medcom.id, Jakarta: Fahmi Rajab, kuasa hukum Indra Sugiarno, mengajukan penangguhan penahanan untuk kliennya. Fahmi beralasan, Indra dan keluarganya adalah korban karena cucunya juga ikut disuntik dengan vaksin palsu.
Menurut Fahmi, Indra tak pernah tahu jika vaksin yang disuntikkan ke pasien dan cucunya adalah vaksin abal. Kliennya mendapatkan vaksin palsu lewat sales yang biasa bekerja sama dengan rumah sakit. Indra mengiyakan tawaran sang sales karena kebetulan saat itu vaksin yang dibutuhkan sedang kosong.
Sementara itu, polisi mengaku masih mengkaji permohonan penangguhan Indra. Mereka masih menimbang apakah tersangka kasus praktik peredaran vaksin palsu itu layak diberi penangguhan penahanan.
"Kita belum putuskan," ujar Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (18/7/2016).
Agung mengatakan, saat ini polisi masih menyelidiki adanya dugaan keterlibatan dokter dan suster dari RS pengguna vaksin palsu. Berbagai fakta dan bukti terus dikumpulkan.
"Kita menganut asas praduga tak bersalah kepada siapa saja. Yang harus kita temukan sekarang fakta dan buktinya," bebernya.
Sejauh ini, polisi telah menetapkan 23 tersangka dalam kasus vaksin palsu. Tapi hanya 20 orang yang ditahan, sedangkan tiga lainnya tidak ditahan karena masih di bawah umur dan memiliki anak kecil yang harus dirawat.
Agung merinci, 23 orang tersangka kasus vaksin memiliki peran masing-masing, yakni produsen (enam tersangka), distributor (sembilan tersangka), pengumpul botol (dua tersangka), pencetak label (satu tersangka), bidan (dua tersangka), dan dokter (tiga tersangka).
Seluruh tersangka dijerat dengan UU Kesehatan, UU Perlindungan Konsumen dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman hukuman di atas 10 tahun penjara.
medcom.id, Jakarta: Fahmi Rajab, kuasa hukum Indra Sugiarno, mengajukan penangguhan penahanan untuk kliennya. Fahmi beralasan, Indra dan keluarganya adalah korban karena cucunya juga ikut disuntik dengan vaksin palsu.
Menurut Fahmi, Indra tak pernah tahu jika vaksin yang disuntikkan ke pasien dan cucunya adalah vaksin abal. Kliennya mendapatkan vaksin palsu lewat sales yang biasa bekerja sama dengan rumah sakit. Indra mengiyakan tawaran sang sales karena kebetulan saat itu vaksin yang dibutuhkan sedang kosong.
Sementara itu, polisi mengaku masih mengkaji permohonan penangguhan Indra. Mereka masih menimbang apakah tersangka kasus praktik peredaran vaksin palsu itu layak diberi penangguhan penahanan.
"Kita belum putuskan," ujar Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (18/7/2016).
Agung mengatakan, saat ini polisi masih menyelidiki adanya dugaan keterlibatan dokter dan suster dari RS pengguna vaksin palsu. Berbagai fakta dan bukti terus dikumpulkan.
"Kita menganut asas praduga tak bersalah kepada siapa saja. Yang harus kita temukan sekarang fakta dan buktinya," bebernya.
Sejauh ini, polisi telah menetapkan 23 tersangka dalam kasus vaksin palsu. Tapi hanya 20 orang yang ditahan, sedangkan tiga lainnya tidak ditahan karena masih di bawah umur dan memiliki anak kecil yang harus dirawat.
Agung merinci, 23 orang tersangka kasus vaksin memiliki peran masing-masing, yakni produsen (enam tersangka), distributor (sembilan tersangka), pengumpul botol (dua tersangka), pencetak label (satu tersangka), bidan (dua tersangka), dan dokter (tiga tersangka).
Seluruh tersangka dijerat dengan UU Kesehatan, UU Perlindungan Konsumen dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman hukuman di atas 10 tahun penjara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NIN)