Jakarta: Kejaksaan Agung (Kejagung) merespons eksekusi mati terpidana Herry Wirawan. Di kepemimpinan Jaksa Agung ST Burhanuddin, hukuman mati belum dilaksanakan dalam waktu dekat.
"Memang untuk tahun-tahun, termasuk tahun-tahunnya Pak Jaksa Agung ini (Burhanuddin), bukan artinya kita menghindari, tetapi belum ada program untuk ke sana," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana di Jakarta, Rabu, 4 Januari 2023.
Meski proses eksekusi mati belum dilakukan, lanjut Ketut, bukan berarti kejaksaan mengantung nasib para terpidana mati. Kejagung menyadari proses hukuman mati seorang terpidana tidak mudah.
Sebab, ada unsur hak asasi manusia (HAM) yang harus dipertimbangkan. Selain itu, kejaksaan juga masih menghargai upaya hukum lain yang masih melekat dalam diri terpidana, seperti pengajuan grasi, amnesti, dan peninjauan kembali (PK).
"Untuk melaksanakan hukuman mati itu prosesnya sangat panjang, terkait dengan (sorotan) dunia internasional, terkait dengan citra kejaksaan, dan negara," kata Ketut.
Herry, pemerkosa 12 santriwatinya, dihukum pidana mati oleh Mahkamah Agung (MA) melalui putusan kasasi nomor 5642 K/PID.SUS/2022. Putusan kasasi diketuk pada Kamis, 8 Januari 2023 oleh majelis hakim yang diketuai Sri Murwahyuni. Majelis hakim menolak kasasi yang diajukan Herry maupun jaksa penuntut umum.
"Amar putusan, JPU & TDW = TOLAK," demikian bunyi putusan yang diakses melalui laman Kepaniteraan MA.
Dengan demikian, Herry tetap dihukum mati sebagaimana putusan sebelumnya di tingkat banding pada Pengadilan Tinggi Jawa Barat. Sampai saat ini, putusan tersebut sedang dalam proses minutasi oleh majelis.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum mengajukan banding atas hukuman pidana penjara seumur hidup yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung. Pengadilan tingkat banding akhirnya mengabulkan permohonan penuntut umum dengan mengubah hukuman Herry menjadi pidana mati.
Di samping itu, Herry juga dihukum mebayar restitusi terhadap para korbannya dengan nilai yang bervariasi, mulai dari Rp8,604 juta sampai Rp85,83 juta. Hakim juga memutuskan agar harta kekayaan dan aset Herry dirampas yang hasinya diserahkan ke Pemerintah Daerah Jawa Barat untuk biaya pendidikan dan kelangsungan hidup para anak korban hingga dewasa.
Jakarta: Kejaksaan Agung (Kejagung) merespons eksekusi mati terpidana Herry Wirawan. Di kepemimpinan
Jaksa Agung ST Burhanuddin, hukuman mati belum dilaksanakan dalam waktu dekat.
"Memang untuk tahun-tahun, termasuk tahun-tahunnya Pak Jaksa Agung ini (Burhanuddin), bukan artinya kita menghindari, tetapi belum ada program untuk ke sana," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana di Jakarta, Rabu, 4 Januari 2023.
Meski proses eksekusi mati belum dilakukan, lanjut Ketut, bukan berarti kejaksaan mengantung nasib para terpidana mati. Kejagung menyadari proses hukuman mati seorang
terpidana tidak mudah.
Sebab, ada unsur hak asasi manusia (HAM) yang harus dipertimbangkan. Selain itu, kejaksaan juga masih menghargai upaya hukum lain yang masih melekat dalam diri terpidana, seperti pengajuan grasi, amnesti, dan peninjauan kembali (PK).
"Untuk melaksanakan
hukuman mati itu prosesnya sangat panjang, terkait dengan (sorotan) dunia internasional, terkait dengan citra kejaksaan, dan negara," kata Ketut.
Herry, pemerkosa 12 santriwatinya, dihukum pidana mati oleh Mahkamah Agung (MA) melalui putusan kasasi nomor 5642 K/PID.SUS/2022. Putusan kasasi diketuk pada Kamis, 8 Januari 2023 oleh majelis hakim yang diketuai Sri Murwahyuni. Majelis hakim menolak kasasi yang diajukan Herry maupun jaksa penuntut umum.
"Amar putusan, JPU & TDW = TOLAK," demikian bunyi putusan yang diakses melalui laman Kepaniteraan MA.
Dengan demikian, Herry tetap dihukum mati sebagaimana putusan sebelumnya di tingkat banding pada Pengadilan Tinggi Jawa Barat. Sampai saat ini, putusan tersebut sedang dalam proses minutasi oleh majelis.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum mengajukan banding atas hukuman pidana penjara seumur hidup yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung. Pengadilan tingkat banding akhirnya mengabulkan permohonan penuntut umum dengan mengubah hukuman Herry menjadi pidana mati.
Di samping itu, Herry juga dihukum mebayar restitusi terhadap para korbannya dengan nilai yang bervariasi, mulai dari Rp8,604 juta sampai Rp85,83 juta. Hakim juga memutuskan agar harta kekayaan dan aset Herry dirampas yang hasinya diserahkan ke Pemerintah Daerah Jawa Barat untuk biaya pendidikan dan kelangsungan hidup para anak korban hingga dewasa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)