Kepala Bidang Advokat DPP Partai Gerindra Habiburokhman. Foto: MI/Panca Syurkani.
Kepala Bidang Advokat DPP Partai Gerindra Habiburokhman. Foto: MI/Panca Syurkani.

Hakim MK Pertanyakan Legal Standing Habiburokhman Gugat UU Pemilu

M Rodhi Aulia • 03 Agustus 2017 15:28
medcom.id, Jakarta: Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mempertanyakan legal standing Kepala Bidang Advokat DPP Partai Gerindra Habiburokhman dalam mengajukan uji materi UU Pemilu Tahun 2017. Dia pun diminta memperbaiki kedudukan hukumnya dalam mengajukan gugatan.
 
"Saya ingin meminta pemohon menjelaskan lebih jelas lagi hak konstitusional Anda," kata Hakim MK Maria Farida Indrati dalam sidang pendahuluan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis 3 Agustus 2017.
 
Maria mengatakan, Habib menggunakan Pasal 28 h UUD 1945 sebagai legal standing-nya. Pasal tersebut berbunyi setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

"Saya hanya menginginkan legal standing pemohon itu dijelaskan. Apakah Anda mau mencalonkan jadi presiden? Apakah anda menjadi anggota partai? Itu Anda harus jelaskan. Tapi, kalau Pasal 28 h ini saja, saya kurang yakin bahwa Anda punya legal standing dalam permohonan ini," ujar dia.
 
Hakim MK Saldi Isra juga mempertanyakan hal yang sama. Saldi mengatakan, ada demarkasi yang jelas dalam konstitusi terhadap siapa saja yang berhak menjadi calon presiden. Yaitu, mereka yang diajukan partai politik atau gabungan partai politik (parpol) peserta pemilu.
 
"Konstitusi kita tidak menyebut setiap orang dapat menjadi capres. Konstitusi kita itu eksplisit menyebut parpol atau gabungan parpol. Itu poinnya yang paling krusial," ucap Saldi.
 
Saldi meminta Habib untuk menjelaskan lagi legal standing-nya dalam permohonan ini, karena pencapresan itu lebih kepada kewenangan parpol bukan individu WNI. "Makanya jauh lebih tepat orang parpol yang mengajukan. Tapi kalau parpolnya sudah ada di DPR, itu kan jadi masalah juga," ujar dia.
 
Habib menegaskan, dirinya tetap menggunakan Pasal 28 h UUD 1945 sebagai legal standing. Habib tidak bertindak atas nama partai, tapi sebagai WNI.
 
"Saya sebagai warga negara masak dianggap tidak berkepentingan terhadap proses pemilihan presiden. Kita semua mas-mas, mbak-mbak, pak Saldi Isra semua punya kepentingan terhadap pilpres," ujar dia.
 
Dia menekankan, bila Pilpres dilakukan tidak konstitusional, akan melahirkan pemerintahan yang inkonstitusional. Pemerintahan yang inkonstitusional bisa juga melakukan perbuatan-perbuatan yang inkonstitusional.
 
"Bagaimana mungkin kita semua bisa hidup sejahtera lahir dan batin sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Come on, kita berpikir logis. Kita warga negara dianggap tidak berkepentingan terhadap UU terkait pilpres. Pemilihan lurah saja kita berkepentingan, apalagi presiden," ucap dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan