medcom.id, Jakarta: Djoko Pramono mengangkat sejumlah orang menjadi panitia lelang pembangunan Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) tahap III pada Pusat Pengembangan SDM Perhubungan Laut, Sorong, Papua. Keputusan tersebut tanpa diketahui orang per orang yang diangkat.
Saat itu, Djoko menjabat Kepala Pusat Pengembangan SDM Laut Kementerian Perhubungan. Pegawai negeri sipil di Kemenhub Riyadi, misalnya, dalam SK yang ditandatangani Djoko, ia ditunjuk sebagai Ketua Panitia Barang.
Tapi, ia mengaku tidak tahu menahu soal SK itu. Ia baru mengetahui dirinya diangkat menjadi Ketua Panitia Barang setelah dipanggil penyidik KPK.
"Saya terima SK saat saya dipanggil KPK. Selaku panitia barang tidak tahu, karena tidak pernah ada SK," kata Riyaldi saat bersaksi untuk terdakwa Djoko di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (19/5/2016).
Lantaran tidak pernah mendapat SK, Riyaldi tidak pernah bekerja terkait proyek pembangunan BP2IP. Meski begitu, ia tahu ada proyek pembangunan BP2IP tahap III di Sorong.
Joni Turiska, PNS Kemenhub, diangkat sebagai Ketua Komite Penerima Hasil Pekerjaan. Dia hanya pernah menerima SK sebagai anggota tim teknis. Selain itu, ia mengaku tidak tahu apa pun.
"SK sebagai penerima hasil pekerjaan tidak tahu. Saya tahu SK itu setelah dipanggil KPK," ujar Joni.
Sebagai anggota tim teknis, dia mengaku, tidak pernah bekerja. Biasanya tim teknis memberikan masukan pada PPK, tapi ia tidak pernah melakukan pekerjaan itu.
Joni mengaku hanya pernah satu kali diajak rapat. Saat itu membahas hasil evaluasi pekerjaan.
Dalam proyek BP2IP Sorong tahap III, Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub Bobby Mamahit, Djoko Pramono, serta Kepala Sub Bidang Keuangan, Irawan diduga mengatur lelang agar PT Hutama Karya bisa menggarap proyek tersebut.
Pengaturan itu dilakukan dengan adanya pembatalan lelang tahap I terkait proyek pembangunan BP2IP oleh panitia pelelangan, dengan alasan anggarannya belum disepakati. Padahal, saat itu PT Waskita Karya yang menjadi pemenang lelang.
Lantaran pembatalan itu, peserta lelang PT Panca Duta Karya Abadi mengajukan sanggah banding. Mereka menilai bahwa seharusnya lelang proyek BP2IP dimenangkan oleh PT Panca Duta.
Dalam evaluasi sanggah banding, mantan Menteri Perhubungan Freddy Numberi tidak diberikan rekomendasi jelas sehingga tidak memilih apa bakal dilakukan evaluasi ulang atau lelang ulang terkait proyek itu. Belakangan, Bobby lah yang menentukan lelang ulang. PT Hutama Karya ditunjuk sebagai pemenang.
Meski tidak menjalankan tugas, Riyaldi dan Joni mendapat bayaran masing-masing Rp600 ribu dan Rp900 ribu. Riyaldi mengaku menerima uang dari juru bayar pada Januari 2012.
Joni juga mengaku menerima uang, namun ia tidak menyangkan uang itu terkait proyek BP2IP. Ia menduga, uang yang ia terima pada Januari merupakan bayaran pekerjaan pada Desember.
"Desember itu banyak pekerjaan, biasanya kalau Desember tidak dibayar, bayarnya di Januari. Saya pikir itu yang Desember," kata Joni.
Keduanya mengaku tidak pernah menandatangani berita acara yang berkaitan dengan proyek. Jaksa Dzakiyul Fikri lantas menanyakan tanda tangan siapa di berita acara proyek BP2IP. "Enggak tahu," tegas Riyaldi.
Bobby dan Djoko diduga melakukan permufakatan jahat dalam proyek BP2IP hingga merugikan negara Rp40 miliar. Keduanya diduga menerima fee dari PT Hutama Karya.
medcom.id, Jakarta: Djoko Pramono mengangkat sejumlah orang menjadi panitia lelang pembangunan Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) tahap III pada Pusat Pengembangan SDM Perhubungan Laut, Sorong, Papua. Keputusan tersebut tanpa diketahui orang per orang yang diangkat.
Saat itu, Djoko menjabat Kepala Pusat Pengembangan SDM Laut Kementerian Perhubungan. Pegawai negeri sipil di Kemenhub Riyadi, misalnya, dalam SK yang ditandatangani Djoko, ia ditunjuk sebagai Ketua Panitia Barang.
Tapi, ia mengaku tidak tahu menahu soal SK itu. Ia baru mengetahui dirinya diangkat menjadi Ketua Panitia Barang setelah dipanggil penyidik KPK.
"Saya terima SK saat saya dipanggil KPK. Selaku panitia barang tidak tahu, karena tidak pernah ada SK," kata Riyaldi saat bersaksi untuk terdakwa Djoko di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (19/5/2016).
Lantaran tidak pernah mendapat SK, Riyaldi tidak pernah bekerja terkait proyek pembangunan BP2IP. Meski begitu, ia tahu ada proyek pembangunan BP2IP tahap III di Sorong.
Joni Turiska, PNS Kemenhub, diangkat sebagai Ketua Komite Penerima Hasil Pekerjaan. Dia hanya pernah menerima SK sebagai anggota tim teknis. Selain itu, ia mengaku tidak tahu apa pun.
"SK sebagai penerima hasil pekerjaan tidak tahu. Saya tahu SK itu setelah dipanggil KPK," ujar Joni.
Sebagai anggota tim teknis, dia mengaku, tidak pernah bekerja. Biasanya tim teknis memberikan masukan pada PPK, tapi ia tidak pernah melakukan pekerjaan itu.
Joni mengaku hanya pernah satu kali diajak rapat. Saat itu membahas hasil evaluasi pekerjaan.
Dalam proyek BP2IP Sorong tahap III, Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub Bobby Mamahit, Djoko Pramono, serta Kepala Sub Bidang Keuangan, Irawan diduga mengatur lelang agar PT Hutama Karya bisa menggarap proyek tersebut.
Pengaturan itu dilakukan dengan adanya pembatalan lelang tahap I terkait proyek pembangunan BP2IP oleh panitia pelelangan, dengan alasan anggarannya belum disepakati. Padahal, saat itu PT Waskita Karya yang menjadi pemenang lelang.
Lantaran pembatalan itu, peserta lelang PT Panca Duta Karya Abadi mengajukan sanggah banding. Mereka menilai bahwa seharusnya lelang proyek BP2IP dimenangkan oleh PT Panca Duta.
Dalam evaluasi sanggah banding, mantan Menteri Perhubungan Freddy Numberi tidak diberikan rekomendasi jelas sehingga tidak memilih apa bakal dilakukan evaluasi ulang atau lelang ulang terkait proyek itu. Belakangan, Bobby lah yang menentukan lelang ulang. PT Hutama Karya ditunjuk sebagai pemenang.
Meski tidak menjalankan tugas, Riyaldi dan Joni mendapat bayaran masing-masing Rp600 ribu dan Rp900 ribu. Riyaldi mengaku menerima uang dari juru bayar pada Januari 2012.
Joni juga mengaku menerima uang, namun ia tidak menyangkan uang itu terkait proyek BP2IP. Ia menduga, uang yang ia terima pada Januari merupakan bayaran pekerjaan pada Desember.
"Desember itu banyak pekerjaan, biasanya kalau Desember tidak dibayar, bayarnya di Januari. Saya pikir itu yang Desember," kata Joni.
Keduanya mengaku tidak pernah menandatangani berita acara yang berkaitan dengan proyek. Jaksa Dzakiyul Fikri lantas menanyakan tanda tangan siapa di berita acara proyek BP2IP. "Enggak tahu," tegas Riyaldi.
Bobby dan Djoko diduga melakukan permufakatan jahat dalam proyek BP2IP hingga merugikan negara Rp40 miliar. Keduanya diduga menerima fee dari PT Hutama Karya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TRK)