Jakarta: Direktur PT Hanaveri Sentosa sekaligus Direktur PT Kota Bintang Rayatri, Suryadi Mulya, didakwa menyuap Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi sebesar Rp3,45 miliar. Suap itu terkait pengadaan lahan di Kota Bekasi.
"Telah melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa. Sehingga, dipandang sebagai perbuatan berlanjut, yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu," bunyi salinan surat dakwaan yang diterima Medcom.id, Jumat, 25 Maret 2022.
Uang diberikan agar Rahmat Effendi mengupayakan Kegiatan Pengadaan Lahan Pembangunan Polder Air Kranji dapat dianggarkan dalam APBD Perubahan Tahun 2021. Sekaligus memperlancar proses pembayaran ganti rugi lahan untuk kegiatan tersebut.
Kasus ini bermula ketika Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi berencana membangun polder air di Kelurahan Kranji, Kecamatan Bekasi Barat, dengan luas wilayah 22.624 meter persegi pada September 2020. Salah satu pemegang hak di lokasi tersebut adalah PT Hanaveri Sentosa.
Namun, pada APBD Tahun Anggaran 2021, kegiatan Pengadaan Lahan Polder Air Kranji tidak dianggarkan. Sehingga, ganti rugi lahan yang diharapkan Suryadi belum dapat direalisasikan.
Suryadi meminta bantuan Camat Bekasi Barat, Muhammad Bunyamin, untuk berbicara dengan Rahmat Effendi. Namun, Rahmat Effendi justru meminta Rp1 miliar kepada Suryadi.
Baca: Eks Camat Rawalumbu Didakwa Menyuap Rahmat Effendi Rp2,3 Miliar
Rahmat Effendi juga meminta Rp50 juta kepada Suryadi untuk kepentingan membeli hewan kurban. Di tengah proses realisasi ganti rugi lahan polder itu, Rahmat Effendi lagi-lagi meminta Rp300 juta kepada Suryadi.
Tak hanya itu, Suryadi diminta membantu pembangunan Masjid Ar-Ryasakha yang dibangun Yayasan Saka Ramdhan Aditya. Pendiri serta sebagian pengurus yayasan adalah Rahmat Effendi dan anak-anaknya.
"Rahmat Effendi bertemu dengan terdakwa dan mengatakan, 'Itu ada proposal untuk pembangunan masjid, coba ditolong untuk CSR-nya agar semoga berkah dan itu perbuatan amal'. Terdakwa menjawab, 'Iya Pak Wali nanti ya Pak'," tulis surat dakwaan.
Suryadi menyerahkan Rp100 juta kepada Rahmat Effendi untuk pembangunan masjid tersebut. Fulus dibungkus ke dalam paper bag cokelat dan diserahkan melalui ajudan Rahmat Effendi, Bagus Kuncoro Jati alias Dimas, di Parkiran Mall Summarecon Kota Bekasi.
Rahmat Effendi kembali meminta Rp2 miliar kepada Suryadi. Uang itu untuk mengganti duit Bunyamin yang dipakai Rahmat Effendi.
"Sejumlah Rp1,5 miliar oleh Bunyamin digunakan untuk mengganti uangnya yang telah diberikan kepada Rahmat Effendi. Sedangkan, sejumlah Rp500 juta diserahkan kepada Mulyadi Latif alias Lom untuk kepentingan Rahmat Effendi," tulis surat dakwaan.
Pada akhirnya, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi mengesahkan RAPBD Perubahan TA 2021 menjadi APBD Perubahan TA 2021. Di dalamnya terdapat pagu anggaran untuk Pengadaan Lahan Polder Air sebesar Rp21,8 miliar.
"Selanjutnya dilakukan pembayaran kepada PT Hanaveri Sentosa sejumlah Rp16,2 miliar," tulis surat dakwaan.
Suryadi didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Jakarta: Direktur PT Hanaveri Sentosa sekaligus Direktur PT Kota Bintang Rayatri, Suryadi Mulya, didakwa
menyuap Wali Kota nonaktif Bekasi
Rahmat Effendi sebesar Rp3,45 miliar. Suap itu terkait pengadaan lahan di
Kota Bekasi.
"Telah melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa. Sehingga, dipandang sebagai perbuatan berlanjut, yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu," bunyi salinan surat dakwaan yang diterima
Medcom.id, Jumat, 25 Maret 2022.
Uang diberikan agar Rahmat Effendi mengupayakan Kegiatan Pengadaan Lahan Pembangunan Polder Air Kranji dapat dianggarkan dalam APBD Perubahan Tahun 2021. Sekaligus memperlancar proses pembayaran ganti rugi lahan untuk kegiatan tersebut.
Kasus ini bermula ketika Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi berencana membangun polder air di Kelurahan Kranji, Kecamatan Bekasi Barat, dengan luas wilayah 22.624 meter persegi pada September 2020. Salah satu pemegang hak di lokasi tersebut adalah PT Hanaveri Sentosa.
Namun, pada APBD Tahun Anggaran 2021, kegiatan Pengadaan Lahan Polder Air Kranji tidak dianggarkan. Sehingga, ganti rugi lahan yang diharapkan Suryadi belum dapat direalisasikan.
Suryadi meminta bantuan Camat Bekasi Barat, Muhammad Bunyamin, untuk berbicara dengan Rahmat Effendi. Namun, Rahmat Effendi justru meminta Rp1 miliar kepada Suryadi.
Baca:
Eks Camat Rawalumbu Didakwa Menyuap Rahmat Effendi Rp2,3 Miliar
Rahmat Effendi juga meminta Rp50 juta kepada Suryadi untuk kepentingan membeli hewan kurban. Di tengah proses realisasi ganti rugi lahan polder itu, Rahmat Effendi lagi-lagi meminta Rp300 juta kepada Suryadi.
Tak hanya itu, Suryadi diminta membantu pembangunan Masjid Ar-Ryasakha yang dibangun Yayasan Saka Ramdhan Aditya. Pendiri serta sebagian pengurus yayasan adalah Rahmat Effendi dan anak-anaknya.
"Rahmat Effendi bertemu dengan terdakwa dan mengatakan, 'Itu ada proposal untuk pembangunan masjid, coba ditolong untuk CSR-nya agar semoga berkah dan itu perbuatan amal'. Terdakwa menjawab, 'Iya Pak Wali nanti ya Pak'," tulis surat dakwaan.
Suryadi menyerahkan Rp100 juta kepada Rahmat Effendi untuk pembangunan masjid tersebut. Fulus dibungkus ke dalam
paper bag cokelat dan diserahkan melalui ajudan Rahmat Effendi, Bagus Kuncoro Jati alias Dimas, di Parkiran Mall Summarecon Kota Bekasi.
Rahmat Effendi kembali meminta Rp2 miliar kepada Suryadi. Uang itu untuk mengganti duit Bunyamin yang dipakai Rahmat Effendi.
"Sejumlah Rp1,5 miliar oleh Bunyamin digunakan untuk mengganti uangnya yang telah diberikan kepada Rahmat Effendi. Sedangkan, sejumlah Rp500 juta diserahkan kepada Mulyadi Latif alias Lom untuk kepentingan Rahmat Effendi," tulis surat dakwaan.
Pada akhirnya, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi mengesahkan RAPBD Perubahan TA 2021 menjadi APBD Perubahan TA 2021. Di dalamnya terdapat pagu anggaran untuk Pengadaan Lahan Polder Air sebesar Rp21,8 miliar.
"Selanjutnya dilakukan pembayaran kepada PT Hanaveri Sentosa sejumlah Rp16,2 miliar," tulis surat dakwaan.
Suryadi didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)