Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama PT Daya Radar Utama (PT DRU), Amir Gunawan, sebagai tersangka korupsi pengadaan kapal. Amir diduga terlibat praktik rasuah dalam pengadaan kapal patroli di Ditjen Bea dan Cukai dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Di Ditjen Bea dan Cukai, Amir bersama pejabat pembuat komitmen (PPK) Istadi Prahastanto dan Ketua Panitia Lelang Heru Sumarwanto diduga melakukan praktik rasuah dalam pengadaan 16 kapal patroli cepat (Fast Patrol Boat/FCB).
"Dugaan kerugian negara dalam perkara ini adalah Rp117.736.941.127," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa, 21 Mei 2019.
Sedangkan di KKP, Amir dan Aris Rustandi selaku PPK terlibat dugaan korupsi pengadaan 4 unit kapal 60 meter untuk sistem kapal inspeksi perikanan (SKIPI) pada Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP, hingga merugikan uang negara sebesar Rp61.540.127.782. Total kerugian negara dalam dua perkara ini mencapai Rp179,28 miliar.
Dalam kasus korupsi 16 kapal patroli di Ditjen Bea dan Cukai, Istadi menggunakan metode pelelangan terbatas untuk kapal cepat 28 meter dan 60 meter, serta pelelangan umum untuk kapal patroli 38 meter. Anggaran untuk proyek tahun jamak 2013-2015 ini sebesar Rp1,12 triliun.
Istandi selaku PPK diduga mengarahkan panitia lelang untuk tidak memilih perusahaan tertentu, melainkan PT DRU. Diduga terjadi sejumlah perbuatan melawan hukum pada proses pengadaan hingga pelaksanaan pekerjaan.
Baca: KPK Sita Dokumen dari Perusahaan Galangan Kapal
Bahkan, setelah dilakukan uji coba kecepatan, 16 kapal patroli tersebut tidak dapat mencapai kecepatan sesuai ketentuan, dan tidak memenuhi sertifikasi dual-class seperti syarat di kontrak. Meski tidak sesuai, pihak Ditjen Bea dan Cukai tetap menerima dan menindaklanjuti dengan pembayaran.
"Selama proses pengadaan diduga IPR sebagai PPK dan kawan-kawan menerima 7.000 Euro sebagai sole agent mesin yang dipakai oleh 16 kapal patroli cepat," kata Saut.
Kemudian pada korupsi pengadaan kapal di KKP, Aris selaku PPK dan pihak PT DRU menandatangani kontrak pekerjaan pembangunan 4 unit kapal 60 meter untuk SKIPI dengan nilai kontrak USD58.307.789. Aris dan tim teknis diduga menerima fasilitas sebesar Rp300.000 juta dari PT DRU untuk melakukan kegiatan Factory Acceptance Test (FAT) ke Jerman.
Setelah proyek rampung, Aris melakukan serah terima empat kapal SKIPI bernama Orca 01 sampai Orca 04 dengan berita acara ditandatangani AMG. Aris kemudian membayar seluruh termin pembayaran kepada PT DRU senilai USD58.307.788 atau setara Rp744.089.959.059.
Padahal, biaya pembangunan empat unit kapal SKIPI hanya Rp446.267.570.055. Diduga terdapat sejumlah perbuatan melawan hukum dalam proses pengadaan, baik belum adanya Engineering Estimate, persekongkolan dalam tender, dokumen yang tidak benar dan sejumlah PMH lainnya.
"Empat kapal SKIPI itu diduga tidak sesuai spesifikasi yang disyaratkan dan dibutuhkan, misalnya kecepatan tidak mencapai syarat yang ditentukan, kekurangan panjang kapal sekitar 26 cm, mark up volume pelat baja dan aluminium dan kekurangan perlengkapan kapal lain," pungkas Saut.
Dalam perkara korupsi kapal Ditjen Bea dan Cukai, Amir, Istadi dan Heru diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Pada perkara korupsi kapal di KKP, Amir dan Aris disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama PT Daya Radar Utama (PT DRU), Amir Gunawan, sebagai tersangka korupsi pengadaan kapal. Amir diduga terlibat praktik rasuah dalam pengadaan kapal patroli di Ditjen Bea dan Cukai dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Di Ditjen Bea dan Cukai, Amir bersama pejabat pembuat komitmen (PPK) Istadi Prahastanto dan Ketua Panitia Lelang Heru Sumarwanto diduga melakukan praktik rasuah dalam pengadaan 16 kapal patroli cepat (
Fast Patrol Boat/FCB).
"Dugaan kerugian negara dalam perkara ini adalah Rp117.736.941.127," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa, 21 Mei 2019.
Sedangkan di KKP, Amir dan Aris Rustandi selaku PPK terlibat dugaan korupsi pengadaan 4 unit kapal 60 meter untuk sistem kapal inspeksi perikanan (SKIPI) pada Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP, hingga merugikan uang negara sebesar Rp61.540.127.782. Total kerugian negara dalam dua perkara ini mencapai Rp179,28 miliar.
Dalam kasus korupsi 16 kapal patroli di Ditjen Bea dan Cukai, Istadi menggunakan metode pelelangan terbatas untuk kapal cepat 28 meter dan 60 meter, serta pelelangan umum untuk kapal patroli 38 meter. Anggaran untuk proyek tahun jamak 2013-2015 ini sebesar Rp1,12 triliun.
Istandi selaku PPK diduga mengarahkan panitia lelang untuk tidak memilih perusahaan tertentu, melainkan PT DRU. Diduga terjadi sejumlah perbuatan melawan hukum pada proses pengadaan hingga pelaksanaan pekerjaan.
Baca: KPK Sita Dokumen dari Perusahaan Galangan Kapal
Bahkan, setelah dilakukan uji coba kecepatan, 16 kapal patroli tersebut tidak dapat mencapai kecepatan sesuai ketentuan, dan tidak memenuhi sertifikasi
dual-class seperti syarat di kontrak. Meski tidak sesuai, pihak Ditjen Bea dan Cukai tetap menerima dan menindaklanjuti dengan pembayaran.
"Selama proses pengadaan diduga IPR sebagai PPK dan kawan-kawan menerima 7.000 Euro sebagai
sole agent mesin yang dipakai oleh 16 kapal patroli cepat," kata Saut.
Kemudian pada korupsi pengadaan kapal di KKP, Aris selaku PPK dan pihak PT DRU menandatangani kontrak pekerjaan pembangunan 4 unit kapal 60 meter untuk SKIPI dengan nilai kontrak USD58.307.789. Aris dan tim teknis diduga menerima fasilitas sebesar Rp300.000 juta dari PT DRU untuk melakukan kegiatan
Factory Acceptance Test (FAT) ke Jerman.
Setelah proyek rampung, Aris melakukan serah terima empat kapal SKIPI bernama Orca 01 sampai Orca 04 dengan berita acara ditandatangani AMG. Aris kemudian membayar seluruh termin pembayaran kepada PT DRU senilai USD58.307.788 atau setara Rp744.089.959.059.
Padahal, biaya pembangunan empat unit kapal SKIPI hanya Rp446.267.570.055. Diduga terdapat sejumlah perbuatan melawan hukum dalam proses pengadaan, baik belum adanya
Engineering Estimate, persekongkolan dalam tender, dokumen yang tidak benar dan sejumlah PMH lainnya.
"Empat kapal SKIPI itu diduga tidak sesuai spesifikasi yang disyaratkan dan dibutuhkan, misalnya kecepatan tidak mencapai syarat yang ditentukan, kekurangan panjang kapal sekitar 26 cm,
mark up volume pelat baja dan aluminium dan kekurangan perlengkapan kapal lain," pungkas Saut.
Dalam perkara korupsi kapal Ditjen Bea dan Cukai, Amir, Istadi dan Heru diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Pada perkara korupsi kapal di KKP, Amir dan Aris disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)