Jakarta: Direktur Keuangan PT Keang Nam Developmen Indonesia (KNDI), Adelin Lis, didorong kembali mengajukan peninjauan kembali (PK) atas perkara yang menjeratnya ke Mahkamah Agung. Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis, mengatakan setiap narapidana atau ahli waris berhak mengajukan PK lebih dari satu kali, jika putusan pertama belum memenuhi rasa keadilan.
"Aturan kita, membolehkan PK berkali-kali. Aturannya, tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 34/PUU-XI/2013," ujar Margarito kepada wartawan, dilansir pada Selasa, 13 November 2023.
Namun, dia menegaskan pengajuan PK harus disertakan novum atau bukti baru atau belum pernah digunakan pihak terpidana. Mulai dari pengadilan tingkat pertama, hingga perkaranya masuk ke MA.
“Kalau tidak ada bukti baru, ya percuma. Jadi tergantung, ada atau tidaknya bukti baru. Itu yang paling pokok,” jelas dia.
Mantan Staf Ahli Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) ini menekankan setelah novum ditemukan, Adelin Lis bisa mengajukan saksi maupun ahli untuk menafsirkan dalil-dalil pembelaannya.
"Jangan sekadar mengandalkan saksi atau ahli dan memberikan tafsiran terhadap fakta yang ditemukan dalam sidang. Novumnya, harus benar-benar murni baru," ujar dia.
Sebelumnya, sejumlah pakar hukum menilai ada disparitas dalam putusan pertama dan kasasi perkara Adelin. Adelin sempat diputus bebas oleh Pengadilan Negeri (PN) Medan karena dinyatakan tidak melanggar pidana, hanya melanggar Undang-Undang (UU) Kehutanan dan dikenakan sanksi administrasi.
Namun, di tingkat kasasi dan PK, dia dihukum 10 tahun penjara lantaran dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Sementara itu, sejumlah terdakwa lain di kasus yang sama diputus bebas, yakni Direktur Utama PT KNDI, Oscar A Sipayung, serta Direktur Perencanaan dan Produksi PT KNDI, Washington Pane.
"Kapasitas Adelin Lis hanya direktur keuangan, harusnya yang paling bertanggung jawab adalah direktur utama," ujar pakar hukum kehutanan Sadino, dalam diskusi bertajuk, "Anotasi Putusan Adelin Lis", di Jakarta, Jumat, 10 November 2023.
Sementara itu, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia Suparji Ahmad mengatakan putusan tersebut mengandung misteri dan terkesan tidak adil. Sebab, Adelis Lis sempat dinyatakan tidak terbukti secara sah dan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
"Ketika di kasasi dan PK, putusan berubah drastis. Dihukum 10 tahun. Jadi, ada kontradiksi," ucap Suparji.
Dia mendorong Adelin Lis mengajukan PK kedua. Menurut dia, ada kekeliruan hakim dalam mengambil keputusan yang didukung dengan novum.
"Dalil paling signifikan, ada kekeliruan dan kekhilafan hakim. Kasusnya adalah pelanggaran administrasi. Jadi, yang dipakai Undang-Undang Kehutanan, bukan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi," jelas dia.
Adelin Lis didakwa melakukan tindak pidana korupsi terkait pembalakan liar di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatra Utara. Dalam dakwaan, jaksa menyatakan PT KNDI memiliki Hak Pengusahaan Hutan (HPH) di lahan seluas 58.590 hektare di kawasan hutan Sungai Singkuang-Sungai Natal, Kabupaten Madina. Dia disebut menebang kayu di luar Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang telah disahkan.
Menteri Kehutanan saat itu, MS Kaban, turut diperiksa sebagai saksi. Dia kemudian menyatakan pemilik hak pengelolaan hutan hanya melanggar administrasi apabila membalak kayu di luar RKT. Berdasarkan hal itu, PN Medan membebaskan Adelin Lis.
Jakarta: Direktur Keuangan PT Keang Nam Developmen Indonesia (KNDI), Adelin Lis, didorong kembali mengajukan peninjauan kembali (PK) atas perkara yang menjeratnya ke
Mahkamah Agung. Pakar
hukum tata negara, Margarito Kamis, mengatakan setiap narapidana atau ahli waris berhak mengajukan PK lebih dari satu kali, jika putusan pertama belum memenuhi rasa keadilan.
"Aturan kita, membolehkan PK berkali-kali. Aturannya, tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 34/PUU-XI/2013," ujar Margarito kepada wartawan, dilansir pada Selasa, 13 November 2023.
Namun, dia menegaskan pengajuan PK harus disertakan novum atau bukti baru atau belum pernah digunakan pihak terpidana. Mulai dari pengadilan tingkat pertama, hingga perkaranya masuk ke MA.
“Kalau tidak ada bukti baru, ya percuma. Jadi tergantung, ada atau tidaknya bukti baru. Itu yang paling pokok,” jelas dia.
Mantan Staf Ahli Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) ini menekankan setelah novum ditemukan, Adelin Lis bisa mengajukan saksi maupun ahli untuk menafsirkan dalil-dalil pembelaannya.
"Jangan sekadar mengandalkan saksi atau ahli dan memberikan tafsiran terhadap fakta yang ditemukan dalam sidang. Novumnya, harus benar-benar murni baru," ujar dia.
Sebelumnya, sejumlah pakar hukum menilai ada disparitas dalam putusan pertama dan kasasi perkara Adelin. Adelin sempat diputus bebas oleh Pengadilan Negeri (PN) Medan karena dinyatakan tidak melanggar pidana, hanya melanggar Undang-Undang (UU) Kehutanan dan dikenakan sanksi administrasi.
Namun, di tingkat kasasi dan PK, dia dihukum 10 tahun penjara lantaran dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Sementara itu, sejumlah terdakwa lain di kasus yang sama diputus bebas, yakni Direktur Utama PT KNDI, Oscar A Sipayung, serta Direktur Perencanaan dan Produksi PT KNDI, Washington Pane.
"Kapasitas Adelin Lis hanya direktur keuangan, harusnya yang paling bertanggung jawab adalah direktur utama," ujar pakar hukum kehutanan Sadino, dalam diskusi bertajuk, "Anotasi Putusan Adelin Lis", di Jakarta, Jumat, 10 November 2023.
Sementara itu, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia Suparji Ahmad mengatakan putusan tersebut mengandung misteri dan terkesan tidak adil. Sebab, Adelis Lis sempat dinyatakan tidak terbukti secara sah dan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
"Ketika di kasasi dan PK, putusan berubah drastis. Dihukum 10 tahun. Jadi, ada kontradiksi," ucap Suparji.
Dia mendorong Adelin Lis mengajukan PK kedua. Menurut dia, ada kekeliruan hakim dalam mengambil keputusan yang didukung dengan novum.
"Dalil paling signifikan, ada kekeliruan dan kekhilafan hakim. Kasusnya adalah pelanggaran administrasi. Jadi, yang dipakai Undang-Undang Kehutanan, bukan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi," jelas dia.
Adelin Lis didakwa melakukan tindak pidana
korupsi terkait pembalakan liar di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatra Utara. Dalam dakwaan, jaksa menyatakan PT KNDI memiliki Hak Pengusahaan Hutan (HPH) di lahan seluas 58.590 hektare di kawasan hutan Sungai Singkuang-Sungai Natal, Kabupaten Madina. Dia disebut menebang kayu di luar Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang telah disahkan.
Menteri Kehutanan saat itu, MS Kaban, turut diperiksa sebagai saksi. Dia kemudian menyatakan pemilik hak pengelolaan hutan hanya melanggar administrasi apabila membalak kayu di luar RKT. Berdasarkan hal itu, PN Medan membebaskan Adelin Lis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)