medcom.id, Jakarta: Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan total kerugian keuangan negara dalam korupsi pengadaan simulator uji klinik pengemudi roda dua (R2) dan roda empat (R4) tahun anggaran 2011 di Korlantas Polri mencapai Rp121 miliar. Kerugian itu didapat akibat sejumlah mark up yang dilakukan.
"Pasti dan nyata (Rp121 miliar). Kenapa? karena uang negara sudah keluar, mark up-nya kami hitung seluruhnya. Yang kami nilai yang kami lihat, yang tidak kami lihat tidak kami hitung," kata ahli BPK Alwiyen Edison Situmorang saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta untuk terdakwa Didik Purnomo, Senin (3/3/2015).
Alwiyen menjelaskan, dalam pengadaan simulator SIM terjadi mark up dalam pengadaannya hingga total Rp100 miliar lebih. Total mark up itu baik untuk R2 maupun R4.
Tak hanya mark up, negara mengalami kerugian kembali, karena dalam pengadaan spesifikasi teknisnya, spesifikasi yang digunakan tak sesuai. Meski tak seluruhnya, namun sebagian dari simulator SIM R2 maupun R4 yang diproduksi tak sesuai spesifikasi dalam kontrak.
"Sedangkan under spek-nya sekitar Rp21 miliar sekian. sekitar Rp10 miliar sekian untuk R2 dan sekitar Rp11 miliar sekian untuk R4. Total kerugian negara seluruhnya Rp121 miliar.
Cara menghitungnya jelas, Alwiyen dengan selisihkan jumlah kontrak setelah dikurangi pajak dan biaya yang dikeluarkan dengan biaya pokok produksi. "Dapatlah kerugian negara tadi sebesar Rp121 miliar sekian," pungkas dia.
Meski dalam persidangan sebelumnya pemilik PT ITI Sukotjo Bambang menyatakan ada uang yang harus dikeluarkan untuk perusahaannya oleh Budi Susanto pemilik PT CMMA lantaran PT ITI lah yang mengerjakan pekerjaan simulator, Alwiyen menegaskan hal tersebut tetap tak mengurangi kerugian negara.
"Karena orang yang mengeluarkan sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan apa yang diurai di kontrak, saya pikir itu masalah mereka. Kami yakin bahwa uang negara berapa, kami yakinkan uang ngara yang seharusnya berapa kalau berbeda karena faktor penyimpangan, itu kerugian negara," pungkas dia.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka yakni pemilik PT. CMMA Budi Susanto, mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Djoko Susilo dan Mantan Wakil Kepala Korps Lalu Lintas Brigadir Jenderal Polisi Didik Purnomo. Saat ini, baik Budi maupun Djoko sudah divonis sementara persidangan Didik masih berjalan.
medcom.id, Jakarta: Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan total kerugian keuangan negara dalam korupsi pengadaan simulator uji klinik pengemudi roda dua (R2) dan roda empat (R4) tahun anggaran 2011 di Korlantas Polri mencapai Rp121 miliar. Kerugian itu didapat akibat sejumlah
mark up yang dilakukan.
"Pasti dan nyata (Rp121 miliar). Kenapa? karena uang negara sudah keluar,
mark up-nya kami hitung seluruhnya. Yang kami nilai yang kami lihat, yang tidak kami lihat tidak kami hitung," kata ahli BPK Alwiyen Edison Situmorang saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta untuk terdakwa Didik Purnomo, Senin (3/3/2015).
Alwiyen menjelaskan, dalam pengadaan simulator SIM terjadi mark up dalam pengadaannya hingga total Rp100 miliar lebih. Total
mark up itu baik untuk R2 maupun R4.
Tak hanya
mark up, negara mengalami kerugian kembali, karena dalam pengadaan spesifikasi teknisnya, spesifikasi yang digunakan tak sesuai. Meski tak seluruhnya, namun sebagian dari simulator SIM R2 maupun R4 yang diproduksi tak sesuai spesifikasi dalam kontrak.
"Sedangkan under spek-nya sekitar Rp21 miliar sekian. sekitar Rp10 miliar sekian untuk R2 dan sekitar Rp11 miliar sekian untuk R4. Total kerugian negara seluruhnya Rp121 miliar.
Cara menghitungnya jelas, Alwiyen dengan selisihkan jumlah kontrak setelah dikurangi pajak dan biaya yang dikeluarkan dengan biaya pokok produksi. "Dapatlah kerugian negara tadi sebesar Rp121 miliar sekian," pungkas dia.
Meski dalam persidangan sebelumnya pemilik PT ITI Sukotjo Bambang menyatakan ada uang yang harus dikeluarkan untuk perusahaannya oleh Budi Susanto pemilik PT CMMA lantaran PT ITI lah yang mengerjakan pekerjaan simulator, Alwiyen menegaskan hal tersebut tetap tak mengurangi kerugian negara.
"Karena orang yang mengeluarkan sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan apa yang diurai di kontrak, saya pikir itu masalah mereka. Kami yakin bahwa uang negara berapa, kami yakinkan uang ngara yang seharusnya berapa kalau berbeda karena faktor penyimpangan, itu kerugian negara," pungkas dia.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka yakni pemilik PT. CMMA Budi Susanto, mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Djoko Susilo dan Mantan Wakil Kepala Korps Lalu Lintas Brigadir Jenderal Polisi Didik Purnomo. Saat ini, baik Budi maupun Djoko sudah divonis sementara persidangan Didik masih berjalan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LOV)