Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto dimintai keterangan oleh media usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (10/2). Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto dimintai keterangan oleh media usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (10/2). Foto: Antara/Rivan Awal Lingga

Publik Diminta Awasi Penanganan Kasus Novanto di Kejagung

Misbahol Munir • 17 Februari 2016 09:13
medcom.id, Jakarta: Kejaksaan Agung RI tengah menangani kasus dugaan pemufakatan jahat terkait pencatutan nama Presiden Joko Widodo yang diduga dilakukan mantan Ketua DPR Setya Novanto dan pengusaha Riza Chalid. Namun, penanganan kasus 'Papa Minta Saham' itu belum menunjukkan kemajuan yang signifikan.
 
Direktur Centre for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi meminta publik terus mengawasi penanganan kasus tersebut. Dia mengatakan, pihak Kejaksaan Agung harus transparan dan hati-hati dalam menangani kasus Novanto dan Riza. Jangan sampai aparat Kejaksaan Agung berhasil ditekan atau 'dilemahkan' kedua sosok itu.
 
"Sampai hari ini, belum ada kemajuan yang menggembirakan publik. Kalau tidak cepat kasus ini ditangani, bisa-bisa Kejaksaan dinilai publik masuk angin," ujar Uchok, Rabu (17/2/2016).

Uchok mengatakan, wajar publik ingin Kejaksaan Agung lurus dalam penanganan kasus itu. Publik lanjut dia, ingin Jaksa Agung Muhammad Prasetyo benar-benar mengawasi bawahannya menangani kasus yang sempat menggemparkan parlemen itu.
 
"Publik harus lebih serius mengawasi Kejaksaan agar tidak terjadi potensi suap dalam kasus Setnov," kata dia.
 
Kasus dugaan permufakatan jahat mulai diselidiki Kejaksaan Agung sejak awal Desember 2015. Hingga kini, status perkara itu masih penyelidikan dan belum ada seorang pun yang ditetapkan sebagai tersangka.
 
Kasus yang tenar dengan sebutan `Papa Minta Saham` ini meledak lewat kicauan Menteri ESDM Sudirman Said. Dia menyebut politikus DPR, belakangan diketahui Ketua DPR Setya Novanto, diduga nekat menjual nama presiden dan wapres saat berbincang dengan Presdir PT Freeport Maroef Sjamsoeddin.
 
Menteri Sudirman mengantongi bukti rekaman perbincangan mereka. Terlibat aktif pula dalam rekaman obrolan itu Riza Chalid. Novanto dan Riza saling tik-tok untuk meyakinkan Maroef bahwa proses kontrak karya PT Freeport bisa aman di tangan mereka.
 
Selain menjual nama presiden dan wapres, Novanto dan Riza juga puluhan kali mencatut nama Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan. Juga belasan tokoh lainnya, seperti Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto, dan Wiranto.
 
Adalah Maroef yang diam-diam merekam `jualan` Novanto dan Riza. Bukti rekamanan utuh diperdengarkan di Majelis Mahkamah Dewan (MKD).
 
Dugaan tersebut diendus Kejaksaan masuk dalam sangkaan Pasal 15 UU Tindak Pidana Korupsi No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 
Pasal itu berbunyi, "Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi dipidana yang sama sebagaimana dimaksud Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5."
 
Presiden pun gusar, bahkan marah, namanya dibawa-bawa untuk `mengemis` 20 persen saham PT Freeport.
 
Novanto, pada Rabu 16 Desember malam memutuskan mengundurkan diri dari kursi Ketua DPR. Pengunduran diri dibacakan Sufmi Dasco Ahmad, Wakil Ketua Kehormatan Dewan dalam sidang MKD.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan