Jakarta: Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia (Persero) Emirsyah Satar memprotes penanganan kasus dugaan rasuah pengadaan pesawat CJR-1000 dan ATR 72-600 yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung). Dia menilai perkaranya serupa dengan yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kini sudah inkrah.
“Pada sidang saya yang terdahulu tahun 2020 di KPK, dakwaan yang diberikan kepada saya adalah sama dengan dakwaan yang diberikan saat ini, yaitu mengenai pengadaan Bombardier CRJ1000 dan ATR 72-600,” kata Emirsyah saat membacakan pleidoi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 17 Juli 2024.
Dalam persidangan Emirsyah menyebut permasalahan di Kejagung berkaitan dengan penerimaan uang dari pendiri PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soenarjo. Menurutnya, tuduhan itu sudah diakui dalam kasus di KPK yang sudah berkekuatan hukum tetap.
“Saat itu, saya mengakui dan menyesal atas kekhilafan saya karena telah menerima pemberian dari Soetikno Soedarjo, yang merupakan teman lama saya,” ucap Emirsyah.
Dia kini masih mempertanggungjawabkan perbuatannya di kasus lama yang ditangani KPK. Dalam persidangan, Emirsyah juga membantah pernah mengintervensi pengadaan di PT Garuda Indonesia (Persero).
“Saya tidak pernah mengintervensi pengadaan di PT Garuda Indonesia dan ini jelas dinyatakan oleh para saksi dalam sidang di sidang KPK dan juga disidang saat ini oleh Kejaksaan Agung,” ujar Emirsyah.
Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejagung menilai Emirsyah bersalah dalam kasus ini. Hakim diminta memberikan hukuman penjara kepada mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Emirsyah Satar.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Emirsyah Satar oleh karena itu dengan pidana penjara selama delapan tahun,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 27 Juni 2024.
Penuntut umum juga meminta hakim memberikan pidana denda Rp1 miliar ke Emirsyah. Uang itu wajib dibayar dalam waktu sebulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap atau diganti dengan kurungan penjara selama enam bulan.
Dalam perkara ini, jaksa juga meminta hakim memberikan vonis pidana pengganti untuk Emirsyah sebesar USD86.367.019. Dana itu juga wajib dibayarkan dalam waktu sebulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap atau harta bendanya dirampas untuk melunasinya.
Jakarta: Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia (Persero) Emirsyah Satar memprotes penanganan kasus dugaan rasuah pengadaan pesawat CJR-1000 dan ATR 72-600 yang ditangani Kejaksaan Agung (
Kejagung). Dia menilai perkaranya serupa dengan yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kini sudah inkrah.
“Pada sidang saya yang terdahulu tahun 2020 di KPK, dakwaan yang diberikan kepada saya adalah sama dengan dakwaan yang diberikan saat ini, yaitu mengenai pengadaan Bombardier CRJ1000 dan ATR 72-600,” kata Emirsyah saat membacakan pleidoi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 17 Juli 2024.
Dalam persidangan Emirsyah menyebut permasalahan di
Kejagung berkaitan dengan penerimaan uang dari pendiri PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soenarjo. Menurutnya, tuduhan itu sudah diakui dalam kasus di KPK yang sudah berkekuatan hukum tetap.
“Saat itu, saya mengakui dan menyesal atas kekhilafan saya karena telah menerima pemberian dari Soetikno Soedarjo, yang merupakan teman lama saya,” ucap Emirsyah.
Dia kini masih mempertanggungjawabkan perbuatannya di kasus lama yang ditangani KPK. Dalam persidangan, Emirsyah juga membantah pernah mengintervensi pengadaan di PT Garuda Indonesia (Persero).
“Saya tidak pernah mengintervensi pengadaan di PT Garuda Indonesia dan ini jelas dinyatakan oleh para saksi dalam sidang di sidang KPK dan juga disidang saat ini oleh Kejaksaan Agung,” ujar Emirsyah.
Jaksa penuntut umum (JPU) pada
Kejagung menilai Emirsyah bersalah dalam kasus ini. Hakim diminta memberikan hukuman penjara kepada mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Emirsyah Satar.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Emirsyah Satar oleh karena itu dengan pidana penjara selama delapan tahun,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 27 Juni 2024.
Penuntut umum juga meminta hakim memberikan pidana denda Rp1 miliar ke Emirsyah. Uang itu wajib dibayar dalam waktu sebulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap atau diganti dengan kurungan penjara selama enam bulan.
Dalam perkara ini, jaksa juga meminta hakim memberikan vonis pidana pengganti untuk Emirsyah sebesar USD86.367.019. Dana itu juga wajib dibayarkan dalam waktu sebulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap atau harta bendanya dirampas untuk melunasinya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)