Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan penjelasan soal belum adanya penahanan kepada tersangka kasus pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan) yang dikelolanya. Upaya paksa itu belum dilakukan padahal perkara serupa pernah disidangkan di Dewan Pengawas (Dewas) Lembaga Antirasuah.
Juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri mengatakan pihaknya harus melaksanakan prosedur administrasi hukum sebelum melakukan penahanan. Pemeriksaan, maupun persidangan di Dewas Lembaga Antirasuah tidak bisa dijadikan acuan.
“Jadi, memang ada prosedur yang harus dilalui gitu ya. Walaupun sekali lagi orangnya ada di internal KPK, tapi, prosedur-prosedur itu harus dilakukan. Tidak boleh melewati ataupun tidak melalui prosedur-prosedur dalam penanganan sebuah perkara,” kata Ali di Jakarta, Kamis, 14 Maret 2024.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK itu juga mengatakan bahwa pihaknya harus memanggil ulang pihak-pihak yang sudah diperiksa Dewas KPK. Permintaan keterangan juga tidak bisa dadakan.
“Memanggil seorang sebagai saksi itu butuh waktu tiga hari misalnya, kemudian saksi-saksi, alat bukti, apalagi dari seginya berbeda dengan konteks penegakkan hukum, berbeda dengan etik, berbeda dengan disiplin,” ucap Ali.
Menurut Ali, tahapan administrasi dalam proses hukum sangat ketat. KPK menegaskan tidak membela para tersangka meski sebagian besar merupakan pegawai sendiri.
“Tentunya sepuluh orang ini sebagai tersangka pada saatnya kami panggil juga sebagai tersangka, dan nanti kewenangan penyidik kalau memang dibutuhkan untuk pencepatan, dan percepatan dalam penyelesaian sebuah perkara pasti dilakukan (penahanan). Tapi, ada prosedur-prosedur, ada waktu-waktu yang harus dilalui,” ujar Ali.
Sebanyak sepuluh orang menjadi tersangka dalam kasus ini. Salah satunya yakni Aparatur sipil negara (ASN) Pemda DKI Jakarta Hengki.
“Hengki sudah tersangka, dia sudah pindah ke Pemda (DKI) kalau tidak salah,” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 6 Maret 2024.
Hengki merupakan sosok yang membuat skema pungli di rutan. KPK tetap mengusut perbuatannya meski sudah tidak lagi bekerja di rutan yang dikelolanya.
Sebanyak 78 pegawai KPK sudah divonis bersalah secara etik karena menerima pungli di rutan. Mereka dihukum melakukan permintaan maaf secara terbuka.
Hukuman etik itu belum final. KPK kini tengah mengusut pelanggaran disiplin kepada seluruh pegawainya yang terseret skandal pungli di rutan.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) memberikan penjelasan soal belum adanya penahanan kepada tersangka kasus pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan) yang dikelolanya. Upaya paksa itu belum dilakukan padahal perkara serupa pernah disidangkan di Dewan Pengawas (Dewas) Lembaga Antirasuah.
Juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri mengatakan pihaknya harus melaksanakan prosedur administrasi hukum sebelum melakukan penahanan. Pemeriksaan, maupun persidangan di Dewas Lembaga Antirasuah tidak bisa dijadikan acuan.
“Jadi, memang ada prosedur yang harus dilalui gitu ya. Walaupun sekali lagi orangnya ada di internal KPK, tapi, prosedur-prosedur itu harus dilakukan. Tidak boleh melewati ataupun tidak melalui prosedur-prosedur dalam penanganan sebuah perkara,” kata Ali di Jakarta, Kamis, 14 Maret 2024.
Kepala Bagian Pemberitaan
KPK itu juga mengatakan bahwa pihaknya harus memanggil ulang pihak-pihak yang sudah diperiksa Dewas KPK. Permintaan keterangan juga tidak bisa dadakan.
“Memanggil seorang sebagai saksi itu butuh waktu tiga hari misalnya, kemudian saksi-saksi, alat bukti, apalagi dari seginya berbeda dengan konteks penegakkan hukum, berbeda dengan etik, berbeda dengan disiplin,” ucap Ali.
Menurut Ali, tahapan administrasi dalam proses hukum sangat ketat. KPK menegaskan tidak membela para tersangka meski sebagian besar merupakan pegawai sendiri.
“Tentunya sepuluh orang ini sebagai tersangka pada saatnya kami panggil juga sebagai tersangka, dan nanti kewenangan penyidik kalau memang dibutuhkan untuk pencepatan, dan percepatan dalam penyelesaian sebuah perkara pasti dilakukan (penahanan). Tapi, ada prosedur-prosedur, ada waktu-waktu yang harus dilalui,” ujar Ali.
Sebanyak sepuluh orang menjadi tersangka dalam kasus ini. Salah satunya yakni Aparatur sipil negara (ASN) Pemda DKI Jakarta Hengki.
“Hengki sudah tersangka, dia sudah pindah ke Pemda (DKI) kalau tidak salah,” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 6 Maret 2024.
Hengki merupakan sosok yang membuat skema pungli di rutan.
KPK tetap mengusut perbuatannya meski sudah tidak lagi bekerja di rutan yang dikelolanya.
Sebanyak 78 pegawai KPK sudah divonis bersalah secara etik karena menerima pungli di rutan. Mereka dihukum melakukan permintaan maaf secara terbuka.
Hukuman etik itu belum final. KPK kini tengah mengusut pelanggaran disiplin kepada seluruh pegawainya yang terseret skandal pungli di rutan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)