Jakarta: Terdakwa merintangi penyidikan kasus korupsi KTP berbasis elektronik (KTP-el) Fredrich Yunadi mempertanyakan dasar Rumah Sakit Permata Hijau sempat menolak Setya Novanto. Pertanyaan dilontarkan Fredrich kepada salah satu perawat RS Medika Permata Hijau, Indri Astuti.
Indri dihadirkan sebagai saksi sidang lanjutan Fredrich. Awalnya, Fredrich mempersoalkan Indri yang mempertanyakan permintaan Alia untuk mengurus Novanto.
"Saya mau tanya ke saksi, mohon izin Yang Mulia. Waktu itu Anda sebagai tim medis pernah menolak perawatan Pak Novanto. Itu atas perintah siapa?" tanya Fredrich kepada Indri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 5 April 2018.
Baca: Novanto Paksa Perawat Pasang Perban
Indri menjelaskan penolakan dilakukan atas pertimbangan tim medis yang saat itu berjaga. Tim tersebut antara lain, dokter Michael Chia Candra, dokter Alia, dan beberapa perawat yang berjaga, termasuk dirinya.
Indri mempertimbangkan Novanto yang tengah berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Novanto bahkan berstatus buronan.
"Kami takut saja kalau nanti ada buntut panjang," tegas Indri.
Fredrich tak puas. Ia kembali bertanya dengan suara tinggi.
"Saya enggak tanya kenapa menolak. Saya tanya siapa yang memerintahkan menolak pasien Novanto?" ucap mantan pengacara Novanto itu.
Baca: Perawat Takut Menangani Novanto
Indri tidak mengetahui siapa yang menginstruksikan. Saat itu, semua dokter jaga dan perawat sepakat menolak Novanto sebagai pasien.
"Itu kesepakatan kami karena pasien itu bermasalah kasus hukum. Lagi pula tidak ada luka serius untuk merawat pasien itu," tutur Indri.
Alia kemudian melunak setelah ditelepon Bimanesh Sutarjo. Novanto akhirnya dirawat di ruang VIP 323 lantai 3 RS Medika Permata Hijau.
"Namun tiba-tiba dokter Alia menyuruh kami untuk menerima Pak Novanto karena ada telepon dari Dokter Bimanesh," ucap dia.
Fredrich sebelumnya didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Fredrich diancam penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/ybDO2zPN" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Terdakwa merintangi penyidikan kasus korupsi KTP berbasis elektronik (KTP-el) Fredrich Yunadi mempertanyakan dasar Rumah Sakit Permata Hijau sempat menolak Setya Novanto. Pertanyaan dilontarkan Fredrich kepada salah satu perawat RS Medika Permata Hijau, Indri Astuti.
Indri dihadirkan sebagai saksi sidang lanjutan Fredrich. Awalnya, Fredrich mempersoalkan Indri yang mempertanyakan permintaan Alia untuk mengurus Novanto.
"Saya mau tanya ke saksi, mohon izin Yang Mulia. Waktu itu Anda sebagai tim medis pernah menolak perawatan Pak Novanto. Itu atas perintah siapa?" tanya Fredrich kepada Indri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 5 April 2018.
Baca: Novanto Paksa Perawat Pasang Perban
Indri menjelaskan penolakan dilakukan atas pertimbangan tim medis yang saat itu berjaga. Tim tersebut antara lain, dokter Michael Chia Candra, dokter Alia, dan beberapa perawat yang berjaga, termasuk dirinya.
Indri mempertimbangkan Novanto yang tengah berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Novanto bahkan berstatus buronan.
"Kami takut saja kalau nanti ada buntut panjang," tegas Indri.
Fredrich tak puas. Ia kembali bertanya dengan suara tinggi.
"Saya enggak tanya kenapa menolak. Saya tanya siapa yang memerintahkan menolak pasien Novanto?" ucap mantan pengacara Novanto itu.
Baca: Perawat Takut Menangani Novanto
Indri tidak mengetahui siapa yang menginstruksikan. Saat itu, semua dokter jaga dan perawat sepakat menolak Novanto sebagai pasien.
"Itu kesepakatan kami karena pasien itu bermasalah kasus hukum. Lagi pula tidak ada luka serius untuk merawat pasien itu," tutur Indri.
Alia kemudian melunak setelah ditelepon Bimanesh Sutarjo. Novanto akhirnya dirawat di ruang VIP 323 lantai 3 RS Medika Permata Hijau.
"Namun tiba-tiba dokter Alia menyuruh kami untuk menerima Pak Novanto karena ada telepon dari Dokter Bimanesh," ucap dia.
Fredrich sebelumnya didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Fredrich diancam penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)