medcom.id, Jakarta: Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) dan Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas menilai hak angket DPR untuk Komisi Pemberantasan Korupsi inkonstitusional. Penilaian itu tertera dalam hasil kajian asosiasi yang ditandatangani 132 pakar hukum tata negara se-Indonesia.
"Hak angket yang digulirkan anggota DPR RI untuk menyelidiki KPK, terdapat dua permasalahan yang membuat hak angket ini ilegal atau cacat," kata Ketua DPP APHTN-HAN Mahfud MD usai menyerahkan kajian ke KPK di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu 14 Juni 2017.
Cacat hukum yang dimaksud berkaitan objek dan subjek yang diselidiki. Dua hal tersebut ditegaskan melenceng jauh dari rel.
Berdasarkan Pasal 79 ayat 3 UU MD3 yang membahas hak angket, jelas disebutkan bila hak tersebut digunakan untuk penyelidikan terhadap pelaksanaan undang-undang dan kebijakan lembaga pemerintah atau eksekutif. "Sedangkan KPK itu bukan lembaga pemerintah," tegas Mahfud.
Permasalahan objek juga membuat hak angket KPK dinilai salah sasaran. Objek penyelidikan hak angket harus memenuhi tiga kondisi, yakni hal penting, strategis, dan berdampak luas bagi masyarakat.
"Sedangkan hak angket ini digunakan untuk mengungkap pengakuan Miryam (tersangka keterangan palsu kasus korupsi KTP elektronik) yang mengaku ditekan. Ini apa kepentingannya?" tanya Mahfud.
DPR yang juga akan mengkaji kinerja KPK dalam pansus hak angket dinilai sangat aneh. Sebanyak 16 hak angket yang digunakan DPR selalu memiliki tujuan spesifik, bukan mencari masalah di dalam pansus.
Persoalan pembentukan pansus hak angket yang juga tidak sesuai dengan aturan pun disoroti. Sidang paripurna pengambilan keputusan hak angket yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah sarat masalah.
"Masa diambil keputusan saat banyak interupsi. Seharusnya kalau memang banyak yang tidak setuju di musyawarah, harus melalui mekanisme voting," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut.
Selain itu, pansus hak angket KPK juga tidak memenuhi syarat. Seharusnya panitia hak angket diisi seluruh fraksi tanpa ada yang tertinggal. Pada kenyataannya, dua fraksi menolak bergabung ditambah satu fraksi ragu-ragu.
Dia membantah argumentasi anggota yang menyebut pansus angket tak bakal terbentuk bila wajib diisi seluruh fraksi. "Aturannya begitu. Lagi pula selama ini angket selalu terisi oleh seluruh fraksi," beber Mahfud.
medcom.id, Jakarta: Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) dan Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas menilai hak angket DPR untuk Komisi Pemberantasan Korupsi inkonstitusional. Penilaian itu tertera dalam hasil kajian asosiasi yang ditandatangani 132 pakar hukum tata negara se-Indonesia.
"Hak angket yang digulirkan anggota DPR RI untuk menyelidiki KPK, terdapat dua permasalahan yang membuat hak angket ini ilegal atau cacat," kata Ketua DPP APHTN-HAN Mahfud MD usai menyerahkan kajian ke KPK di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu 14 Juni 2017.
Cacat hukum yang dimaksud berkaitan objek dan subjek yang diselidiki. Dua hal tersebut ditegaskan melenceng jauh dari rel.
Berdasarkan Pasal 79 ayat 3 UU MD3 yang membahas hak angket, jelas disebutkan bila hak tersebut digunakan untuk penyelidikan terhadap pelaksanaan undang-undang dan kebijakan lembaga pemerintah atau eksekutif. "Sedangkan KPK itu bukan lembaga pemerintah," tegas Mahfud.
Permasalahan objek juga membuat hak angket KPK dinilai salah sasaran. Objek penyelidikan hak angket harus memenuhi tiga kondisi, yakni hal penting, strategis, dan berdampak luas bagi masyarakat.
"Sedangkan hak angket ini digunakan untuk mengungkap pengakuan Miryam (tersangka keterangan palsu kasus korupsi KTP elektronik) yang mengaku ditekan. Ini apa kepentingannya?" tanya Mahfud.
DPR yang juga akan mengkaji kinerja KPK dalam pansus hak angket dinilai sangat aneh. Sebanyak 16 hak angket yang digunakan DPR selalu memiliki tujuan spesifik, bukan mencari masalah di dalam pansus.
Persoalan pembentukan pansus hak angket yang juga tidak sesuai dengan aturan pun disoroti. Sidang paripurna pengambilan keputusan hak angket yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah sarat masalah.
"Masa diambil keputusan saat banyak interupsi. Seharusnya kalau memang banyak yang tidak setuju di musyawarah, harus melalui mekanisme voting," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut.
Selain itu, pansus hak angket KPK juga tidak memenuhi syarat. Seharusnya panitia hak angket diisi seluruh fraksi tanpa ada yang tertinggal. Pada kenyataannya, dua fraksi menolak bergabung ditambah satu fraksi ragu-ragu.
Dia membantah argumentasi anggota yang menyebut pansus angket tak bakal terbentuk bila wajib diisi seluruh fraksi. "Aturannya begitu. Lagi pula selama ini angket selalu terisi oleh seluruh fraksi," beber Mahfud.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OJE)