medcom.id, Jakarta: Anggota Komisi IX DPR Irma Suryani menilai pemalsuan vaksin adalah kejahatan kemanusiaan. Karena dampaknya memengaruhi generasi anak bangsa. Irma mengaku heran kejahatan ini baru terungkap gamblang di hadapan publik 13 tahun kemudian.
"Saya terus terang curiga bahwa ini ada permainan (oknum), ada mafia, baik oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sendiri, Kementerian Kesehatan dan oknum-oknum di rumah sakit, distributor dan pembuat (vaksin palsu). Ini jelas, tidak mungkin tidak," kata Irma dalam Program Primetime News Metro TV, Senin (27/6/2016).
Sementara itu, Plt Kepala BPOM Bahdar Johan Hamid membantah praktik kejahatan ini dimulai pada 2003. Akan tetapi berdasarkan catatan BPOM praktik ini dilakukan dan terungkap pada 2008 dan 2015. Menurut Bahdar para pelaku sudah diseret ke pengadilan.
Irma menyayangkan cara BPOM bertindak. Irma berpendapat pengungkapan dua kasus oleh BPOM itu tidak serius. BPOM terkesan sembunyi-sembunyi dan mengamankan para pelaku yang terlibat.
"Sudah beberapa kali terbongkar, kata BPOM dua kali terbongkar yaitu tahun 2008 dan 2015. Tapi, yang lucu menurut saya, ini tidak terbuka ke ruang publik. Artinya rapi terbungkus," ucap dia.
Politikus Partai NasDem ini sangat yakin jika Bareskrim Polri tidak mengungkapkan kasus ini, para oknum itu akan terus dan leluasa melancarkan kejahatan kemanusiaannya. Karena penindakan yang tidak berbuah efek jera. Sehingga selamanya, masyarakat umum tidak sadar bahwa vaksin yang dikonsumsi para balita adalah palsu.
"Memang vaksin palsu ini menurut Menkes Nila Moeloek tidak berbahaya. Namun efek sampingnya sangat berbahaya. Contoh kasus, misalnya anak ini sudah divaksin polio. Orang tuanya yakin kalau dia (anaknya) sudah divaksin polio. Ternyata vaksin itu palsu. Tidak ada gunanya. Sehingga dia akhirnya terkena polio karena dia tidak divaksin (asli). Terus siapa yang bertanggung jawab dalam hal ini?," terang dia.
Padahal lanjut Irma, jelas di Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009, kesehatan masyarakat menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan. Selain itu, Irma mengkritik lemahnya koordinasi antarlembaga terkait dalam memberantas peredaran vaksin palsu ini.
Irma mendesak Menkes mengambil langkah tegas. Dan tidak banyak melakukan tindakan atau pembelaan diri saat masyarakat terancam bahaya kesehatan.
medcom.id, Jakarta: Anggota Komisi IX DPR Irma Suryani menilai pemalsuan vaksin adalah kejahatan kemanusiaan. Karena dampaknya memengaruhi generasi anak bangsa. Irma mengaku heran kejahatan ini baru terungkap gamblang di hadapan publik 13 tahun kemudian.
"Saya terus terang curiga bahwa ini ada permainan (oknum), ada mafia, baik oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sendiri, Kementerian Kesehatan dan oknum-oknum di rumah sakit, distributor dan pembuat (vaksin palsu). Ini jelas, tidak mungkin tidak," kata Irma dalam Program
Primetime News Metro TV, Senin (27/6/2016).
Sementara itu, Plt Kepala BPOM Bahdar Johan Hamid membantah praktik kejahatan ini dimulai pada 2003. Akan tetapi berdasarkan catatan BPOM praktik ini dilakukan dan terungkap pada 2008 dan 2015. Menurut Bahdar para pelaku sudah diseret ke pengadilan.
Irma menyayangkan cara BPOM bertindak. Irma berpendapat pengungkapan dua kasus oleh BPOM itu tidak serius. BPOM terkesan sembunyi-sembunyi dan mengamankan para pelaku yang terlibat.
"Sudah beberapa kali terbongkar, kata BPOM dua kali terbongkar yaitu tahun 2008 dan 2015. Tapi, yang lucu menurut saya, ini tidak terbuka ke ruang publik. Artinya rapi terbungkus," ucap dia.
Politikus Partai NasDem ini sangat yakin jika Bareskrim Polri tidak mengungkapkan kasus ini, para oknum itu akan terus dan leluasa melancarkan kejahatan kemanusiaannya. Karena penindakan yang tidak berbuah efek jera. Sehingga selamanya, masyarakat umum tidak sadar bahwa vaksin yang dikonsumsi para balita adalah palsu.
"Memang vaksin palsu ini menurut Menkes Nila Moeloek tidak berbahaya. Namun efek sampingnya sangat berbahaya. Contoh kasus, misalnya anak ini sudah divaksin polio. Orang tuanya yakin kalau dia (anaknya) sudah divaksin polio. Ternyata vaksin itu palsu. Tidak ada gunanya. Sehingga dia akhirnya terkena polio karena dia tidak divaksin (asli). Terus siapa yang bertanggung jawab dalam hal ini?," terang dia.
Padahal lanjut Irma, jelas di Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009, kesehatan masyarakat menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan. Selain itu, Irma mengkritik lemahnya koordinasi antarlembaga terkait dalam memberantas peredaran vaksin palsu ini.
Irma mendesak Menkes mengambil langkah tegas. Dan tidak banyak melakukan tindakan atau pembelaan diri saat masyarakat terancam bahaya kesehatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)