medcom.id, Jakarta: Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi yang dimohonkan pengacara Otto Cornelis Kaligis tentang penyidik dan penyidikan serta penetapan tersangka terhadap dirinya oleh KPK.
Berdasarkan penilaian majelis hakim atas fakta dan hukum selama persidangan berlangsung Majelis Hakim MK menyatakan tidak dapat menerima permohonan Kaligis tentang potensi kerugian akibat berlakunya Pasal 1 angka 2 KUHAP.
"Amar putusan. Mengadili, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Hakim Ketua Anwar Usman saat membacakan putusan di Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (30/11/2015).
Kesimpulan Majelis Hakim disandarkan pertimbangan bahwa permohonan Kaligis dalam frasa 'Serangkaian Tindakan Penyidik' pada Pasal 1 angka 2 KUHAP yang digugat pemohon masuk ke dalam ketentuan umum. Adapun bab mengenai ketentuan umum sudah dipertimbangkan dan diputus MK dalam putusan Nomor 88/PUU-X/2012.
"Menimbang bahwa pertimbangan Mahkamah dalam putusan tersebut mutatis mutandis menjadi pertimbangan dalam putusan a quo. Sebab, dalil permohonan pemohon merupakan bagian dari ketentuan umum. Dengan demikian permohonan pemohon tidak dapat diterima," jelas hakim.
Sebelumnya, Kaligis mempermasalahkan Pasal 1 angka 2 KUHAP. Pasal itu menyebutkan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam UU ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Ia menilai, pada praktiknya norma ini menimbulkan sifat multitafsir dan melanggar azas lex certa atau dirumuskan secara jelas dan rinci. Sifat multitafsir khususnya terdapat pada frasa serangkaian tindakan penyidik.
Menurutnya serangkaian tindakan penyidik harus ditafsirkan secara jelas. Sebab penetapan seseorang sebagai tersangka dilakukan karena ada suatu perbuatan yang jelas tindak pidananya.
Atas gugatan ini, ia ingin agar Pasal 1 angka 2 Kuhap dimaknai prosedur formal dalam menetapkan tersangka atas suatu perbuatan yang jelas tindak pidananya harus diterangkan dengan jelas.
medcom.id, Jakarta: Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi yang dimohonkan pengacara Otto Cornelis Kaligis tentang penyidik dan penyidikan serta penetapan tersangka terhadap dirinya oleh KPK.
Berdasarkan penilaian majelis hakim atas fakta dan hukum selama persidangan berlangsung Majelis Hakim MK menyatakan tidak dapat menerima permohonan Kaligis tentang potensi kerugian akibat berlakunya Pasal 1 angka 2 KUHAP.
"Amar putusan. Mengadili, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Hakim Ketua Anwar Usman saat membacakan putusan di Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (30/11/2015).
Kesimpulan Majelis Hakim disandarkan pertimbangan bahwa permohonan Kaligis dalam frasa 'Serangkaian Tindakan Penyidik' pada Pasal 1 angka 2 KUHAP yang digugat pemohon masuk ke dalam ketentuan umum. Adapun bab mengenai ketentuan umum sudah dipertimbangkan dan diputus MK dalam putusan Nomor 88/PUU-X/2012.
"Menimbang bahwa pertimbangan Mahkamah dalam putusan tersebut mutatis mutandis menjadi pertimbangan dalam putusan a quo. Sebab, dalil permohonan pemohon merupakan bagian dari ketentuan umum. Dengan demikian permohonan pemohon tidak dapat diterima," jelas hakim.
Sebelumnya, Kaligis mempermasalahkan Pasal 1 angka 2 KUHAP. Pasal itu menyebutkan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam UU ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Ia menilai, pada praktiknya norma ini menimbulkan sifat multitafsir dan melanggar azas lex certa atau dirumuskan secara jelas dan rinci. Sifat multitafsir khususnya terdapat pada frasa serangkaian tindakan penyidik.
Menurutnya serangkaian tindakan penyidik harus ditafsirkan secara jelas. Sebab penetapan seseorang sebagai tersangka dilakukan karena ada suatu perbuatan yang jelas tindak pidananya.
Atas gugatan ini, ia ingin agar Pasal 1 angka 2 Kuhap dimaknai prosedur formal dalam menetapkan tersangka atas suatu perbuatan yang jelas tindak pidananya harus diterangkan dengan jelas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)