Jakarta: Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berkomitmen melindungi mahasiswa yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus magang ke Jerman melalui program magang (ferien job). Namun, para korban diminta melapor ke LPSK.
"LPSK berharap kepada para korban untuk mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK," kata Wakil Ketua LPSK Antonius PS. Wibowo melalui keterangan tertulis, Sabtu, 6 April 2024.
Antonius menyampaikan para korban harus menyampaikan pengajuan perlindungan kepada korban. Sebab, perlindungan yang diberikan bersifat sukarela berdasarkan keinginan para korban.
Berdasarkan informasi dari Biro Penelahaan Permohonan (BPP) LPSK, baru sembilan mahasiswa yang mengajukan permohonan perlindungan per Jumat 6 April 2024. Padahal, jumlah mahasiswa yang menjadi korban TPPO mencapai ribuan.
"Sampai dengan saat ini, masih banyak korban yang belum ajukan permohonan perlindungan," ungkap dia.
Selain itu, dia menyampaikan perlindungan yang akan diberikan yaitu fasilitas restitusi. Fasilitas tersebut bisa membantu korban memperjuangkan pengembalian kerugian berupa utang keapda pihak universitas.
"(Utang) untuk keperluan tiket pesawat, cek kesehatan, visa, dan lainnya," ujar dia.
Kasus TPPO ini merupakan modus baru yang berhasil diungkap Dittipidum Bareskrim Polri. Penyidikan dilakukan berdasarkan laporan dari KBRI Jerman setelah menerima aduan dari empat mahasiswa yang menjadi korban.
Dari keterangan KBRI Jerman, ada 33 universitas yang terlibat dalam program ini. Dengan mahasiswa yang tereksploitasi sebanyak 1.047 orang. Mereka bukan kerja magang melainkan menjadi kuli panggul di negara Eropa itu.
Sihol ditetapkan tersangka bersama empat orang lainnya. Namun, Sihol bersama dua lainnya AZ, 52 dan MZ, 60 tidak ditahan melainkan hanya dikenakan wajib lapor.
Sementara itu, dua tersangka ER alias EW, 39 dan A alias AE, 37 yang merupakan agen dari PT SHB dan CVGEN masuk daftar pencarian orang (DPO) karena tak memenuhi panggilan polisi dan masih berada di Jerman.
Sihol dan keempat tersangka dijerat Pasal 4 Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan TPPO, dengan ancaman paling lama 15 tahun penjara dan denda Rp600 juta. Lalu Pasal 81 UU No 17 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak Rp15 miliar.
Jakarta: Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (
LPSK) berkomitmen melindungi mahasiswa yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (
TPPO) dengan modus magang ke Jerman melalui program magang (
ferien job). Namun, para korban diminta melapor ke LPSK.
"LPSK berharap kepada para korban untuk mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK," kata Wakil Ketua LPSK Antonius PS. Wibowo melalui keterangan tertulis, Sabtu, 6 April 2024.
Antonius menyampaikan para korban harus menyampaikan pengajuan perlindungan kepada korban. Sebab, perlindungan yang diberikan bersifat sukarela berdasarkan keinginan para korban.
Berdasarkan informasi dari Biro Penelahaan Permohonan (BPP) LPSK, baru sembilan
mahasiswa yang mengajukan permohonan perlindungan per Jumat 6 April 2024. Padahal, jumlah mahasiswa yang menjadi korban TPPO mencapai ribuan.
"Sampai dengan saat ini, masih banyak korban yang belum ajukan permohonan perlindungan," ungkap dia.
Selain itu, dia menyampaikan perlindungan yang akan diberikan yaitu fasilitas restitusi. Fasilitas tersebut bisa membantu korban memperjuangkan pengembalian kerugian berupa utang keapda pihak universitas.
"(Utang) untuk keperluan tiket pesawat, cek kesehatan, visa, dan lainnya," ujar dia.
Kasus TPPO ini merupakan modus baru yang berhasil diungkap Dittipidum Bareskrim Polri. Penyidikan dilakukan berdasarkan laporan dari KBRI Jerman setelah menerima aduan dari empat mahasiswa yang menjadi korban.
Dari keterangan KBRI Jerman, ada 33 universitas yang terlibat dalam program ini. Dengan mahasiswa yang tereksploitasi sebanyak 1.047 orang. Mereka bukan kerja magang melainkan menjadi kuli panggul di negara Eropa itu.
Sihol ditetapkan tersangka bersama empat orang lainnya. Namun, Sihol bersama dua lainnya AZ, 52 dan MZ, 60 tidak ditahan melainkan hanya dikenakan wajib lapor.
Sementara itu, dua tersangka ER alias EW, 39 dan A alias AE, 37 yang merupakan agen dari PT SHB dan CVGEN masuk daftar pencarian orang (DPO) karena tak memenuhi panggilan polisi dan masih berada di Jerman.
Sihol dan keempat tersangka dijerat Pasal 4 Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan TPPO, dengan ancaman paling lama 15 tahun penjara dan denda Rp600 juta. Lalu Pasal 81 UU No 17 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak Rp15 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABK)