Jakarta: Terdakwa pemerkosaan terhadap 13 santriwati di Kota Bandung, Herry Wirawan dituntut hukuman kebiri kimia dan hukuman mati. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai Herry terbukti melakukan tindak pidana perlindungan anak.
"Menuntut terdakwa dengan hukuman mati," kata Kepala Kejati Jawa Barat, Asep N Mulyana, Selasa, 11 September 2022.
Herry dikenakan Pasal 81 ayat 1, ayat 3, ayat 5 juncto Pasal 78D UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang juncto pasal 65 ayat 1 KUHP.
Hal yang memberatkan Herry menggunakan simbol agama dalam lembaga pendidikan sebagai alat untuk memanipulasi perbuatannya sehingga korban terpedaya. Kemudian, perbuatan Herry dinilai dapat menimbulkan dampak luar biasa di masyarakat dan mengakibatkan korban terdampak psikologisnya.
Herry juga diberi tuntutan hukuman tambahan berupa hukuman kebiri kimia, denda senilai Rp500 juta subsider 1 tahun kurungan, hingga membekukan yayasan dan pondok pesantren yang dikelola Herry.
Baca: Jaksa Minta Harta Pemerkosa 13 Santri Dilelang untuk Korban
Apa itu kebiri kimia?
Dilansir dari laman Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), hukuman kebiri kimia ini dapat dikenakan terhadap pelaku perkosaan anak berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Sanksi ini diberikan di luar hukuman pidana penjara.
"Adanya sanksi tersebut untuk mencegah dan mengatasi terjadinya kekerasan seksual terhadap anak, serta memberi efek jera terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak," dikutip dari laman Kemenkumham.
Baca: Herry Wirawan, si Pemerkosa 13 Santri Dituntut Mati Hingga Kebiri Kimia
Hukuman kebiri kimia berbeda dengan kebiri fisik. Kebiri fisik dilakukan sejak zaman dahulu dengan cara memotong alat vital predator anak. Sedangkan, kebiri kimia adalah pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain untuk menurunkan hasrat seksual dan libido seseorang.
Hukuman kebiri dimungkinkan bagi predator anak yang melanggar UU Perlindungan Anak. Sanksi berupa tindakan kebiri kimia tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak.
Jakarta: Terdakwa pemerkosaan terhadap 13 santriwati di Kota Bandung,
Herry Wirawan dituntut hukuman kebiri kimia dan hukuman mati. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai Herry terbukti melakukan tindak pidana perlindungan anak.
"Menuntut terdakwa dengan hukuman mati," kata Kepala Kejati Jawa Barat, Asep N Mulyana, Selasa, 11 September 2022.
Herry dikenakan Pasal 81 ayat 1, ayat 3, ayat 5 juncto Pasal 78D UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang juncto pasal 65 ayat 1 KUHP.
Hal yang memberatkan Herry menggunakan simbol agama dalam lembaga pendidikan sebagai alat untuk memanipulasi perbuatannya sehingga korban terpedaya. Kemudian, perbuatan Herry dinilai dapat menimbulkan dampak luar biasa di masyarakat dan mengakibatkan korban terdampak psikologisnya.
Herry juga diberi tuntutan hukuman tambahan berupa
hukuman kebiri kimia, denda senilai Rp500 juta subsider 1 tahun kurungan, hingga membekukan yayasan dan pondok pesantren yang dikelola Herry.
Baca:
Jaksa Minta Harta Pemerkosa 13 Santri Dilelang untuk Korban
Apa itu kebiri kimia?
Dilansir dari laman Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), hukuman kebiri kimia ini dapat dikenakan terhadap pelaku perkosaan anak berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Sanksi ini diberikan di luar hukuman pidana penjara.
"Adanya sanksi tersebut untuk mencegah dan mengatasi terjadinya kekerasan seksual terhadap anak, serta memberi efek jera terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak," dikutip dari laman Kemenkumham.
Baca:
Herry Wirawan, si Pemerkosa 13 Santri Dituntut Mati Hingga Kebiri Kimia
Hukuman kebiri kimia berbeda dengan kebiri fisik. Kebiri fisik dilakukan sejak zaman dahulu dengan cara memotong alat vital predator anak. Sedangkan, kebiri kimia adalah pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain untuk menurunkan hasrat seksual dan libido seseorang.
Hukuman kebiri dimungkinkan bagi predator anak yang melanggar UU Perlindungan Anak. Sanksi berupa tindakan kebiri kimia tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CIN)