Jakarta: Lima anggota dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilantik Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat, 20 Desember 2019. Kelimanya berasal dari latar belakang berbeda.
Berikut profil singkat kelima pengawas yang bakal memelototi KPK:
Tumpak Hatorangan Panggabean
Sepak terjang Tumpak di pemberantasan korupsi tak sedikit. Karirnya sebagai jaksa sudah dimulai sejak 1973.
Karena kepakarannya, Kejaksaaan Agung mengusulkan namanya menjadi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pimpinan KPK jilid 1 (2003-2007) ini dikenal tak ada kompromi untuk koruptor. Dia pula yang menjadi Ketua KPK saat Antasari Azhar nonaktif karena terjerat kasus.
Pria kelahiran 29 Juli 1943, Sanggau, Kalimantan Barat, ini diberi kepercayaan memimpin Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tumpak Hatorangan Panggabean. Foto: MI/Susanto
Artidjo Alkostar
Artidjo merupakan mantan Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung. Dia dikenal bertangan besi pada koruptor. Artidjo kerap disorot lantaran vonis terdakwa kasus korupsi yang dibawa ke hadapannya bertambah berat.
Saat menjabat sebagai Hakim Agung, tak sedikit koruptor yang akhirnya 'menyesal' mengajukan banding, karena hukumannya diperberat. Misalnya Angelina Sondakh yang naik dari empat tahun menjadi 12 tahun dan Anas Urbaningrum dari tujuh tahun menjadi 14 tahun.
Cap 'hakim yang lurus' kerap disematkan kepada Artidjo. Tak sedikit suara yang melontarkan agar Artidjo menjadi Dewan Pengawas KPK, salah satunya Ketua DPR Bambang Soesatyo.
Artidjo Alkostar. Foto: MI/Pius Erlangga
Albertina Ho
Sebelum dilantik, Albertina Ho menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang. Perempuan kelahiran Maluku Tenggara 1 Januari 1960 ini menjadi 'perpanjangan tangan Tuhan' sejak 1986.
Albertina Ho dikenal sebagai ketua majelis hakim yang menyidangkan kasus suap pegawai pajak Gayus Tambunan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dia mengetok palu vonis tujuh tahun penjara dan denda Rp300 juta untuk Gayus.
Dia pula yang menghukum Cirus Cinaga, jaksa yang merekayasa dakwaan Gayus. Cirus dihukum lima tahun penjara dan denda Rp150 juta.
Albertina Ho. Foto: MI/Panca Syurkani
Harjono
Pria kelahiran Nganjuk, 31 Maret 1948, ini menjabat sebagai Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum sebelum diangkat jadi Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi.
Harjono dikenal sebagai sosok vokal dalam urusan peradilan. Dia yang melontarkan dukungan agar koruptor dipermalukan secara publik.
Harjono sendiri dikenal sebagai salah seorang Hakim Konstitusi dua periode (2003-2009 dan 2009-2014). Amendemen UUD 1945 juga ada campur tangan Harjono. Dia juga ditunjuk sebagai Ketua Panitia Seleksi Hakim Konstitusi untuk periode 2020.
Harjono. Foto: MI/Susanto
Syamsuddin Haris
Syamsuddin merupakan guru besar penelitian dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang menekuni politik, desentralisasi, dan good governance. Pria kelahiran Bima, 9 Oktober 1957, tak sedikit memiliki penelitian seputar pemerintahan yang sehat.
Dia juga vokal seputar korupsi dan penegakan hukum untuk pelaku rasuah. Dia menyoroti revisi UU KPK. Dia pula yang turut mendorong Presiden Jokowi menerbitkan Perppu KPK.
Syamsuddin Haris. MI/Rommy Pujianto
Grafis: Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden
Jakarta: Lima anggota
dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilantik Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat, 20 Desember 2019. Kelimanya berasal dari latar belakang berbeda.
Berikut profil singkat kelima pengawas yang bakal memelototi KPK:
Tumpak Hatorangan Panggabean
Sepak terjang Tumpak di pemberantasan korupsi tak sedikit. Karirnya sebagai jaksa sudah dimulai sejak 1973.
Karena kepakarannya, Kejaksaaan Agung mengusulkan namanya menjadi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pimpinan KPK jilid 1 (2003-2007) ini dikenal tak ada kompromi untuk koruptor. Dia pula yang menjadi Ketua KPK saat Antasari Azhar nonaktif karena terjerat kasus.
Pria kelahiran 29 Juli 1943, Sanggau, Kalimantan Barat, ini diberi kepercayaan memimpin Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tumpak Hatorangan Panggabean. Foto: MI/Susanto
Artidjo Alkostar
Artidjo merupakan mantan Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung. Dia dikenal bertangan besi pada koruptor. Artidjo kerap disorot lantaran vonis terdakwa kasus korupsi yang dibawa ke hadapannya bertambah berat.
Saat menjabat sebagai Hakim Agung, tak sedikit koruptor yang akhirnya 'menyesal' mengajukan banding, karena hukumannya diperberat. Misalnya Angelina Sondakh yang naik dari empat tahun menjadi 12 tahun dan Anas Urbaningrum dari tujuh tahun menjadi 14 tahun.
Cap 'hakim yang lurus' kerap disematkan kepada Artidjo. Tak sedikit suara yang melontarkan agar Artidjo menjadi Dewan Pengawas KPK, salah satunya
Ketua DPR Bambang Soesatyo.
Artidjo Alkostar. Foto: MI/Pius Erlangga
Albertina Ho
Sebelum dilantik, Albertina Ho menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang. Perempuan kelahiran Maluku Tenggara 1 Januari 1960 ini menjadi 'perpanjangan tangan Tuhan' sejak 1986.
Albertina Ho dikenal sebagai ketua majelis hakim yang menyidangkan kasus suap pegawai pajak Gayus Tambunan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dia mengetok palu vonis tujuh tahun penjara dan denda Rp300 juta untuk Gayus.
Dia pula yang menghukum Cirus Cinaga, jaksa yang merekayasa dakwaan Gayus. Cirus dihukum lima tahun penjara dan denda Rp150 juta.
Albertina Ho. Foto: MI/Panca Syurkani
Harjono
Pria kelahiran Nganjuk, 31 Maret 1948, ini menjabat sebagai Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum sebelum diangkat jadi Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi.
Harjono dikenal sebagai sosok vokal dalam urusan peradilan. Dia yang melontarkan dukungan agar koruptor dipermalukan secara publik.
Harjono sendiri dikenal sebagai salah seorang Hakim Konstitusi dua periode (2003-2009 dan 2009-2014). Amendemen UUD 1945 juga ada campur tangan Harjono. Dia juga ditunjuk sebagai Ketua Panitia Seleksi Hakim Konstitusi untuk periode 2020.
Harjono. Foto: MI/Susanto
Syamsuddin Haris
Syamsuddin merupakan guru besar penelitian dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang menekuni politik, desentralisasi, dan
good governance. Pria kelahiran Bima, 9 Oktober 1957, tak sedikit memiliki penelitian seputar pemerintahan yang sehat.
Dia juga vokal seputar korupsi dan penegakan hukum untuk pelaku rasuah. Dia menyoroti revisi UU KPK. Dia pula yang turut mendorong Presiden Jokowi menerbitkan Perppu KPK.
Syamsuddin Haris. MI/Rommy Pujianto
Grafis: Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(SUR)