Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil--Medcom.id/ Meilikhah
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil--Medcom.id/ Meilikhah

Pembaruan Penegakan Hukum Pemilu Dinilai Belum Optimal

Damar Iradat • 27 Desember 2017 18:01
Jakarta: Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai pembaruan penegakan hukum pemilu yang dilakukan selama 2017 belum optimal. Padahal, peran tersebut menjadi bagian penting untuk mewujudkan pemilu yang demokratis.
 
Peneliti (Perludem) Fadli Ramadhanil mengatakan persoalan hukum pemilu secara umum terbagi menjadi dua bagian yakni pelanggaran pemilu dan sengketa pemilu. Dua persoalan hukum pemilu terebut diharapkan dapat diperkuat dalam proses pembahasan UU No. 7 Tahun 2017.
 
Baca: Bawaslu Perkuat Penegakan Hukum Terpadu

Menurut Fadli, penanganan pelanggaran pemilu yang perlu muncul adalah adanya sistem pelanggaran administrasi dan sanksi yang lebih detail dan memberikan efek jera kepada peserta pemilu. Aturan saat ini, kata dia, hanya memberikan jenis sanksi administrasi saja.
 
"Banyak hal tindakan administrasi pemilu yang mestinya diberikan larangan dan sanksi yang pasti untuk satu perbuatan," kata Fadli dalam sebuah konferensi pers di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu 27 Desember 2017.
 
Fadli mengungkapkan, hanya ada satu saja bentuk sanksi administrasi yang disebutkan eksplisit di dalam UU Pemilu, yakni praktik politik uang yang bersifat sistematis, terstruktur, dan massif. Di dalam UU Pemilu juga sama sekali tidak ada perubahan terkait tindak pidana pemilu, baik sistem penanganannya, maupun jenis tindak pidana pemilu masih sangat banyak.
 
"Hal yang sedikit berubah adalah mekanisme penanganan pelanggaran administrasi pemilu yang diwajibkan untuk dilaksanakan secara terbuka dan dalam forum persidangan," paparnya.
 
Ia melanjutkan, mekanisme sengketa pemilu juga praktis tidak ada yang berubah. Justru, kata dia, pilihan pembentuk undang-undang yang memperluas lembaga yang bisa menyelesaikan sengketa tahapan sampai ke Bawaslu kabupaten atau kota adalah mengandung risiko yang cukup besar.
 
"Kesiapan kelembagaan, dan desaian penyelesaian sengketa akan menjadi hal yang tidak mudah," ucapnya.
 
Terkait dengan perselisihan hasil pemilu juga tidak ada perubahan. Menurut Fadli, salah satu hal yang paling disorot adalah adanya perpanjangan waktu pendaftaran permohonan perselisihan hasil pemilu yang tak disinggung. Perpanjangan waktu tersebut semula tiga kali 24 jam, menjadi 6 x 24 jam atau menjadi 6 hari kerja sama.
 
"Terkait dengan hukum acara penyelesaian sengketa juga sama sekali tidak diatur. Salah satunya adalah, bagaimana penyelesaian perselisihan hasil pemilu dalam realitas pelaksanaan pemilu yang seretak," tandasnya.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan