Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Direktur Jenderal (Dirjen) Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Slamet Soebjakto. Dia bakal dimintai keterangan terkait dugaan korupsi ekspor benih lobster yang menyeret mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
"Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi untuk tersangka SJT (Direktur PT Dua Putra Perkasa Suharjito)," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulisnya, Kamis, 14 Januari 2021.
KPK juga memanggil Direktur Utama PT Samudra Bahari Sukses Willy, Dosen Miftah Nur Sabri, karyawan swasta Dimas Pratama, dan wiraswasta Nini. Mereka semua dipanggil untuk kepentingan yang sama.
Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka bersama enam orang lainnya. Sebanyak enam tersangka diduga menerima suap. Mereka adalah Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri dan Andreau Pribadi Misanta, pengurus PT ACK Siswadi, istri Staf Menteri KP Ainul Faqih, Amiril Mukminin, serta Edhy Prabowo.
Seorang tersangka diduga sebagai pemberi, yakni Direktur PT DPP Suharjito. Edhy diduga menerima Rp3,4 miliar dan US$100ribu dalam korupsi tersebut. Sebagian uang digunakan Edhy Prabowo untuk berbelanja bersama istri, Andreau, dan Safri ke Honolulu, Hawaii.
Baca: KPK Usut Tim Perantara Penerima Uang Korupsi Edhy Prabowo
Diduga, ada monopoli yang dilakukan KKP dalam kasus ini. Sebab ekspor benih lobster hanya bisa dilakukan melalui PT ACK dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor.
Penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Direktur Jenderal (Dirjen) Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Slamet Soebjakto. Dia bakal dimintai keterangan terkait dugaan korupsi ekspor benih lobster yang menyeret mantan Menteri Kelautan dan Perikanan
Edhy Prabowo.
"Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi untuk tersangka SJT (Direktur PT Dua Putra Perkasa Suharjito)," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara
KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulisnya, Kamis, 14 Januari 2021.
KPK juga memanggil Direktur Utama PT Samudra Bahari Sukses Willy, Dosen Miftah Nur Sabri, karyawan swasta Dimas Pratama, dan wiraswasta Nini. Mereka semua dipanggil untuk kepentingan yang sama.
Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka bersama enam orang lainnya. Sebanyak enam tersangka diduga menerima
suap. Mereka adalah Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri dan Andreau Pribadi Misanta, pengurus PT ACK Siswadi, istri Staf Menteri KP Ainul Faqih, Amiril Mukminin, serta Edhy Prabowo.
Seorang tersangka diduga sebagai pemberi, yakni Direktur PT DPP Suharjito. Edhy diduga menerima Rp3,4 miliar dan US$100ribu dalam korupsi tersebut. Sebagian uang digunakan Edhy Prabowo untuk berbelanja bersama istri, Andreau, dan Safri ke Honolulu, Hawaii.
Baca:
KPK Usut Tim Perantara Penerima Uang Korupsi Edhy Prabowo
Diduga, ada monopoli yang dilakukan KKP dalam kasus ini. Sebab ekspor benih lobster hanya bisa dilakukan melalui PT ACK dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor.
Penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)