Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) diminta untuk mengabulkan permohonan pembatasan masa jabatan pemimpin dan pengurus partai politik (parpol). Hal itu disampaikan melalui uji materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol).
"Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 2 ayat (1b) UU Parpol bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang masa jabatan pendiri dan pengurus partai politik ditetapkan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali satu kali dalam masa jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut," ujar Rustina Haryati selalu kuasa hukum Pemohon dalam sidang MK, Kamis, 27 Juli 2023.
Pemohon yang merupakan tiga warga Papua bernama Muhammad Helmi Fahrozi (dosen), E. Ramos Patege (karyawan swasta), dan Leonardus O. Magai (mahasiswa), mempersoalkan norma Pasal 2 ayat (1b) UU Pemilu. Pasal tersebut menyatakan, 'Pendiri dan pengurus Partai Politik dilarang merangkap sebagai anggota Partai Politik lain'.
Menurut para Pemohon, ketentuan Pasal 2 ayat (1b) UU Parpol harusnya diberikan suatu pemaknaan yang jelas, lengkap, dan komprehensif. Pada pokoknya menyatakan bahwa selain tidak boleh merangkap sebagai anggota partai politik lain, pemimpin partai politik juga harus dibatasi masa jabatannya untuk suatu periodisasi waktu tertentu. Sehingga menjamin adanya kepastian hukum dan keadilan bagi anggota partai politik untuk memberikan sumbangsih dan kontribusi bagi kemajuan partai politik tempatnya bernaung.
Ketiadaan pembatasan masa jabatan pimpinan parpol menciptakan ketiadaan kesempatan yang sama bagi anggota parpol untuk menjadi pimpinan/pengurus. Padahal hal itu dijamin dalam Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
“Kerugian para pemohon yang dialami berupa hilangnya hak atas partisipasi politik dan kesetaraan kesempatan yang adil dalam partai politik sebagaimana dijelaskan pada poin delapan disebabkan karena Pasal 2 ayat (1) UU 2/2011 membiarkan proses pemilihan regenerasi dan penggantian ketua umum, pimpinan dan pengurus partai politik hanya digantungkan kepada ketentuan AD/ART,” tegas Rustina.
Menanggapi permohonan para Pemohon, Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah mengatakan permohonan yang sama pernah diajukan ke MK. Tetapi di sini pemohon menyatakan bukan ne bis in idem. “Saya lihat permohonan sama dengan perkara 53,” ujar Guntur.
Sementara Hakim Konstitusi Arief Hidayat meminta para Pemohon memperjelas dan menguraikan legal standing-nya. “Dari kacamata saya, yang mempelajari hukum, apakah betul Pemohon ini mempunyai legal standing,” jelasnya.
Sebelum menutup persidangan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic menegaskan para pemohon diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonannya. Adapun perbaikan permohonan diterima oleh Kepaniteraan MK paling lambat pada Rabu 9 Agustus 2023 pukul 10.00 WIB.
Jakarta:
Mahkamah Konstitusi (MK) diminta untuk mengabulkan permohonan pembatasan masa jabatan pemimpin dan pengurus
partai politik (parpol). Hal itu disampaikan melalui uji materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol).
"Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 2 ayat (1b) UU Parpol bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang masa jabatan pendiri dan pengurus partai politik ditetapkan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali satu kali dalam masa jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut," ujar Rustina Haryati selalu kuasa hukum Pemohon dalam sidang MK, Kamis, 27 Juli 2023.
Pemohon yang merupakan tiga warga Papua bernama Muhammad Helmi Fahrozi (dosen), E. Ramos Patege (karyawan swasta), dan Leonardus O. Magai (mahasiswa), mempersoalkan norma Pasal 2 ayat (1b) UU Pemilu. Pasal tersebut menyatakan, 'Pendiri dan pengurus Partai Politik dilarang merangkap sebagai anggota Partai Politik lain'.
Menurut para Pemohon, ketentuan Pasal 2 ayat (1b) UU Parpol harusnya diberikan suatu pemaknaan yang jelas, lengkap, dan komprehensif. Pada pokoknya menyatakan bahwa selain tidak boleh merangkap sebagai anggota partai politik lain, pemimpin partai politik juga harus dibatasi masa jabatannya untuk suatu periodisasi waktu tertentu. Sehingga menjamin adanya kepastian hukum dan keadilan bagi anggota partai politik untuk memberikan sumbangsih dan kontribusi bagi kemajuan partai politik tempatnya bernaung.
Ketiadaan pembatasan masa jabatan pimpinan parpol menciptakan ketiadaan kesempatan yang sama bagi anggota parpol untuk menjadi pimpinan/pengurus. Padahal hal itu dijamin dalam Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
“Kerugian para pemohon yang dialami berupa hilangnya hak atas partisipasi politik dan kesetaraan kesempatan yang adil dalam partai politik sebagaimana dijelaskan pada poin delapan disebabkan karena Pasal 2 ayat (1) UU 2/2011 membiarkan proses pemilihan regenerasi dan penggantian ketua umum, pimpinan dan pengurus partai politik hanya digantungkan kepada ketentuan AD/ART,” tegas Rustina.
Menanggapi permohonan para Pemohon, Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah mengatakan permohonan yang sama pernah diajukan ke MK. Tetapi di sini pemohon menyatakan bukan ne bis in idem. “Saya lihat permohonan sama dengan perkara 53,” ujar Guntur.
Sementara Hakim Konstitusi Arief Hidayat meminta para Pemohon memperjelas dan menguraikan
legal standing-nya. “Dari kacamata saya, yang mempelajari hukum, apakah betul Pemohon ini mempunyai
legal standing,” jelasnya.
Sebelum menutup persidangan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic menegaskan para pemohon diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonannya. Adapun perbaikan permohonan diterima oleh Kepaniteraan MK paling lambat pada Rabu 9 Agustus 2023 pukul 10.00 WIB.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)