Pemuda yang tergabung dalam Gerakan 20 Mei Masyarakat Kutai Timur di Gedung MK. Foto: Istimewa
Pemuda yang tergabung dalam Gerakan 20 Mei Masyarakat Kutai Timur di Gedung MK. Foto: Istimewa

MK Gelar Sidang Perdana Uji Materi UU APBN 2018

Arga sumantri • 26 Januari 2018 02:03
Jakarta: Mahkamah Konstitusi menggelar sidang perdana uji materi Undang-undang (UU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018. Agenda sidang mendengarkan pokok permohonan yang diajukan pemuda asal Kutai Timur, Kalimantan Timur.
 
Para pemuda yang tergabung dalam Gerakan 20 Mei Masyarakat Kutai Timur itu menguji Pasal 15 ayat (3) huruf d UU Nomor 15 tahun 2017 tentang APBN Tahun 2018. Pasal itu mengatur ketentuan penyaluran anggaran transfer ke daerah dan dana desa.
 
Kuasa Hukum pemohon, Ahmad Irawan mengatakan, dalam peraturan tercantum kalau penyaluran dana desa dapat ditunda atau dipotong apabila suatu daerah tidak memenuhi paling sedikit anggaran, atau menunggak membayar iuran yang diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan. Hal itu dinilai bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28A, dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
 
"Dengan demikian, kebijakan dan keputusan penyelenggaraan negara harus berdasarkan hukum dan konstitusi," kata Irawan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis 25 Januari 2018.
 
Menurut Irawan, frase 'dapat dilakukan penundaan atau pemotongan', membuka celah kesewenang-wenangan pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah. Padahal, kata dia, transfer anggaran ke daerah merupakan cerminan hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah.
 
"Juga pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya secara adil dan selaras, serta hak untuk mempertahankan hidup dan kehidupan masyarakat di daerah," beber Irawan.
 
Irawan mengatakan, pemotongan tanpa dasar hukum dan tidak sesuai prosedur Kementerian Keuangan bisa menyebabkan ketidakpastian hukum, tidak konsisten, tidak adil, dan tidak proporsional. Padahal, dalam perspektif perimbangan keuangan negara, dana yang ditransfer harus sesuai aturan yang telah menetapkan persentase dana bagi hasil dan dana transfer ke daerah.
 
"Jadi pemerintah pusat selain tidak melakukan alokasi dana sesuai persentase minimum yang diatur, anggaran yang telah dibagi pun tetap masih dipotong," ujarnya.
 
Akibatnya, kata Irawan, pelayanan dasar di daerah terganggu. Sebab, ketika daerah tidak memiliki kemampuan keuangan untuk membiayai pelaksanaan kewenangan desentralisasi, seharusnya kebijakan yang dikeluarkan adalah membantu daerah, bukan sebaliknya. Penundaan atau pemotongan dana desa yang dilakukan oleh pemerintah pusat, lanjut dia, juga telah bertentangan dengan prinsip pengelolaan keuanhan yang terbuka dan bertanggungjawab.
 
"Sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintah daerah, penduduk daerah penghasil dapat mempertahankan hidup dan kehidupannya serta hidup yang layak, pemanfaatan sumber daya alam harus adil dan selaras," jelasnya. 
 
Usai mendengarkan pokok permohonan, Hakim MK Aswanto meminta pemohon mengelaborasi pokok permohonannya. Pemohon juga diminta memperbaiki hal-hal teknis dan mengulas lebih komprehensif korelasi antara pelaksanaan pemotongan anggaran tersebut dengan pelanggaran hak konstitusi warga negara.
 
Para pemohon diberi kesempatan oleh panel Hakim Konstitusi untuk memperbaiki permohonan selama 14 hari, atau hingga 7 Februari 2018. "Jika tidak ada perbaikan permohonan sebelum tanggal tersebut, maka dianggap tidak terdapat perbaikan permohonan," tutup Irawan.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(AGA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan