medcom.id, Jakarta: Ketua Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Fahd El Fouz alias Fahd A. Rafiq mengaku bukan aktor utama dalam kasus korupsi pengadaan Alquran dan laboratorium komputer di Kementerian Agama pada 2011-2012. Dia hanya menjalani perintah Priyo Budi Santoso yang saat itu menjadi atasannya di organisasi sayap Partai Golkar, Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR).
"Saya lebih menjalankan perintah atasan dan atau menjalani perintah pimpinan, saya diamanahkan menjadi ketua ormas Generasi Muda MKGR," ucap Fahd saat membacakan nota pembelaan alias pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis 7 September 2017.
Sebagai ketua generasi muda MKGR, Fahd harus tunduk dan patuh terhadap putusan pimpinan, Ketua MKGR Priyo Budi Santoso dan wakilnya, Zulkarnaen Djabar. Dia mengaku diperintahkan untuk menggerakan roda bulanan organisasi yang tidak mendapatkan uang dari pemerintah. Fahd mengaku hanya menjadi pion bagi Priyo dan Zulkarnaen
Fahd berupaya meyakinkan hakim bila dirinya bukan pejabat atau penyelenggara negara. Alhasil, dia sulit untuk meyakinkan pejabat terkait untuk mengkorupsi pengadaan Alquran. "Mungkinkah anggota DPR dan pejabat Kemenag yang lebih berpendidikan dan berpengalaman dapat saya jadikan alat untuk melakukan tindak pidana?" tutur dia.
Dia menekankan dirinya bukan aktor intelektual dalam kasus ini. Fahd juga mengkritik karena Priyo Budi Santoso yang disebut-sebut terlibat juga tak pernah dihadirkan sebagai saksi oleh jaksa penuntut umum.
Fahd sebelumnya dituntut lima tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan penjara. Dia dinilai telah terbukti secara sah dan meyakinkan, bersalah dalam kasus ini.
Dia didakwa menerima Rp3,4 miliar hasil korupsi proyek pengadaan Alquran dan pengadaan laboratorium komputer di madrasah tsanawiyah di Kementerian Agama tahun 2011-2012. Duit diterima dari Abdul Kadir Alaydrus, seorang pengusaha.
Fahd juga didakwa melakukan atau turut serta melakukan korupsi bersama Zulkarnaen yang kala itu menjabat sebagai anggota Badan Anggaran DPR RI. Mereka diduga memengaruhi pejabat Kementerian Agama memenangkan PT Adhi Aksara Abadi sebagai pelaksana proyek pengadaan Alquran pada 2011. Fahd mendapat fee 5 persen dari proyek senilai Rp22 miliar itu.
Tidak hanya itu, Fahd juga disebut kembali mengatur agar PT Batu Karya Mas menjadi pelaksana proyek laboratorium senilai Rp31,2 miliar. Dia mendapat jatah 3,25 persen dalam proyek itu. Selain itu, Fahd didakwa ikut memengaruhi agar PT Sinergi Pustaka menjadi pelaksana pengadaan Alquran tahun 2012. Fahd mendapat fee 3,25 persen dari proyek bernilai Rp50 miliar itu.
Atas perbuatannya, Fahd didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
medcom.id, Jakarta: Ketua Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Fahd El Fouz alias Fahd A. Rafiq mengaku bukan aktor utama dalam kasus korupsi pengadaan Alquran dan laboratorium komputer di Kementerian Agama pada 2011-2012. Dia hanya menjalani perintah Priyo Budi Santoso yang saat itu menjadi atasannya di organisasi sayap Partai Golkar, Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR).
"Saya lebih menjalankan perintah atasan dan atau menjalani perintah pimpinan, saya diamanahkan menjadi ketua ormas Generasi Muda MKGR," ucap Fahd saat membacakan nota pembelaan alias pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis 7 September 2017.
Sebagai ketua generasi muda MKGR, Fahd harus tunduk dan patuh terhadap putusan pimpinan, Ketua MKGR Priyo Budi Santoso dan wakilnya, Zulkarnaen Djabar. Dia mengaku diperintahkan untuk menggerakan roda bulanan organisasi yang tidak mendapatkan uang dari pemerintah. Fahd mengaku hanya menjadi pion bagi Priyo dan Zulkarnaen
Fahd berupaya meyakinkan hakim bila dirinya bukan pejabat atau penyelenggara negara. Alhasil, dia sulit untuk meyakinkan pejabat terkait untuk mengkorupsi pengadaan Alquran. "Mungkinkah anggota DPR dan pejabat Kemenag yang lebih berpendidikan dan berpengalaman dapat saya jadikan alat untuk melakukan tindak pidana?" tutur dia.
Dia menekankan dirinya bukan aktor intelektual dalam kasus ini. Fahd juga mengkritik karena Priyo Budi Santoso yang disebut-sebut terlibat juga tak pernah dihadirkan sebagai saksi oleh jaksa penuntut umum.
Fahd sebelumnya dituntut lima tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan penjara. Dia dinilai telah terbukti secara sah dan meyakinkan, bersalah dalam kasus ini.
Dia didakwa menerima Rp3,4 miliar hasil korupsi proyek pengadaan Alquran dan pengadaan laboratorium komputer di madrasah tsanawiyah di Kementerian Agama tahun 2011-2012. Duit diterima dari Abdul Kadir Alaydrus, seorang pengusaha.
Fahd juga didakwa melakukan atau turut serta melakukan korupsi bersama Zulkarnaen yang kala itu menjabat sebagai anggota Badan Anggaran DPR RI. Mereka diduga memengaruhi pejabat Kementerian Agama memenangkan PT Adhi Aksara Abadi sebagai pelaksana proyek pengadaan Alquran pada 2011. Fahd mendapat fee 5 persen dari proyek senilai Rp22 miliar itu.
Tidak hanya itu, Fahd juga disebut kembali mengatur agar PT Batu Karya Mas menjadi pelaksana proyek laboratorium senilai Rp31,2 miliar. Dia mendapat jatah 3,25 persen dalam proyek itu. Selain itu, Fahd didakwa ikut memengaruhi agar PT Sinergi Pustaka menjadi pelaksana pengadaan Alquran tahun 2012. Fahd mendapat fee 3,25 persen dari proyek bernilai Rp50 miliar itu.
Atas perbuatannya, Fahd didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)