Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kesulitan dalam mengusut kasus rasuah ekspor benih lobster atau benur. Banyak saksi yang terindikasi berbohong.
Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri mengultimatum saksi pada kasus yang menyeret mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo itu. Lembaga Antikorupsi mengingatkan saksi yang tidak mau bekerja sama bisa diancam hukuman.
"KPK dengan tegas mengingatkan kepada pihak-pihak yang dipanggil tim penyidik KPK untuk kooperatif dan memberikan keterangan secara jujur dan terbuka terkait dengan perkara ini," kata Ali melalui keterangan tertulis, Rabu, 27 Januari 2021.
Menurut dia, KPK masih membuka peluang untuk menjerat tersangka lain dalam kasus ini. Saksi yang berbohong terancam menjadi 'pasien' baru KPK.
Baca: Istri Edhy Prabowo Diduga Kecipratan Uang Korupsi Ekspor Benur
"Terkait proses penyidikan yang saat ini masih berjalan, KPK tidak menutup kemungkinan untuk mengumpulkan bukti-bukti baru adanya dugaan tindak pidana korupsi lain," tegas Ali.
Lembaga Antikorupsi menegaskan tidak segan menindak siapa pun yang berbohong. Aksi itu dinilai merintangi penyidik dalam pengusutan perkara korupsi.
"KPK juga mengingatkan ancaman pidana di Undang-Undang Tipikor (UU Nomor 31 Tahun 1999) ketentuan Pasal 21 dan Pasal 22 Undang-Undang Tipikor yang memberikan sanksi tegas apabila ada pihak-pihak yang sengaja merintangi proses penyidikan ini," ucap Ali.
Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka bersama enam orang lainnya. Sebanyak enam diduga menerima suap. Mereka ialah Edhy Prabowo; Staf Khusus Menteri KP Safri dan Andreau Pribadi Misanta; pengurus PT ACK Siswadi, istri staf menteri KP Ainul Faqih; dan sekretaris pribadi Edhy, Amiril Mukminin.
Seorang tersangka diduga sebagai pemberi, yakni Direktur PT DPP Suharjito. Edhy diduga menerima Rp3,4 miliar dan US$100ribu dalam korupsi tersebut. Sebagian uang digunakan Edhy Prabowo untuk berbelanja bersama istri, Andreau, dan Safri di Honolulu, Hawaii.
Diduga, ada monopoli yang dilakukan KKP dalam kasus ini. Pasalnya, ekspor benih lobster hanya bisa dilakukan melalui PT ACK dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor.
Penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan
Korupsi (
KPK) kesulitan dalam mengusut kasus rasuah ekspor benih lobster atau benur. Banyak saksi yang terindikasi berbohong.
Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri mengultimatum saksi pada kasus yang menyeret mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP)
Edhy Prabowo itu. Lembaga Antikorupsi mengingatkan saksi yang tidak mau bekerja sama bisa diancam hukuman.
"KPK dengan tegas mengingatkan kepada pihak-pihak yang dipanggil tim penyidik KPK untuk kooperatif dan memberikan keterangan secara jujur dan terbuka terkait dengan perkara ini," kata Ali melalui keterangan tertulis, Rabu, 27 Januari 2021.
Menurut dia, KPK masih membuka peluang untuk menjerat tersangka lain dalam kasus ini. Saksi yang berbohong terancam menjadi 'pasien' baru KPK.
Baca:
Istri Edhy Prabowo Diduga Kecipratan Uang Korupsi Ekspor Benur
"Terkait proses penyidikan yang saat ini masih berjalan, KPK tidak menutup kemungkinan untuk mengumpulkan bukti-bukti baru adanya dugaan tindak pidana korupsi lain," tegas Ali.
Lembaga Antikorupsi menegaskan tidak segan menindak siapa pun yang berbohong. Aksi itu dinilai merintangi penyidik dalam pengusutan perkara korupsi.
"KPK juga mengingatkan ancaman pidana di Undang-Undang Tipikor (UU Nomor 31 Tahun 1999) ketentuan Pasal 21 dan Pasal 22 Undang-Undang Tipikor yang memberikan sanksi tegas apabila ada pihak-pihak yang sengaja merintangi proses penyidikan ini," ucap Ali.
Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka bersama enam orang lainnya. Sebanyak enam diduga menerima suap. Mereka ialah Edhy Prabowo; Staf Khusus Menteri KP Safri dan Andreau Pribadi Misanta; pengurus PT ACK Siswadi, istri staf menteri KP Ainul Faqih; dan sekretaris pribadi Edhy, Amiril Mukminin.
Seorang tersangka diduga sebagai pemberi, yakni Direktur PT DPP Suharjito. Edhy diduga menerima Rp3,4 miliar dan US$100ribu dalam korupsi tersebut. Sebagian uang digunakan Edhy Prabowo untuk berbelanja bersama istri, Andreau, dan Safri di Honolulu, Hawaii.
Diduga, ada monopoli yang dilakukan KKP dalam kasus ini. Pasalnya, ekspor benih lobster hanya bisa dilakukan melalui PT ACK dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor.
Penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OGI)