Jakarta: Koalisi Masyarakat Pemantau Peradilan menemukan calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi (tipikor) yang berlatar belakang politikus. Hal ini dinilai rawan dan sarat konflik kepentingan dalam upaya penegakan hukum kasus korupsi.
"Aliansi politik para calon merupakan hak yang dapat menghambat proses penegakan hukum tipikor yang saat ini masih marak diisi oleh kasus korupsi yang melibatkan anggota partai politik," kata peneliti Koalisi Masyarakat Pemantau Peradilan Rizki Yudha di Jakarta Pusat, Minggu 7 Juli 2019.
Mahkamah Agung (MA) perlu mengantisipasi dini dan mempertimbangkan matang-matang meloloskan calon yang berlatar belakang politikus. Jangan sampai penanganan kasus korupsi tersendera persepsi publik mengenai independensi hakim.
"Setidaknya ada 16 calon yang memilki afiliasi politik baik karena pengalaman menjadi calon anggota legislatif, anggota sayap ormas partai atau tim kampanye politik," jelas Rizki.
Selain itu, masalah serupa yang rawan konflik kepentingan calon yang berlatar belakang advokat khususnya yang pernah menangani kasus-kasus tipikor," ujar Rizki.
"Tim pemantau menemukan 9 orang calon yang pernah menjadi pengacara koruptor di mana klien yang didampingnya diputus bersalah oleh pengadilan," ucap Rizki.
Jika calon-calon ini lolos, dikhawatirkan terjadi konflik kepentingan ketika calon ini menangani perkara pengembangan kasus yang pernah dibelanya dahulu.
Senin 11 Februari 2019, Mahkamah Agung RI Membuka Seleksi Calon Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tahap XI Tahun 2019. Berdasarkan Pengumuman Penerimaan Calon Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi Tingkat Banding dan Tingkat Pertama Tahap XI Tahun 2019. Nomor : 06 /Pansel/Ad Hoc TPK/II/2019.
Jakarta: Koalisi Masyarakat Pemantau Peradilan menemukan calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi (tipikor) yang berlatar belakang politikus. Hal ini dinilai rawan dan sarat konflik kepentingan dalam upaya penegakan hukum kasus korupsi.
"Aliansi politik para calon merupakan hak yang dapat menghambat proses penegakan hukum tipikor yang saat ini masih marak diisi oleh kasus korupsi yang melibatkan anggota partai politik," kata peneliti Koalisi Masyarakat Pemantau Peradilan Rizki Yudha di Jakarta Pusat, Minggu 7 Juli 2019.
Mahkamah Agung (MA) perlu mengantisipasi dini dan mempertimbangkan matang-matang meloloskan calon yang berlatar belakang politikus. Jangan sampai penanganan kasus korupsi tersendera persepsi publik mengenai independensi hakim.
"Setidaknya ada 16 calon yang memilki afiliasi politik baik karena pengalaman menjadi calon anggota legislatif, anggota sayap ormas partai atau tim kampanye politik," jelas Rizki.
Selain itu, masalah serupa yang rawan konflik kepentingan calon yang berlatar belakang advokat khususnya yang pernah menangani kasus-kasus tipikor," ujar Rizki.
"Tim pemantau menemukan 9 orang calon yang pernah menjadi pengacara koruptor di mana klien yang didampingnya diputus bersalah oleh pengadilan," ucap Rizki.
Jika calon-calon ini lolos, dikhawatirkan terjadi konflik kepentingan ketika calon ini menangani perkara pengembangan kasus yang pernah dibelanya dahulu.
Senin 11 Februari 2019, Mahkamah Agung RI Membuka Seleksi Calon Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tahap XI Tahun 2019. Berdasarkan Pengumuman Penerimaan Calon Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi Tingkat Banding dan Tingkat Pertama Tahap XI Tahun 2019. Nomor : 06 /Pansel/Ad Hoc TPK/II/2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NUR)