Ilustrasi/Medcom.id
Ilustrasi/Medcom.id

Yunus Husein: Jangan Paksakan Kasus Perdata Jadi Pidana

Medcom • 09 Juli 2020 19:14
Jakarta: Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein meminta Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri tidak memaksakan sebuah perkara perdata masuk ke ranah pidana. Menurutnya, penanganan sebuah perkara perdata harus diselesaikan secara perdata.
 
"Kasus sengketa perdata harus mengedepankan penyelesaian perdatanya, bukan pidana," kata Yunus saat diperiksa sebagai saksi ahli oleh penyidik Bareskrim Polri dalam gelar perkara kasus dugaan tindak pidana perbankan (tipibank), Kamis, 9 Juli 2020.
 
Yunus menjadi saksi ahli dalam kasus tipibank yang melibatkan debitur bermasalah Rita Kishore Kumar Pridani dan Kishore Kumar Tahilram Pridani. Keduanya merupakan direksi PT Ratu Kharisma yang mengajukan permohonan kredit kepada 20 direksi, komisaris, dan karyawan Bank Swadesi yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka.

Yunus menilai pelanggaran yang diduga dilakukan oleh para tersangka bukanlah ranah pidana, melainkan kesalahan administrasi yang bisa diperbaiki melalui kesepakatan pihak yang beperkara. Jadi, menurut dia, Pasal 49 ayat (2) huruf b UU Perbankan tak bisa digunakan untuk menjerat ke-20 tersangka. 
 
"Pasal 49 itu tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan, tapi langkah yang diperintahkan oleh otoritas. Dalam hal ini BI (Bank Indonesia) atau OJK (Otoritas Jasa Keuangan)," kata Yunus.
 
Yunus menjelaskan dalam beberapa kasus banyak bank dilaporkan secara pidana oleh debitur-debitur bermasalah. Langkah debitur nakal tersebut menurutnya adalah modus agar terbebas dari kewajiban mereka.
 
Ia menekankan, dalam kondisi perekonomian saat ini yang terdampak virus korona, bank berfungsi penting seperti jantung dalam tubuh manusia. Yakni, memompa likuiditas ke pereknomian. 
 
"Lewat diskusi dengan penyidik, kita berharap polisi merekonstruksi ulang agar modus-modus para debitur nakal ini tidak membuat dunia perbankan ketakutan," ucapnya.
 
Kasus ini terjadi pada 2008. Saat itu, Rita Kishore Kumar Pridani dan Kishore Kumar Tahilram Pridani selaku direksi PT Ratu Kharisma mengajukan permohonan kredit ke Bank Swadesi yang kini telah diakuisisi oleh PT Bank of India Indonesia. Kredit yang diajukan sebesar Rp10,5 miliar dengan agunan yang disebut senilai Rp13,5 miliar.
 
Dalam perjalanannya, pihak Rita tidak membayar cicilan kepada bank. Kemudian, setelah melalui proses mediasi, pihak bank melalui Kantor Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Denpasar melakukan lelang aset yang dilakukan terbuka. 
 
Hasilnya, aset yang diagunkan oleh Rita berupa tanah seluas 1.520 meter persegi di daerah Seminyak, Bali, laku senilai Rp6,3 miliar dalam proses lelang.
 
Pihak Rita tidak puas dengan hasil lelang. Menurutnya, nilai lelang jauh di bawah nilai aset yang dia agunkan. Setelah melalui proses panjang, akhirnya pihak Rita melaporkan komisaris, direksi, dan karyawan Bank Swadesi ke Polda Metro Bali atas dugaan melakukan tindak pindana perbankan (tipibank).
 
Kasus ini kemudian dilimpahkan ke Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri. Polisi kemudian menetapkan status tersangka kepada 20 karyawan, komisaris, maupun direksi yang nota bene telah pensiun.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan