medcom.id, Jakarta: Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyebut ada sebuah grand design yang ingin menyudutkan profesi dokter dan rumah sakit di Indonesia terkait pengungkapan vaksin palsu.
"Kemungkinan ini ada satu grand design luar biasa yang cukup mengagetkan," ungkap Ketua Umum PB IDI Profesor Ilham Oetama Marsis di Kantor PB IDI, Jakarta, Senin (18/7/2016).
Ilham menyebut, rencana untuk menyudutkan profesi kedokteran itu dimulai sejak tahun 2013. Hal itu, menurut dia, tampak dari intervensi dalam bidang pendidikan dan sisi pelayanan kedokteran di Indonesia.
Ia menambahkan, dalam grand design ini, ada benang merah yang harus ditarik. Sebab, kalau tidak waspada, akan ada suatu ketidakpercayaan antara masyarakat dengan dokter-dokter di Indonesia.
Tidak hanya itu, Ilham menduga, saat ini masyarakat juga sudah mulai kehilangan kepercayaan dengan rumah sakit dan profesi kedokteran. Kalau hal ini tidak diantisipasi, intervensi dari pihak luar dinilai akan lebih mudah.
Namun begitu, ketika dikonfirmasi soal siapa aktor di balik grand design tersebut, Ilham mengaku tidak tahu. Ia menyebut, untuk mencari tahu aktor tersebut, baik pemerintah dengan lembaga terkait juga harus bekerja sama.
"Saya mengharapkan tentunya dari pemerintah yang ditangkap jangan hanya dokter, bidan, tapi juga harus menyelidiki siapa di balik semua ini," tegas dia.
Terlepas dari dugaan di atas, terungkapnya kasus pemalsuan vaksin ini, kata dia, jadi momentum perbaikan, terutama bagi Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mawas diri di kemudian hari. Kemenkes dan BPOM diminta memperbaiki sistem pelayanan kesehatan.
"Sedangkan bagi kami, hal ini juga jadi poin penting untuk perbaikan ke depan," tutur dia.
Hingga kini Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri sudah menetapkan 23 orang jadi tersangka kasus pemalsuan vaksin. Mereka memiliki peran masing-masing, yakni produsen (enam tersangka), distributor (sembilan tersangka), pengumpul botol (dua tersangka), pencetak label (satu tersangka), bidan (dua tersangka), dan dokter (tiga tersangka).
Seluruh tersangka dijerat dengan UU Kesehatan, UU Perlindungan Konsumen dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman hukuman di atas 10 tahun penjara.
medcom.id, Jakarta: Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyebut ada sebuah
grand design yang ingin menyudutkan profesi dokter dan rumah sakit di Indonesia terkait pengungkapan vaksin palsu.
"Kemungkinan ini ada satu
grand design luar biasa yang cukup mengagetkan," ungkap Ketua Umum PB IDI Profesor Ilham Oetama Marsis di Kantor PB IDI, Jakarta, Senin (18/7/2016).
Ilham menyebut, rencana untuk menyudutkan profesi kedokteran itu dimulai sejak tahun 2013. Hal itu, menurut dia, tampak dari intervensi dalam bidang pendidikan dan sisi pelayanan kedokteran di Indonesia.
Ia menambahkan, dalam
grand design ini, ada benang merah yang harus ditarik. Sebab, kalau tidak waspada, akan ada suatu ketidakpercayaan antara masyarakat dengan dokter-dokter di Indonesia.
Tidak hanya itu, Ilham menduga, saat ini masyarakat juga sudah mulai kehilangan kepercayaan dengan rumah sakit dan profesi kedokteran. Kalau hal ini tidak diantisipasi, intervensi dari pihak luar dinilai akan lebih mudah.
Namun begitu, ketika dikonfirmasi soal siapa aktor di balik
grand design tersebut, Ilham mengaku tidak tahu. Ia menyebut, untuk mencari tahu aktor tersebut, baik pemerintah dengan lembaga terkait juga harus bekerja sama.
"Saya mengharapkan tentunya dari pemerintah yang ditangkap jangan hanya dokter, bidan, tapi juga harus menyelidiki siapa di balik semua ini," tegas dia.
Terlepas dari dugaan di atas, terungkapnya kasus pemalsuan vaksin ini, kata dia, jadi momentum perbaikan, terutama bagi Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mawas diri di kemudian hari. Kemenkes dan BPOM diminta memperbaiki sistem pelayanan kesehatan.
"Sedangkan bagi kami, hal ini juga jadi poin penting untuk perbaikan ke depan," tutur dia.
Hingga kini Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri sudah menetapkan 23 orang jadi tersangka kasus pemalsuan vaksin. Mereka memiliki peran masing-masing, yakni produsen (enam tersangka), distributor (sembilan tersangka), pengumpul botol (dua tersangka), pencetak label (satu tersangka), bidan (dua tersangka), dan dokter (tiga tersangka).
Seluruh tersangka dijerat dengan UU Kesehatan, UU Perlindungan Konsumen dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman hukuman di atas 10 tahun penjara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)