Jakarta: Pengacara Edhy Prabowo, Soesilo Aribowo, membenarkan kliennya dekat dengan dua atlet bulu tangkis. Kedekatan diklaim sekadar olahraga bersama.
"Bellaetrix Manuputty salah satunya, kemudian salah satunya lagi saya lupa, ada dua, sering bermain lah, artinya olahraga ya," kata Soesilo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 30 Desember 2020.
Soesilo membantah Edhy punya kedekatan khusus dengan dua pemain bulu tangkis itu. Edhy kenal dua orang itu karena hobi bermain bulu tangkis.
"Itu memang berkawan sama Pak Edhy, berkawan sebelum jadi menteri, beliau kan suka badminton, itu saja," ujar Soesilo.
Sementara itu, Soesilo belum mengetahui adanya aliran dana haram yang diberikan Edhy ke dua pemain bulu tangkis itu. Edhy belum cerita banyak dengannya.
"Belum terkonfirmasi banyak gitu," tuturnya.
Sebelumnya, beredar kabar sejumlah uang hasil korupsi mantan Menteri Perikanan dan Kelautan Edhy Prabowo yang diberikan ke dua pemain bulu tangkis. Namun, nama pemain itu sumir.
Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka bersama enam orang lainnya. Sebanyak enam tersangka diduga menerima suap. Mereka adalah Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri dan Andreau Pribadi Misanta, pengurus PT ACK Siswadi, istri Staf Menteri KP Ainul Faqih, Amiril Mukminin, serta Edhy Prabowo.
Seorang tersangka diduga sebagai pemberi, yakni Direktur PT DPP Suharjito. Edhy diduga menerima Rp3,4 miliar dan US$100 ribu dalam korupsi tersebut. Sebagian uang digunakan Edhy Prabowo untuk berbelanja bersama istri, Andreau, dan Safri ke Honolulu, Hawaii.
Diduga, ada monopoli yang dilakukan KKP dalam kasus ini. Sebab ekspor benih lobster hanya bisa dilakukan melalui PT ACK dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor.
Penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Jakarta: Pengacara
Edhy Prabowo, Soesilo Aribowo, membenarkan kliennya dekat dengan dua atlet bulu tangkis. Kedekatan diklaim sekadar olahraga bersama.
"Bellaetrix Manuputty salah satunya, kemudian salah satunya lagi saya lupa, ada dua, sering bermain lah, artinya olahraga ya," kata Soesilo di Gedung Merah Putih
KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 30 Desember 2020.
Soesilo membantah Edhy punya kedekatan khusus dengan dua pemain bulu tangkis itu. Edhy kenal dua orang itu karena hobi bermain bulu tangkis.
"Itu memang berkawan sama Pak Edhy, berkawan sebelum jadi menteri, beliau kan suka badminton, itu saja," ujar Soesilo.
Sementara itu, Soesilo belum mengetahui adanya aliran dana haram yang diberikan Edhy ke dua pemain bulu tangkis itu. Edhy belum cerita banyak dengannya.
"Belum terkonfirmasi banyak gitu," tuturnya.
Sebelumnya, beredar kabar sejumlah uang hasil
korupsi mantan Menteri Perikanan dan Kelautan Edhy Prabowo yang diberikan ke dua pemain bulu tangkis. Namun, nama pemain itu sumir.
Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka bersama enam orang lainnya. Sebanyak enam tersangka diduga menerima suap. Mereka adalah Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri dan Andreau Pribadi Misanta, pengurus PT ACK Siswadi, istri Staf Menteri KP Ainul Faqih, Amiril Mukminin, serta Edhy Prabowo.
Seorang tersangka diduga sebagai pemberi, yakni Direktur PT DPP Suharjito. Edhy diduga menerima Rp3,4 miliar dan US$100 ribu dalam korupsi tersebut. Sebagian uang digunakan Edhy Prabowo untuk berbelanja bersama istri, Andreau, dan Safri ke Honolulu, Hawaii.
Diduga, ada monopoli yang dilakukan KKP dalam kasus ini. Sebab ekspor benih lobster hanya bisa dilakukan melalui PT ACK dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor.
Penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)