Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe. Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez
Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe. Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez

KPK Kantongi Banyak Informasi Keterkaitan Tukang Cukur di Kasus Lukas Enembe

Candra Yuri Nuralam • 12 Februari 2023 07:36
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pemeriksaan tukang cukur pribadi Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe, Budi Hermawan alias Beni tidak sembarangan. Lembaga Antirasuah memiliki banyak informasi keterkaitan orang itu dengan kasus dugaan suap dan gratifikasi di Papua.
 
"Kami punya data banyak terkait orang ini dan kemarin sudah konfirmasi," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri berdasarkan keterangannya di Jakarta yang dikutip pada Minggu, 12 Februari 2023.
 
Ali menjelaskan Budi mengetahui aliran dana dalam kasus itu. Selain itu, Budi juga kerap diperintahkan Lukas untuk bepergian ke Singapura.

Aliran dan dan perintah ke luar negeri itu dinilai ganjil untuk pekerjaan tukang cukur. Sehingga, KPK memanggil Budi untuk dikonfirmasi.
 
"Tentu pendalaman ini menjadi penting sebagai bagian dari penelusuran lebih jauh terkait dengan aset-aset, uang-uang yang diduga diterimanya selain dari gratifikasi dari suap yang sudah kami umumkan," ucap Ali.
 
Budi diperiksa KPK pada Selasa, 7 Februari 2023. Dia diminta memberikan informasi terkait perintah perjalanan ke Singapura.
 
"Saksi dimaksud kemudian didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan ada perintah tersangka LE (Lukas Enembe) untuk ke Singapura," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 8 Februari 2023.

Baca: Bantah Aliran Duit ke OPM, Lukas Enembe: NKRI Harga Mati!


Ali enggan memerinci kepentingan Beni ke Singapura atas perintah Lukas itu. KPK juga mendalami aliran dana dari keterangannya.
 
Lukas terjerat kasus dugaan suap dan gratifikasi. Kasus yang menjerat Lukas itu bermula ketika Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mengikutsertakan perusahaannya dalam beberapa proyek pengadaan infrastruktur di Papua pada 2019-2021. Padahal, korporasi itu bergerak di bidang farmasi.
 
KPK menduga Rijatono bisa mendapatkan proyek karena melobi beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum proses pelelangan dimulai. Komunikasi itu diyakini dibarengi pemberian suap.
 
Kesepakatan dalam kongkalikong Rijatono, Lukas, dan pejabat di Papua lainnya yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.
 
Ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono atas pemufakatan jahat itu. Pertama, peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
 
Kedua, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Ketiga, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
 
Lukas Enembe diduga mengantongi Rp1 miliar dari Rijatono. KPK juga menduga Lukas menerima duit haram dari pihak lain.
 
Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 
Sedangkan, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan