Jakarta: Pengadilan Tipikor Jakarta kembali menggelar sidang terdakwa mantan Direktur Utama, Sofyan Basir. Sidang kali ini beragendakan pembacaan nota pembelaan atau pledoi Sofyan atas perkara dugaan suap proyek PLTU Riau-1.
"Sidang seperti biasa pukul 10.00 WIB," kata kuasa hukum Sofyan, Soesilo Aribowo kepada Medcom.id, Senin, 21 Oktober 2019.
Soesilo belum merinci isi pleidoi yang akan dibacakan dalam sidang. Yang pasti, kata dia, pleidoi akan menepis dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Intinya dakwaan dan tuntutan penuntut umum baik dakwaan kesatu atau kedua tidak terbukti dan kami mohon supaya terdakwa dibebaskan," ujar Soesilo.
JPU KPK sebelumnya menuntut Sofyan Basir dihukum lima tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan. Sofyan dinilai terbukti terlibat praktik suap dalam proyek PLTU Riau-1.
Dalam tuntutannya, ada beberapa hal yang memberatkan dan meringankan hukuman terhadap Sofyan. Hal yang memberatkan salah satunya, Sofyan tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi.
Sedangkan, hal yang meringankan Sofyan dianggap bersikap sopan selama persidangan, belum pernah dihukum, dan tidak ikut menikmati hasil tindak pidana suap yang dibantunya.
Sofyan didakwa memfasilitasi pertemuan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham, dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo untuk membahas proyek PLTU Riau-1. Padahal, Kotjo awalnya ingin menggarap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Jawa III.
Keinginan itu atas saran dari eks Ketua DPR Setya Novanto yang pernah ditemui Kotjo untuk meminta proyek. Sofyan menyarankan Kotjo ikut proyek PLTU Riau-1.
Sofyan juga disebut mempercepat proses independent power producer (IPP) PLTU Riau-1. Percepatan itu dimungkinkan agar menyelesaikan kesepakatan akhir PT Pembangkit Jawa Bali Investasi (PJBI) dan BlackGold Natural Resources (BNR, Ltd), serta China Huadian Enginering Company Limited (CHEC, Ltd), perusahaan yang dibawa Kotjo.
Eni dan Idrus menerima Rp4,7 miliar dari Kotjo karena membantunya mendapatkan proyek tersebut. Uang yang diberikan secara bertahap itu digunakan untuk kepentingan Munaslub Partai Golkar dan biaya kampanye suami Eni, selaku calon Bupati Temenggung.
Perbuatan Sofyan dianggap melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 15 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 56 ke-2 KUHP.
Jakarta: Pengadilan Tipikor Jakarta kembali menggelar sidang terdakwa mantan Direktur Utama, Sofyan Basir. Sidang kali ini beragendakan pembacaan nota pembelaan atau pledoi Sofyan atas perkara dugaan
suap proyek PLTU Riau-1.
"Sidang seperti biasa pukul 10.00 WIB," kata kuasa hukum Sofyan, Soesilo Aribowo kepada Medcom.id, Senin, 21 Oktober 2019.
Soesilo belum merinci isi pleidoi yang akan dibacakan dalam sidang. Yang pasti, kata dia, pleidoi akan menepis dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Intinya dakwaan dan tuntutan penuntut umum baik dakwaan kesatu atau kedua tidak terbukti dan kami mohon supaya terdakwa dibebaskan," ujar Soesilo.
JPU KPK sebelumnya menuntut Sofyan Basir dihukum lima tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan. Sofyan dinilai terbukti terlibat praktik suap dalam proyek PLTU Riau-1.
Dalam tuntutannya, ada beberapa hal yang memberatkan dan meringankan hukuman terhadap Sofyan. Hal yang memberatkan salah satunya, Sofyan tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi.
Sedangkan, hal yang meringankan Sofyan dianggap bersikap sopan selama persidangan, belum pernah dihukum, dan tidak ikut menikmati hasil tindak pidana suap yang dibantunya.
Sofyan didakwa memfasilitasi pertemuan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham, dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo untuk membahas proyek PLTU Riau-1. Padahal, Kotjo awalnya ingin menggarap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Jawa III.
Keinginan itu atas saran dari eks Ketua DPR Setya Novanto yang pernah ditemui Kotjo untuk meminta proyek. Sofyan menyarankan Kotjo ikut proyek PLTU Riau-1.
Sofyan juga disebut mempercepat proses independent power producer (IPP) PLTU Riau-1. Percepatan itu dimungkinkan agar menyelesaikan kesepakatan akhir PT Pembangkit Jawa Bali Investasi (PJBI) dan BlackGold Natural Resources (BNR, Ltd), serta China Huadian Enginering Company Limited (CHEC, Ltd), perusahaan yang dibawa Kotjo.
Eni dan Idrus menerima Rp4,7 miliar dari Kotjo karena membantunya mendapatkan proyek tersebut. Uang yang diberikan secara bertahap itu digunakan untuk kepentingan Munaslub Partai Golkar dan biaya kampanye suami Eni, selaku calon Bupati Temenggung.
Perbuatan Sofyan dianggap melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 15 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 56 ke-2 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)