marni.
Andro dan Nurdin boleh jadi bisa bernafas lega sekarang. Meski dikabulkan sebagian, setidaknya mereka bisa membuktikan kalau mereka tidak bersalah.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan Negara harus membayar ganti rugi buat keduanya atas kasus salah tangkap senilai Rp72 juta. Jumlah itu jauh dari nilai gugatan Andro dan Nurdin yang senilai Rp1 miliar. Andro dan Nurdin mengaku ingin menggunakan duit itu buat modal usaha. Mereka tak ingin lagi berkeliaran mengamen di jalan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NIN)