Ilustrasi. Medcom.id
Ilustrasi. Medcom.id

Restorative Justice Dinilai Hanya untuk Kasus Receh Bukan Korupsi

Candra Yuri Nuralam • 30 Oktober 2022 09:16
Jakarta: Konsep restorative justice diyakini bukan untuk tindak pidana korupsi. Penyelesaian perkara tanpa persidangan itu bisa digunakan untuk penanganan kasus receh.
 
"Misalnya perkelahian antar kampung, tindak pidana ringan dan lain-lain," kata pakar hukum Universitas Andalas Feri Amsari kepada Medcom.id, Minggu, 30 Oktober 2022.
 
Feri menjelaskan restorative justice merupakan konsep yang digunakan untuk memulihkan hak korban. Penegak hukum baru bisa memakai konsep itu jika hak korban sudah dipenuhi oleh pelaku. Konsep itu bukan digunakan untuk penanganan perkara berat.

"Maka tidak diperlukan lagi pidana, sehingga rata-rata kejahatan yang terjadi di tengah masyarakat (yang diselesaikan dengan restorative justice)," ujar Feri.
 
Feri menegaskan korupsi bukanlah kasus receh. Sehingga, kata dia, restorative justice tidak tepat digunakan dalam tindak pidana tersebut.
 
"Saya tidak pernah mendengar ada restorative justice untuk kejahatan-kejahatan luar biasa seperti korupsi," ucap Feri.
 
Konsep restorative justice untuk tindakan korupsi dinilai sebagai permintaan yang tidak masuk akal. Kabar itu diharapkan dihentikan.
 
"Tidak mungkin korupsi pakai konsep restorative justice, enggak masuk akal itu. Jelas-jelas tidak benar dan mengada-ada," tegas Feri.
 

Baca: Eks Pegawai Semprot KPK yang Kaji Restorative Justice di Perkara Korupsi


Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengakui bahwa pihaknya tengah mengkaji restorative justice pada perkara korupsi. Sebab, hal itu dinilai merupakan masukkan dari publik.
 
"Sampai saat ini kami masih melakukan kajian tentang penerapan restorative justice pada tindak pidana korupsi," ucap Ghufron melalui keterangan tertulis.
 
Namun, dia belum yakin menerapkan restorative justice untuk penyelesaian kasus tindak pidana rasuah. Sebab, perkara korupsi berbeda dengan tindak pidana umum dan banyak hal yang perlu diperhatikan.
 
"Pertanyaannya, kalau kejahatannya bersifat mencederai kepentingan publik seperti tindak pidana korupsi misal suap, di mana seharusnya pemimpin bekerja untuk publik tapi tidak (dia lakukan, itu) bagaimana? Keadilan di hadapan publik itu bagaimana me-restore-nya?" ucap Ghufron.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan