Jakarta: Terpidana kasus penyalahgunaan dana operasionl menteri (DOM) Jero Wacik menilai ada kekhilafan hakim saat memutuskan dirinya bersalah. Ia menilai, keputusan itu merugikannya.
"Ada kekeliruan hakim yang nyata dalam peradilan baik di pengadilan negeri maupun di pengadilan Mahkamah Agung," kata Jero membacakan permohonan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 22 Juli 2018.
Dalam mengajukan PK, mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu mengajukan sejumlah bukti baru atau novum. Poin kekhilafan hakim di atas menjadi yang pertama.
Menurut Jero, poin kekhilafan hakim ditemukan dalam kesaksian Sekjen ESDM saat itu, Waryono Karno. Menurut Jero, dalam kesaksiannya Waryono menyatakan tidak ada pemerasan yang dilakukan Jero kepada anak buahnya di Kementeria ESDM.
Kemudian, novum lainnya, yakni soal tak adanya laporan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap penggunaan DOM olehnya. Ia juga menjabarkan, dalam Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 268/PMK.05/2014, disebutkan DOM boleh dipergunakan menteri secara lumpsum.
Tidak hanya itu, Jero juga mencantumkan kesaksian Wakil Presiden Jusuf Kalla saat itu. Menurut Jero, JK dalam keterangannya sebagai saksi di persidangan menguatkan argumennya.
"Kesaksikan Pak Jusuf Kalla yang menyatakan Permenkeu Tahun 2014 pengambilan DOM oleh Jero Wacik sudah sesuai peraturan, mestinya saya tidak dihukum," tegas dia.
Baca: Jero Wacik Divonis 4 Tahun Penjara
Tidak hanya itu, Jero juga mencantumkan mengenai instruksi Presiden Jokowi soal kebijakan diskresi dan kesalahan administrasi yang tidak bisa dipidana. Menurutnya, penggunaan DOM olehnya sesuai aturan, jika hal ini dimasukan pidana, Jero menilai ada pihak-pihak yang sengaja mencari kesalahannya.
Terkait kasus gratifikasi, Jero menyebut hal itu tidak terbukti. Sebab, acara di Hotel Darmawangsa beberapa waktu lalu bukan perayaan ulang tahun, melainkan peluncuran buku 10 tokoh.
Acara itu dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wapres Boediono, eks Wapres JK, para mantan menteri, dan Jokowi yang masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Selain itu, terkait hal di atas, ia menyinggung kesaksian SBY secara tertulis yang dibacakan oleh hakim. "Beliau bersaksi meringankan, tidak masuk akal dan aneh hakim mengabaikan kesaksian beliau itu notabene Presiden," ujar dia.
Jero Wacik sebelumnya divonis empat tahun penjara oleh pengadilan tingkat pertama. Putusan tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK, sembilan tahun. Tak terima dengan putusan tersebut kemudian jaksa mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi.
Di Pengadilan Tinggi, banding jaksa ditolak. Jaksa kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan hukuman Jero akhirnya diperberat menjadi delapan tahun.
Jero dijerat dengan dakwaan berlapis. Dakwaan pertama, Jero selaku Menteri Kebudayaan dan Pariwisata didakwa menyalahgunakan dana operasional menteri (DOM) hingga miliaran rupiah untuk memperkaya diri sendiri dan keluarganya.
Dakwaan kedua, Jero melakukan pemerasan dengan cara memaksa anak buahnya melakukan pengumpulan uang yang berasal dari kickback rekanan pengadaan. Jumlahnya hingga Rp10,38 miliar yang kemudian digunakan Jero untuk memenuhi keperluan pribadi.
Dakwaan ketiga, Jero diduga menerima gratifikasi terkait jabatannya sebagai Menteri ESDM dalam bentuk pembayaran pesta ulang tahun oleh seorang pengusaha yang digelar pada 24 April 2012 di Hotel Dharmawangsa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Total gratifikasi yang diterima berjumlah Rp349 juta.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/yKX5WG6N" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Terpidana kasus penyalahgunaan dana operasionl menteri (DOM) Jero Wacik menilai ada kekhilafan hakim saat memutuskan dirinya bersalah. Ia menilai, keputusan itu merugikannya.
"Ada kekeliruan hakim yang nyata dalam peradilan baik di pengadilan negeri maupun di pengadilan Mahkamah Agung," kata Jero membacakan permohonan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 22 Juli 2018.
Dalam mengajukan PK, mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu mengajukan sejumlah bukti baru atau novum. Poin kekhilafan hakim di atas menjadi yang pertama.
Menurut Jero, poin kekhilafan hakim ditemukan dalam kesaksian Sekjen ESDM saat itu, Waryono Karno. Menurut Jero, dalam kesaksiannya Waryono menyatakan tidak ada pemerasan yang dilakukan Jero kepada anak buahnya di Kementeria ESDM.
Kemudian, novum lainnya, yakni soal tak adanya laporan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap penggunaan DOM olehnya. Ia juga menjabarkan, dalam Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 268/PMK.05/2014, disebutkan DOM boleh dipergunakan menteri secara lumpsum.
Tidak hanya itu, Jero juga mencantumkan kesaksian Wakil Presiden Jusuf Kalla saat itu. Menurut Jero, JK dalam keterangannya sebagai saksi di persidangan menguatkan argumennya.
"Kesaksikan Pak Jusuf Kalla yang menyatakan Permenkeu Tahun 2014 pengambilan DOM oleh Jero Wacik sudah sesuai peraturan, mestinya saya tidak dihukum," tegas dia.
Baca: Jero Wacik Divonis 4 Tahun Penjara
Tidak hanya itu, Jero juga mencantumkan mengenai instruksi Presiden Jokowi soal kebijakan diskresi dan kesalahan administrasi yang tidak bisa dipidana. Menurutnya, penggunaan DOM olehnya sesuai aturan, jika hal ini dimasukan pidana, Jero menilai ada pihak-pihak yang sengaja mencari kesalahannya.
Terkait kasus gratifikasi, Jero menyebut hal itu tidak terbukti. Sebab, acara di Hotel Darmawangsa beberapa waktu lalu bukan perayaan ulang tahun, melainkan peluncuran buku 10 tokoh.
Acara itu dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wapres Boediono, eks Wapres JK, para mantan menteri, dan Jokowi yang masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Selain itu, terkait hal di atas, ia menyinggung kesaksian SBY secara tertulis yang dibacakan oleh hakim. "Beliau bersaksi meringankan, tidak masuk akal dan aneh hakim mengabaikan kesaksian beliau itu notabene Presiden," ujar dia.
Jero Wacik sebelumnya divonis empat tahun penjara oleh pengadilan tingkat pertama. Putusan tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK, sembilan tahun. Tak terima dengan putusan tersebut kemudian jaksa mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi.
Di Pengadilan Tinggi, banding jaksa ditolak. Jaksa kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan hukuman Jero akhirnya diperberat menjadi delapan tahun.
Jero dijerat dengan dakwaan berlapis. Dakwaan pertama, Jero selaku Menteri Kebudayaan dan Pariwisata didakwa menyalahgunakan dana operasional menteri (DOM) hingga miliaran rupiah untuk memperkaya diri sendiri dan keluarganya.
Dakwaan kedua, Jero melakukan pemerasan dengan cara memaksa anak buahnya melakukan pengumpulan uang yang berasal dari
kickback rekanan pengadaan. Jumlahnya hingga Rp10,38 miliar yang kemudian digunakan Jero untuk memenuhi keperluan pribadi.
Dakwaan ketiga, Jero diduga menerima gratifikasi terkait jabatannya sebagai Menteri ESDM dalam bentuk pembayaran pesta ulang tahun oleh seorang pengusaha yang digelar pada 24 April 2012 di Hotel Dharmawangsa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Total gratifikasi yang diterima berjumlah Rp349 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)