Jakarta: Penangkapan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo dan eks Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dinilai belum tentu memengaruhi skor corruption perception index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2020. Kedua eks menteri ditangkap setelah data IPK tersebut ditentukan pada Oktober 2020.
"Karena fakta terhadap penindakan kasus atau operasi tangkap tangan (OTT) terhadap dua menteri ini kan bicara soal case by case. Tetapi kita bicara soal improvement yang dilihat dalam satu tahun terakhir," kata Manager Riset Transparency International Indonesia (TII) Wawan Heru Suyatmiko dalam diskusi virtual 'Memaknai Anjloknya Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2020', Rabu, 10 Februari 2021.
Hal itu menjawab pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang menilai data IPK tersebut masih kurang. Menurut Mahfud, indeks bisa lebih baik karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) banyak melakukan tindakan pada November-Desember 2020.
Wawan menyebut pengaruh diskon hukuman bagi koruptor di tingkat peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) juga memengaruhi IPK. Sehingga, banyak hal yang menentukan skor indeks tersebut.
"Hukum masih belum memberikan efek jera. Nah ini kan juga harus ditriangulasi ke situ (penilaian IPK)," ujar Wawan.
Penilaian TII, kata Wawan, tidak bisa hanya disebut sebagai persepsi semata. Pasalnya, TII mengacu pada sembilan sumber data relevan.
Sembilan data itu meliputi Political Risk Service, Global Insight Country Risk Ratings, dan Economist Intelligence Unit Country Risk Service. Kemudian, IMD Business School World Competitiveness Yearbook, World Economic Forum Executive Opinion Survey, Political and Economic Risk Consultancy, Bertelsmann Stiftung Transformation Index, Varieties of Democracy Project, dan World Justice Project Rule of Law Index.
"Sehingga, kalau dikatakan ini sekadar persepsi, ya memang namanya indeks persepsi. Tetapi semakin banyak sumber data yang saling konfirmasi," ujar Wawan.
Sebelumnya, TII mencatat IPK Indonesia menurun pada 2020. Jika dibandingkan 2019, Indonesia masih berada di peringkat 85 dari 180 negara dengan skor 40.
Pada 2020 justru merosot tajam menjadi peringkat 102 dengan skor 37. IPK kali ini dinilai menjadi alarm bagi pemerintah untuk segera mengevaluasi dan merombak ulang kebijakan pemberantasan korupsi.
Jakarta: Penangkapan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo dan eks Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dinilai belum tentu memengaruhi skor
corruption perception index (CPI) atau Indeks Persepsi
Korupsi (IPK) Indonesia pada 2020. Kedua eks menteri ditangkap setelah data IPK tersebut ditentukan pada Oktober 2020.
"Karena fakta terhadap penindakan kasus atau operasi tangkap tangan (
OTT) terhadap dua menteri ini kan bicara soal
case by case. Tetapi kita bicara soal
improvement yang dilihat dalam satu tahun terakhir," kata Manager Riset Transparency International Indonesia (TII) Wawan Heru Suyatmiko dalam diskusi virtual 'Memaknai Anjloknya Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2020', Rabu, 10 Februari 2021.
Hal itu menjawab pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam)
Mahfud MD yang menilai data IPK tersebut masih kurang. Menurut Mahfud, indeks bisa lebih baik karena Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) banyak melakukan tindakan pada November-Desember 2020.
Wawan menyebut pengaruh diskon hukuman bagi koruptor di tingkat peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) juga memengaruhi IPK. Sehingga, banyak hal yang menentukan skor indeks tersebut.
"Hukum masih belum memberikan efek jera. Nah ini kan juga harus ditriangulasi ke situ (penilaian IPK)," ujar Wawan.
Penilaian TII, kata Wawan, tidak bisa hanya disebut sebagai persepsi semata. Pasalnya, TII mengacu pada sembilan sumber data relevan.
Sembilan data itu meliputi
Political Risk Service, Global Insight Country Risk Ratings, dan
Economist Intelligence Unit Country Risk Service. Kemudian, IMD
Business School World Competitiveness Yearbook, World Economic Forum Executive Opinion Survey, Political and Economic Risk Consultancy, Bertelsmann Stiftung Transformation Index, Varieties of Democracy Project, dan
World Justice Project Rule of Law Index.
"Sehingga, kalau dikatakan ini sekadar persepsi, ya memang namanya indeks persepsi. Tetapi semakin banyak sumber data yang saling konfirmasi," ujar Wawan.
Sebelumnya, TII mencatat IPK Indonesia menurun pada 2020. Jika dibandingkan 2019, Indonesia masih berada di peringkat 85 dari 180 negara dengan skor 40.
Pada 2020 justru merosot tajam menjadi peringkat 102 dengan skor 37. IPK kali ini dinilai menjadi alarm bagi pemerintah untuk segera mengevaluasi dan merombak ulang kebijakan pemberantasan korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(ADN)