Jakarta: Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla (JK) diminta memberikan pendapatnya soal konsep kehati-hatian dalam pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) oleh Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut JK, sikap kehati-hatian itu perlu diambil.
“Oh iya, tentu, tentu, artinya prudence, tetap, ya ada, ada,” kata Kalla di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 16 Mei 2024.
Lebih lanjut, jaksa menjelaskan bahwa PT Pertamina (Persero) tidak melakukan mitigasi risiko yang menjadi konsep kehati-hatian dalam pengadaan LNG tersebut. Buktinya, kajiannya dibuat setelah persetujuan disahkan.
“Ini Pak mohon izin dilihat, tanggal 24 Juli 2015, persetujuan direksi, mitigasi risiko penjualan pembelian LNG dari Amerika Serikat proyek Corpus Christi melalui paket jual beli LNG dengan Shel dan Total,” ujar jaksa.
Menurut jaksa, penandatanganan LNG ini baru ada pada Desember 2013, dan Juli 2014. Data pertimbangan awalnya justru baru ada setahun setelahnya.
Kalla mengaku tidak mengetahui dokumen itu. Sebab, teknis itu merupakan urusan PT Pertamina (Persero).
“Sekali lagi, secara teknis saya tidak ikuti seperti itu,” terang Kalla.
Kalla menjadi saksi meringankan dalam kasus ini. Dia dibawa oleh kubu eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan.
Dalam kasus ini, Karen didakwa melakukan pembelian LNG tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku. Akibat ulahnya, negara merugi USD113.839.186,60.
Dalam kasus ini, Karen disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Jakarta: Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI
Jusuf Kalla (JK) diminta memberikan pendapatnya soal konsep kehati-hatian dalam pengadaan gas alam cair atau
liquefied natural gas (
LNG) oleh Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut JK, sikap kehati-hatian itu perlu diambil.
“Oh iya, tentu, tentu, artinya
prudence, tetap, ya ada, ada,” kata Kalla di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 16 Mei 2024.
Lebih lanjut, jaksa menjelaskan bahwa PT Pertamina (Persero) tidak melakukan mitigasi risiko yang menjadi konsep kehati-hatian dalam pengadaan LNG tersebut. Buktinya, kajiannya dibuat setelah persetujuan disahkan.
“Ini Pak mohon izin dilihat, tanggal 24 Juli 2015, persetujuan direksi, mitigasi risiko penjualan pembelian LNG dari Amerika Serikat proyek Corpus Christi melalui paket jual beli LNG dengan Shel dan Total,” ujar jaksa.
Menurut jaksa, penandatanganan LNG ini baru ada pada Desember 2013, dan Juli 2014. Data pertimbangan awalnya justru baru ada setahun setelahnya.
Kalla mengaku tidak mengetahui dokumen itu. Sebab, teknis itu merupakan urusan PT Pertamina (Persero).
“Sekali lagi, secara teknis saya tidak ikuti seperti itu,” terang Kalla.
Kalla menjadi saksi meringankan dalam kasus ini. Dia dibawa oleh kubu eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan.
Dalam kasus ini, Karen didakwa melakukan pembelian LNG tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku. Akibat ulahnya, negara merugi USD113.839.186,60.
Dalam kasus ini, Karen disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)