medcom.id, Jakarta: Bekas Wakil Ketua DPRD Sumatera Utara (Sumut) Kamaludin Harahap didakwa telah meminta suap kepada Gubernur Sumut non-aktif Gatot Pujo Nugroho secara bertahap Rp1,4 miliar.
Permintaan duit itu agar Kamaludin Harahap selaku anggota DPRD Sumut memberikan persetujuan terhadap Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumut Tahun Anggaran (TA) 2012, persetujuan terhadap Perubahan APBD Provinsi Sumut TA 2013, persetujuan terhadap APBD Provinsi Sumut TA 2014 dan persetujuan terhadap APBD Provinsi Sumut TA 2015.
"Terdakwa menerima hadiah uang secara bertahap sebesar Rp1,4 miliar dari Gatot Pujo Nugroho selaku Gubernur Sumut, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya," kata Jaksa Mohamad Nur Aziz, saat membacakan dakwaan Kamaludin Harahap, di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat, Rabu (17/2/2016).
Jaksa menyebut, permintaan uang tersebut dilakukan Kamaludin secara bertahap saat menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumut masa jabatan 2009-2014 dalam kurun waktu sekitar Juli 2013 hingga Desember 2014.
Dalam dakwaan, suap sebesar Rp1,4 miliar itu disebut dengan istilah 'uang ketok' dan beberapa kali diterima oleh Kamaluddin.
Pemberian suap dilakukan Gatot Pujo Nugroho secara bertahap melalui Bendahara Sekretariat DPRD Sumut Muhammad Alinafiah, Sekretaris DPRD Sumut Randiman Tarigan, atau Kabiro Keuangan Pemprov Sumut Ahmad Fuad Lubis.
Disebutkan, selain menyuap Kamaluddin, Gatot juga menyuap pimpinan DPRD Sumut lainnya. Yakni, Ajib Shah, Saleh Bangun, Chaidir Ritonga, dan Sigit Pramono Asri, untuk memberikan persetujuan APBD Pemprov Sumut tahun anggaran 2012 hingga 2015.
Menurut Jaksa, perbuatan Kamaludin bertentangan dengan Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Pasal 327 ayat (3) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Atas perbuatannya, Kamaluddin Harahap dijerat dengan pasal 12 huruf a atau 12 huruf b atau pasal 11 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
medcom.id, Jakarta: Bekas Wakil Ketua DPRD Sumatera Utara (Sumut) Kamaludin Harahap didakwa telah meminta suap kepada Gubernur Sumut non-aktif Gatot Pujo Nugroho secara bertahap Rp1,4 miliar.
Permintaan duit itu agar Kamaludin Harahap selaku anggota DPRD Sumut memberikan persetujuan terhadap Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumut Tahun Anggaran (TA) 2012, persetujuan terhadap Perubahan APBD Provinsi Sumut TA 2013, persetujuan terhadap APBD Provinsi Sumut TA 2014 dan persetujuan terhadap APBD Provinsi Sumut TA 2015.
"Terdakwa menerima hadiah uang secara bertahap sebesar Rp1,4 miliar dari Gatot Pujo Nugroho selaku Gubernur Sumut, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya," kata Jaksa Mohamad Nur Aziz, saat membacakan dakwaan Kamaludin Harahap, di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat, Rabu (17/2/2016).
Jaksa menyebut, permintaan uang tersebut dilakukan Kamaludin secara bertahap saat menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumut masa jabatan 2009-2014 dalam kurun waktu sekitar Juli 2013 hingga Desember 2014.
Dalam dakwaan, suap sebesar Rp1,4 miliar itu disebut dengan istilah 'uang ketok' dan beberapa kali diterima oleh Kamaluddin.
Pemberian suap dilakukan Gatot Pujo Nugroho secara bertahap melalui Bendahara Sekretariat DPRD Sumut Muhammad Alinafiah, Sekretaris DPRD Sumut Randiman Tarigan, atau Kabiro Keuangan Pemprov Sumut Ahmad Fuad Lubis.
Disebutkan, selain menyuap Kamaluddin, Gatot juga menyuap pimpinan DPRD Sumut lainnya. Yakni, Ajib Shah, Saleh Bangun, Chaidir Ritonga, dan Sigit Pramono Asri, untuk memberikan persetujuan APBD Pemprov Sumut tahun anggaran 2012 hingga 2015.
Menurut Jaksa, perbuatan Kamaludin bertentangan dengan Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Pasal 327 ayat (3) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Atas perbuatannya, Kamaluddin Harahap dijerat dengan pasal 12 huruf a atau 12 huruf b atau pasal 11 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)