Jakarta: Pelaku yang terlibat dalam kasus dugaan bocornya dokumen penyelidikan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang bergulir di Polda Metro Jaya dinilai bisa dikenakan pasal terkait obstruction of justice atau menghalangi penegakan hukum. Aturan itu termuat dalam Pasal 221 KUHP.
"Saya selalu mengatakan banyak pasal yang bisa di gunakan, pertama obstruction of justice, pasal 21 Undang-Undang (UU) Tipikor, yang kedua juga kalau ini berasal dari pimpinan bisa dijerat pasal 36 UU KPK karena menjalin komunikasi dengan pihak berperkara," kata peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman saat dihubungi Medcom.id, Senin, 26 Juni 2023.
Zaenur mengatakan pelaku juga bisa dijerat dengan UU keterbukaan informasi publik. Sebab, ada dugaan informasi publik yang dikecualikan tapi malah dibocorkan.
Ia juga menyoroti kandasnya laporan terkait dugaan pelanggaran etik Ketua KPK Firli Bahuri terkait kebocoran dokumen tersebut karena dianggap kurang bukti. Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang menangani laporan itu juga tak membuka kembali putusan untuk dievaluasi karena desakan publik.
"Saya sih pesimis Dewas membuka kembali putusannya, tetapi menurut saya Dewas tidak akan berkutik jika Polda Metro Jaya dapat menuntaskan perkara ini sampai ada tersangkanya," ujar Zaenur.
Sebelumnya, Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto membenarkan terdapat unsur pidana terkait kebocoran dokumen penyelidikan kasus korupsi Kementerian ESDM di KPK. Laporan itu naik ke tahap penyidikan.
Karyoto mengatakan pihaknya menerima 10 laporan terkait kasus ini. Seluruhnya masih dalam tahap penyidikan penyidik Polda Metro Jaya.
"Ya memang setelah dilakukan pemeriksaan awal ada beberapa pihak-pihak yang diklarifikasi, kami memang sudah menemukan adanya peristiwa pidana," kata Karyoto di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa, 20 Juni 2023.
Jakarta: Pelaku yang terlibat dalam kasus dugaan bocornya dokumen penyelidikan di
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang bergulir di Polda Metro Jaya dinilai bisa dikenakan pasal terkait
obstruction of justice atau menghalangi penegakan hukum. Aturan itu termuat dalam Pasal 221 KUHP.
"Saya selalu mengatakan banyak pasal yang bisa di gunakan, pertama
obstruction of justice, pasal 21 Undang-Undang (UU) Tipikor, yang kedua juga kalau ini berasal dari pimpinan bisa dijerat pasal 36 UU
KPK karena menjalin komunikasi dengan pihak berperkara," kata peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman saat dihubungi
Medcom.id, Senin, 26 Juni 2023.
Zaenur mengatakan pelaku juga bisa dijerat dengan UU keterbukaan informasi publik. Sebab, ada dugaan informasi publik yang dikecualikan tapi malah dibocorkan.
Ia juga menyoroti kandasnya laporan terkait dugaan pelanggaran etik Ketua KPK Firli Bahuri terkait kebocoran dokumen tersebut karena dianggap kurang bukti. Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang menangani laporan itu juga tak membuka kembali putusan untuk dievaluasi karena desakan publik.
"Saya sih pesimis Dewas membuka kembali putusannya, tetapi menurut saya Dewas tidak akan berkutik jika Polda Metro Jaya dapat menuntaskan perkara ini sampai ada tersangkanya," ujar Zaenur.
Sebelumnya, Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto membenarkan terdapat unsur pidana terkait kebocoran dokumen penyelidikan kasus korupsi Kementerian ESDM di KPK. Laporan itu naik ke tahap penyidikan.
Karyoto mengatakan pihaknya menerima 10 laporan terkait kasus ini. Seluruhnya masih dalam tahap penyidikan penyidik Polda Metro Jaya.
"Ya memang setelah dilakukan pemeriksaan awal ada beberapa pihak-pihak yang diklarifikasi, kami memang sudah menemukan adanya peristiwa pidana," kata Karyoto di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa, 20 Juni 2023.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)