Hakim Konstitusi Patrialis Akbar saat diperiksa KPK. Foto: ANTARA/Reno Esnir.
Hakim Konstitusi Patrialis Akbar saat diperiksa KPK. Foto: ANTARA/Reno Esnir.

Patrialis Didakwa Terima Suap dari Pengusaha Daging

Surya Perkasa • 13 Juni 2017 12:05
medcom.id, Jakarta: Hakim Konstitusi Patrialis Akbar didakwa menerima suap dari pengusaha Basuki Hariman dan Ng Fenny melalui Kamaludin. Fulus itu untuk memengaruhi putusan Perkara Nomor 129/PUU-XIII/ 2015 terkait uji materi atas UU No 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
 
"Terdakwa Patrialis Akbar sebagai hakim pada Mahkamah Konstitusi menerima hadiah berupa uang sejumlah 20 ribu dolar AS, 20 ribu dolar AS, 10 ribu dolar AS, biaya kegiatan di Royale Jakarta Golf Club sejumlah Rp4,043 juta, uang sejumlah 20 ribu dolar AS dan menerima janji berupa uang sejumlah Rp2 miliar dari Basuki Hariman dan Ng Fenny melalui Kamaludin," kata ketua tim jaksa penuntut umum (JPU) KPK Lie Putra Setiawan saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa 13 Juni 2017.
 
Basuki adalah beneficial owner (pemilik sebenarnya) dari perusahaan PT Impexindo Pratama, PT Cahaya Timur Utama, PT Cahaya Sakti Utama dan CV Sumber Laut Perkasa. Sementara itu, Ng Fenny adalah general manager PT Impexindo Pratama, sedangkan Kamaludin adalah rekan main golf Patrialis yang juga direktur PT Spektra Selaras Bumi.

Meski keduanya bukan menjadi orang yang mengajukan permohonan uji materi, Basuki dan Ng Fenny punya kepentingan agar memenangkan uji materi tersebut. Adanya impor daging kerbau dari India akibat UU tersebut menyebabkan ketersediaan daging sapi dan kerbau lebih banyak dibanding permintaan. Harga daging sapi dan kerbau dari India lebih murah. Ini membuat Basuki sebagai importir merugi.
 
Basuki lalu meminta bantuan Kamaludin yang dekat dengan Patrialis Akbar. Kamaludin lalu mempertemukan Patrialis, Basuki dan Ng Fenny di restoran d'Kevin milik anak Basuki. Pertemuan sore itu dihadiri Basuki, Ng Fenny, Patrialis, Kamaludin, Zaky Faisal dan Rido Falah Akbar yaitu anak Patrialis. 
 
Di sana, Patrialis mengaku uji materi itu belum dibahas sehingga dia menyarankan agar Basuki mengirim surat agar Patrialis punya alasan meminta majelis hakim segera membahasnya. Basuki lalu menelepon rekannya bernama Kuswandi.
 
Basuki menyampaikan bila ia baru bertemu dengan orang MK. Orang tersebut menyarankan agar para pemohon judicial review membuat permohonan kepada hakim MK agar segera mengeluarkan putusan. Kuswandi lalu meminta Thomas Sembiring meminta para pemohon mengirim surat.
 
Pada 22 September 2016, Kamaludin bertemu Basuki dan Ng Fenny di restoran Paul Pacific Place untuk menerima uang 20 ribu dolar AS. Uang itu dipakai untuk berbagai kegiatan.
 
"Selanjutnya Kamaludin menggunakan sebagian uang tersebut untuk membayar biaya hotel, golf dan makan bersama terdakwa, Ahmad Gozali dan Yunas (keduanya rekan Patrialis) di Batam. Sedangkan sisanya digunakan Kamaludin antara lain untuk membiayai kegiatan-kegiatan golf bersama terdakwa di Jakarta," tambah jaksa Lie.
 
Pertemuan selanjutnya terjadi pada 30 September 2016 di Royale Jakarta Golf Club. Patrialis menginfokan permohonan uji materi Perkara Nomor 129/ PUU-XIII/ 2015 akan dikabulkan.
 
Pada 5 Oktober 2016 di Jakarta Golf Club Rawamangun, kembali dilakukan pertemuan antara Basuki, Kamaludin, Ahmad Gozali, dan Patrialis Akbar. Patrialis menyerahkan satu bundel draf putusan Perkara Nomor 129/PUU-XIII/ 2015 kepada Kamaludin.
 
"Yang amarnya mengabulkan permohonan pemohon uji materi, setelah itu terdakwa pergi meninggalkan tempat tersebut," tambah jaksa Lie.
 
Namun tidak lama, Patrialis menghubungi dan meminta agar Kamaludin memusnahkan draf putusan itu. Padahal, draf putusan sudah berada di tangan Basuki sehingga Kamaludin menemui Basuki dan Ng Fenny di Plaza Indonesia untuk memusnahkan draf sesuati arahan Patrialis.
 
"Pada hari yang sama di restoran Paul Resto, Pacific Place, Basuki Hariman memberikan uang sejumlah 20 ribu dolar AS kepada Kamaludin sebagai imbalan telah membantu agar permohonan uji materi dikabulkan," jelas jaksa Lie.
 
Pada 7 Oktober 2016, Basuki, Ng Fenny dan Kamaludin mendatangi vila Patrialis dan membahas bisnis impor daging sapi. Patrialis pun diminta untuk mengabulkan uji materi itu. Namun, Patrialis mengatakan bahwa majelis hakim ada 9 orang dan keputusan bersifat kolektif kolegial.
 
Pada 13 Oktober 2016 bertempat di restoran di Hotel Mandarin Oriental Jakarta, Basuki memberikan 10 ribu dolar AS kepada Kamaludin. Uang itu digunakan untuk biaya transportasi, akomodasi dan kegiatan golf Kamaludin, Patrialis Akbar, mantan Ketua MK Hamdan Zoelva dan Ahmad Gozali di Batam dan Bintan. Sisanya digunakan Kamaludin untuk keperluan pribadinya.
 
"Pada pertemuan 19 Oktober 2016 di tempat parkir Jakarta Golf Club Rawamangun terdakwa menyarankan kepada Basuki agar melakukan pendekatan kepada dua hakim MK, yaitu I Dewa Gede Palguna dan Manahan MP Sitompul," tambah jaksa Lie.
 
Hal itu karena Palguna dan Manahan awalnya berpendapat mengabulkan permohonan pemohon. Namun, keduanya malah memengaruhi hakim lain agar menolak permohonan. 
 
Pertemuan dilanjutkan di restoran D'Kevin. Patrialis Akbar juga menyarankan Basuki membuat 'surat kaleng' atau pengaduan dari masyarakat agar tim kode etik Mahkamah Konstitusi memproses etik terhadap dua hakim tersebut.
 
Saran itu tidak disetujui peserta yang hadir. Menurut mereka, masih ada cara lain untuk mendekati  hakim MK yang belum menyampaikan pendapat, yaitu Hakim Arief Hidayat dan Suhartoyo.
 
Setelah Patrialis pergi, Basuki mengatakan ia hanya punya kemampuan Rp2 miliar untuk memengaruhi hakim yang belum menyatakan pendapat. Beberapa hari kemudian, Kamaludin menginformasikan kemampuan Basuki tersebut kepada Patrialis dan Patrialis mempersilakan Basuki untuk mendekati hakim lain. 
 
Pada 15 November 2016 di Jakarta Golf Club Rawamangun, Basuki kembali menemui Kamaludin dan Patrialis Akbar untuk menanyakan perkembangan uji materi yang dijawab. Patrialis menyebut, banyak anggota hakim MK yang menolak uji materi.
 
Namun, Patrialis Akbar akan menyampaikan dissenting opinion walaupun hanya seorang diri. Untuk itu, Basuki tetap memohon kepada Patrialis Akbar agar bisa membantu.
 
Pada 22 November 2016 di Jakarta Golf Club Rawamangun, Patrialis Akbar menanyakan kepada Kamaludin berkenan atau tidaknya Basuki mendekati kepada Hakim Suhartoyo menggunakan jasa Lukas, seorang pengacara atau Surya, kerabat dari Patrialis. Lukas dekat dengan Hakim Suhartoyo dan dikenal oleh Patrialis Akbar.
 
Namun pada akhirnya, Patrialis Akbar juga tidak berkenan jika Basuki menggunakan jasa Surya. Sementara itu, Basuki tidak mau menggunakan jasa Lukas.
 
Pada pertemuan 22 Desember 2016 di restoran Penang Bistro, Patrialis mengungkapkan ada 2 hakim yang masih menolak, yaitu I Dewa Gede Palguna dan Manahan MP Sitompul. Tiga hakim yang setuju adalah Patrialis, Anwar Usman dan Wahiduddin Adams. Sementara itu, 2 hakim belum menyampaikan pendapat, yaitu Suhartoyo dan Ketua MK Arief Hidayat. 
 
Kamaludin saat itu pun meminta uang untuk dirinya berlibur dan Patrialis yang akan umrah. Uang sebesar 20 ribu dolar AS itu diserahkan pada 23 Desember 2016 oleh Darsono, sopir, kepada Kamaludin di area parkir Plaza Buaran. 
 
Kamaludin lalu mengantarkan uang itu ke rumah Patrialis, lalu memberikan setengah uang itu, yaitu sejumlah 10 ribu dolar AS, agar dapat dipergunakan untuk keperluan umrah. Sisa uang sejumlah 10 ribu dolar AS digunakan Kamaludin untuk keperluan pribadinya.
 
Pada 19 Januari 2017, Patrialis Akbar menelepon Kamaludin dan memintanya datang ke kantor MK. Patrialis menyampaikan bila sudah ada draf putusan uji materi yang akan diajukan dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) serta menunjukkan pendapatnya yang tertuang dalam draf putusan dan telah ditandai dengan stabilo warna biru. 
 
Atas izin Patrialis Akbar, Kamaludin kemudian mengambil gambar draf putusan tersebut menggunakan telepon genggamnya. Gambar itu kemudian diperlihatkan kepada Basuki dan Ng Fenny.
 
Pada 23 Januari 2017 di Hotel Borobudur Jakarta, Kamaludin kembali bertemu dengan Patrialis Akbar. Patrialis Akbar menginformasikan kepada Kamaludin bila ia telah memperjuangkan putusan yang rencananya akan dibacakan dalam minggu itu.
 
"Terdakwa meminta Kamaludin agar menyampaikan hal tersebut kepada Basuki Hariman, yang dipahami oleh Kamaludin agar Basuki Hariman segera memberikan uang kepada terdakwa sejumlah Rp2 miliar yang telah Basuki persiapkan guna mempengaruhi pendapat para hakim dalam memutus Perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015," tambah jaksa Lie.
 
Uang Rp2 miliar itu lalu ditukarkan menjadi dolar Singapura menjadi 200 ribu dolar Singapura. Basuki rencananya akan menyerahkan kepada Kamaludin pada 24 Januari 2017. Namun saat bertemu, Kamaludin menginformasikan bila putusan kemungkinan ditunda lagi seminggu sesuai informasi Patrialis.
 
Basuki meminta agar uang sejumlah 200 ribu dolar Singapura disimpan oleh Kamaludin. Namun, Kamaludin menolak, uang itu pun disimpan dulu oleh Basuki. 
 
Atas perbuatan itu Patrialis dan Kamaludin didakwa pasal 12 huruf c atau pasal 11 jo pasal 18 UU No 31/1999 sebagaimana diubah UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan pasal 64 ayat 1 KUHP. Dia terancam pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar. (Antara)
 


 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(OGI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan