medcom.id, Jakarta: Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo membantah tudingan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Mantan anggota DPR RI itu dituduh turut kecipratan duit sebesar USD500 ribu dalam proyek Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) pada tahun 2011-2012.
"Tuduhannya tidak beralasan," kata Ganjar dalam acara PrimeTalk Metro TV, Senin malam, 6 Maret 2017.
Ganjar pun memastikan, bukan menjadi salah satu anggota dan mantan anggota DPR RI yang mengembalikan uang ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Lembaga antikorupsi telah menerima pengembalian uang sebesar Rp250 miliar, di antaranya berasal dari anggota dan mantan anggota DPR.
"Saya tidak mengembalikan karena tidak menerima," ucap dia.
Politikus PDI Perjuangan ini juga mengaku telah menjelaskan banyak soal proyek ini pada saat diperiksa penyidik KPK. Ia menyerahkan seluruh dokumen hasil rapat perumusan anggaran ketika dirinya menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi II pada periode 2009-2014.
"Dia tanyakan bagaimana proses penyususnan anggaran dan siapa yang ikut hadir? seluruh file dokumen hasil rapat kebebetulan masih ada di saja, jadi saya berikan semuanya. Itu bentuk dukungan saya kepada teman di KPK," kata dia.
Baca: Menanti Kejutan Kasus KTP-el Terungkap
Nazaruddin sebelumnya mengaku telah menyerahkan nama-nama dari pihak pemerintah hingga DPR yang diduga terlibat dalam kasus proyek pengadaan KTP-el ke KPK. Data itu diberikan melalui kuasa hukumnya ketika itu, Elza Syarief.
Sejumlah nama dari pihak pemerintah yang masuk dalam dugaan korupsi e-KTP versi Nazaruddin, di antaranya mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni, mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, serta Ketua Panitia Lelang KTP-el Dradjat Wisnu Setiawan.
Sedangkan dari unsur DPR, nama yang terseret antara lain Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto, Anas Urbaningrum, pimpinan Badan Anggaran DPR dan pimpinan Komisi II DPR. Pihak swasta dalam proyek e-KTP yang ikut dilaporkan ke KPK adalah Andi Narogong.
Gamawan, Setya Novanto dan Anas Urbaningrum dalam berbagai kesempatan telah membantah terlibat dalam dugaan korupsi proyek KTP-el. Mereka menuding Nazaruddin membual.
Pada kasus ini, KPK baru menetapkan dua tersangka, yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto.
Irman dikenakan Pasal 2 ayat (2) subsider ayat (3) Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaiamana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 dan 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/0kpOxa7b" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo membantah tudingan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Mantan anggota DPR RI itu dituduh turut kecipratan duit sebesar USD500 ribu dalam proyek Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) pada tahun 2011-2012.
"Tuduhannya tidak beralasan," kata Ganjar dalam acara PrimeTalk Metro TV, Senin malam, 6 Maret 2017.
Ganjar pun memastikan, bukan menjadi salah satu anggota dan mantan anggota DPR RI yang mengembalikan uang ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Lembaga antikorupsi telah menerima pengembalian uang sebesar Rp250 miliar, di antaranya berasal dari anggota dan mantan anggota DPR.
"Saya tidak mengembalikan karena tidak menerima," ucap dia.
Politikus PDI Perjuangan ini juga mengaku telah menjelaskan banyak soal proyek ini pada saat diperiksa penyidik KPK. Ia menyerahkan seluruh dokumen hasil rapat perumusan anggaran ketika dirinya menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi II pada periode 2009-2014.
"Dia tanyakan bagaimana proses penyususnan anggaran dan siapa yang ikut hadir? seluruh file dokumen hasil rapat kebebetulan masih ada di saja, jadi saya berikan semuanya. Itu bentuk dukungan saya kepada teman di KPK," kata dia.
Baca: Menanti Kejutan Kasus KTP-el Terungkap
Nazaruddin sebelumnya mengaku telah menyerahkan nama-nama dari pihak pemerintah hingga DPR yang diduga terlibat dalam kasus proyek pengadaan KTP-el ke KPK. Data itu diberikan melalui kuasa hukumnya ketika itu, Elza Syarief.
Sejumlah nama dari pihak pemerintah yang masuk dalam dugaan korupsi e-KTP versi Nazaruddin, di antaranya mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni, mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, serta Ketua Panitia Lelang KTP-el Dradjat Wisnu Setiawan.
Sedangkan dari unsur DPR, nama yang terseret antara lain Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto, Anas Urbaningrum, pimpinan Badan Anggaran DPR dan pimpinan Komisi II DPR. Pihak swasta dalam proyek e-KTP yang ikut dilaporkan ke KPK adalah Andi Narogong.
Gamawan, Setya Novanto dan Anas Urbaningrum dalam berbagai kesempatan telah membantah terlibat dalam dugaan korupsi proyek KTP-el. Mereka menuding Nazaruddin membual.
Pada kasus ini, KPK baru menetapkan dua tersangka, yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto.
Irman dikenakan Pasal 2 ayat (2) subsider ayat (3) Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaiamana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 dan 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)