Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo (kanan), Mensesneg Pratikno (kedua dari kiri), Seskab Pramono Anung (kedua dari kanan) memberikan keterangan kepada wartawan di Istana Negara. Foto: Panca Syurkani/MI
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo (kanan), Mensesneg Pratikno (kedua dari kiri), Seskab Pramono Anung (kedua dari kanan) memberikan keterangan kepada wartawan di Istana Negara. Foto: Panca Syurkani/MI

Presiden Diminta Bersikap untuk Kasus yang Menjerat Pimpinan KPK

Haifa Salsabila • 11 November 2017 05:00
medcom.id, Jakarta: Presiden Joko Widodo diminta untuk menyikapi kasus yang saat ini tengah menyeret pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo dan Saut Situmorang.
 
Penasihat Pemantauan Kemitraan, Wahidah Suaib mengatakan, pelaporan terhadap keduanya di Bareskrim Polri dinilai sebagai salah satu langkah untuk melumpuhkan kinerja KPK mengungkap kasus korupsi.
 
"Ini jadi tanggung jawab Presiden. Beliau selalu mengulang-ulang bahwa kita harus kuatkan KPK. Sekarang apa bukti dan langkah nyata dari hal tersebut. Sedangkan kasus ini terus berjalan," kata Wahidah Suaib dalam diskusi di Kantor Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI), Matraman, Jakarta Timur, Jumat 10 November 2017. 

Wahidah menjelaskan, jika Presiden tidak segera bertindak, kasus tersebut akan terus bergulir sehingga bisa mengganggu kinerja KPK.
 
Hal senada diucapkan oleh Peneliti di Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Indonesia (PSIK-Indonesia), Arif Susanto. Arif meminta ketegasan Jokowi jika melihat adanya kejanggalan dalam laporan yang dibuat pihak Novanto.
 
"Presiden Jokowi seperti hanya membiarkan saja kasus ini digunakan untuk melemahkan KPK. Beliau mempunyai kekuasaan tetapi membiarkan kejahatan tersebut berlangsung," jelas Arif.
 
Agus dan Saut dilaporkan tim kuasa hukum Ketua DPR Setya Novanto, Sandy Kurniawan, ke Bareskrim Polri. Pelaporan terkait dugaan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 263 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan atau Pasal 421 KUHP.
 
Keduanya diduga membuat dan menggunakan surat palsu untuk memperpanjang pencegahan ke luar negeri bagi Setya Novanto yang terseret kasus KTP elektronik. Pencegahan dilakukan untuk kepentingan penyidikan kasus korupsi KTP elektronik untuk tersangka Anang Sugiana Sudihardjo.
 
KPK mengirimkan surat kepada Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM terkait pencegahan Novanto. Masa berlaku pencegahan Novanto yang kedua kalinya ini berlaku hingga 2 April 2018.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan